Pencoblosan surat suara Pemilu 2024 berlangsung pada 14 Februari 2024. Dimulai pukul 07.00 WIB, seluruh tempat pemungutan suara (TPS) ditutup pukul 13.00 WIB.
Setelah waktu sakral itu, mulailah kegaduhan muncul berkaitan dengan munculnya angka-angka quick count dari berbagai lembaga survey. Metode penghitungan perolehan suara yang mengandalkan sampling acak untuk menentukan persentase perolehan suara itu menjadi fokus perhatian. Riuh rendah suara yang muncul dari pihak yang suasana hatinya penuh kegembiraan maupun pihak yang kecewa saling bersahutan. Namun begitu, kesimpulan dari pembicaraan mereka selalu ditengahi dengan kata ‘kita tunggu perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)’
Sejenak pantauan juga langsung menyasar ke aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP). Aplikasi yang belakangan ini membuat KPU menjadi ‘anggar jago’ karena meyakini aplikasi mereka itu akan membuat perolehan suara menjadi lebih transparan. Konon katanya, SIREKAP ini menggunakan teknologi yang mutakhir.
“Sistem SIREKAP akan merekam data otentik dokumen C Hasil di TPS, sehingga meminimalisir kesalahan pemasukan data (entry data), mempermudah proses rekapitulasi di kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional, dan menyajikan informasi hasil penghitungan suara di TPS kepada publik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Cara kerja Sirekap menggunakan metode gabungan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR). Keduanya berdasarkan pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). Sistem tersebut bisa mengenali pola dan tulisan tangan pada formulir dan mengubahnya menjadi data numerik secara digital” begitu yang tertulis pada laman KPU.
Faktanya, SIREKAP ini justru memunculkan masalah. Kecerdasan AI yang diklaim mengenali pola dan tulisan tangan serta mengubahnya menjadi data numerik itu memunculkan angka-angka yang tidak otentik. Angkanya pada formulir berbeda dengan angka yang terinput pada data perolehan yang diunggah pada laman KPU.
Ini fatal!!. Sebab pasca pencoblosan tentu angka-angka perolehan suaralah yang menjadi perhatian publik. Sebab, angka-angka itu juga yang menentukan siapa yang terpilih lewat pesta Demokrasi 2024. Angka perolehan suara yang bertambah dan bahkan berkurang tentu membingungkan publik. Kebingungan bercampur kekecewaan yang dialami pihak yang merasa dirugikan tentu akan menjadi gelombang besar yang berpotensi menjadi situasi yang mengganggu kondusifitas bangsa.
Kata maaf dari pihak KPU atas berbagai persoalan yang ditimbulkan SIREKAP ini boleh saja diterima. Namun kata maaf itu sendiri berpotensi menjadi ‘senjata’ bagi yang merasa dirugikan untuk menyebut bahwa pemungutan suara harus dibatalkan.
Suara untuk itu sudah muncul di berbagai kalangan. Atas nama potensi gangguan kondusifitas yang dimunculkan, saya kira tak salah jika kita akan muncul tuntutan untuk penjarakan SIREKAP.***
© Copyright 2024, All Rights Reserved