Pekan ini berita tentang praktik perjokian saat ujian masuk perguruan tinggi kembali muncul. Tujuh orang peserta ujian diamankan saat mengikuti Ujian Tes Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK-SNBT) di Universitas Sumatera Utara. Mereka melakukan praktik perjokian dengan harapan lulus di Fakultas Kedokteran di Pulau Jawa.
Awalnya saya agak cuek, karena pada tahun-tahun sebelumnya hal itu juga sering terjadi dan ujung-ujungnya senyap tanpa bekas.
Tapi, sikap cuek saya langsung berubah saat mendengar jika praktik perjokian itu ditunggangi oleh pihak dari salah satu tempat bimbingan belajar alias bimbel. Saya heran, sebab saya dulu pernah mengikuti bimbingan belajar selama beberapa bulan sebelum mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri. Alhasil, saya lulus di perguruan tinggi negeri yang saya inginkan.
Tahun saya mengikuti bimbingan belajar itu adalah tahun 2002 lalu atau sekitar 20 tahun silam. Saat itu para mentor setiap hari menyuguhi materi-materi cara menjawab soal-soal ujian yang diprediksi selalu muncul berulang pada setiap ujian tes masuk perguruan tinggi. Simulasi ujian digelar setiap akhir pekan untuk mengetahui apakah kita sudah mampu melewati passing grade untuk jurusan yang memang kita inginkan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tujuan kita.
Begitulah tiap hari mereka membimbing kita, memberi motivasi, mengajari cara-cara mudah memecahkan soal yang sulit dan lainnya. Intinya kita dibuat terlatih.
Kembali soal perjokian terbaru peserta ujian di USU. Pada badan mereka ditemukan alat komunikasi yang tertempel rapi pada bagian dada. Alat komunikasi ini memungkinkan si Joki yang berada entah dimana bisa melihat soal dan juga memberi jawaban kepada si peserta. Setelah diamankan, mencuat jika para Joki di luar sana itu berasal dari salah satu bimbel berinisial EM. Bimbel yang saat saya telusuri membuat saya merinding, karena berani menjamin kelulusan hingga 110 persen. Ini bahasa marketing yang menurut saya terlalu berlebihan, lebay dan bisa dibilang melampaui kuasa Tuhan.
Praktik perjokian yang begitu rapih direncanakan, terbongkar berkat kejelian panitia pelaksana di USU. Ironisnya mencuat juga informasi jika 7 orang ini mungkin hanya orang yang sedang apes, sebab sebelum mengikuti ujian ada 13 orang calon peserta ujian yang dibriefing di salah satu hotel di kawasan Jalan Pattimura. Disanalah antara si Joki dan Peserta Ujian menyepakati cara-cara teknis praktik kotor ini.
Saya berkesimpulan, para peserta itu juga adalah korban dari sistem dan juga korban dari promosi lebay tempat bimbel EM. Jaminan 110 persen ternyata diraih lewat cara kotor yang selain merusak dunia pendidikan justru berujung kasus hukum.
Jaminan lulus 110 persen dan bahkan jika tidak lulus maka uang akan dikembalikan 100 persen plus 1 persen ini juga diungkapkan dengan begitu pongah pada beberapa media saat launching perdana tempat bimbel mereka yang beralamat di Helvetia Tengah, Kota Medan.
Bahasa itu mungkin menjadi andalan mereka untuk meraih perhatian para siswa dan orangtua siswa untuk mempercayakan anaknya mengikuti bimbingan agar dapat masuk ke PTN maupun sekolah tinggi kedinasan yang diinginkan.
Saya kemudian terus menelusuri, mengapa tempat bimbel EM ini begitu percaya diri menjamin kelulusan 110 persen para peserta mereka. Eh, ketemulah pertautannya dengan salah satu nama yang memang sangat familiar sebagai seorang motivator berinisial TDW.
Saya tertawa, karena bahasa itu saya yakin berasal dari kebiasaannya berbicara memotivasi orang.
Banyak tempat Bimbel di Medan yang menawarkan diri menjadi tempat membimbing untuk mempersiapkan peserta mereka lulus di PTN favorit. Tapi iming-iming lulus 110 persen masih hanya di Bimbel EM.
Mungkin kasus inilah yang menjadi ‘Ajab Bimbel yang Pongah Atasi Kuasa Tuhan’.***
© Copyright 2024, All Rights Reserved