Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat di kecamatan Simarboru tersebut sangat paham kondisi yang terjadi di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dikedepankan Walhi Sumut seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan dari Orangutan Tapanuli menurutnya merupakan isu yang sengaja digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
\"Kami yang tau kondisi disana. Tak ada orangutan yang mati seperti yang dibilang Walhi itu, kami juga melindungi mereka,\" ungkapnya.
Abdul Gani juga memberikan tanggapan atas pernyataan dari Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M Siahaan yang menyebut masyarakat diseputar proyek PLTA Batangtoru seperti pelacur karena sebelumnya mendukung Walhi namun berbalik mendukung PLTA Batangtoru. Ia memastikan pernyataan tersebut tidak benar dan sangat menyinggung mereka. Bersama masyarakat, Abdul Gani mengaku sudah bersepakat untuk melawan secara bersama-sama.
\"Kami sudah sepakat dengan seluruh masyarakat dan Raja Luat. Kami akan menghadapi Walhi,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat di kecamatan Simarboru tersebut sangat paham kondisi yang terjadi di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dikedepankan Walhi Sumut seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan dari Orangutan Tapanuli menurutnya merupakan isu yang sengaja digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
\"Kami yang tau kondisi disana. Tak ada orangutan yang mati seperti yang dibilang Walhi itu, kami juga melindungi mereka,\" ungkapnya.
Abdul Gani juga memberikan tanggapan atas pernyataan dari Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M Siahaan yang menyebut masyarakat diseputar proyek PLTA Batangtoru seperti pelacur karena sebelumnya mendukung Walhi namun berbalik mendukung PLTA Batangtoru. Ia memastikan pernyataan tersebut tidak benar dan sangat menyinggung mereka. Bersama masyarakat, Abdul Gani mengaku sudah bersepakat untuk melawan secara bersama-sama.
\"Kami sudah sepakat dengan seluruh masyarakat dan Raja Luat. Kami akan menghadapi Walhi,\" pungkasnya."/>
Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat di kecamatan Simarboru tersebut sangat paham kondisi yang terjadi di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dikedepankan Walhi Sumut seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan dari Orangutan Tapanuli menurutnya merupakan isu yang sengaja digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
\"Kami yang tau kondisi disana. Tak ada orangutan yang mati seperti yang dibilang Walhi itu, kami juga melindungi mereka,\" ungkapnya.
Abdul Gani juga memberikan tanggapan atas pernyataan dari Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M Siahaan yang menyebut masyarakat diseputar proyek PLTA Batangtoru seperti pelacur karena sebelumnya mendukung Walhi namun berbalik mendukung PLTA Batangtoru. Ia memastikan pernyataan tersebut tidak benar dan sangat menyinggung mereka. Bersama masyarakat, Abdul Gani mengaku sudah bersepakat untuk melawan secara bersama-sama.
\"Kami sudah sepakat dengan seluruh masyarakat dan Raja Luat. Kami akan menghadapi Walhi,\" pungkasnya."/>
Polemik mengenai dukungan dan penolakan atas pembangunan proyek PLTA Batangtoru hingga hari ini masih terus berlangsung. Hal ini terlihat dari aksi unjuk rasa yang dilakukan dua kelompok massa ke Konjen China di Jalan Walikota, No 9, Medan, Jumat (1/3/2019).
Tercatat dua kali aksi unjuk rasa berlangsung di lokasi tersebut yang dimulai dari aksi unjuk rasa oleh Walhi Sumut yang meminta agar pemerintah China mempertimbangkan kembali kerjasama mereka dengan Indonesia dalam pendanaan proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut. Alasannya, pembangunan tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam keberadaan Orangutan Tapanuli. Mereka berunjuk rasa sekitar pukul 10.00 WIB pagi tadi.
Sementara kelompok massa yang kedua yakni masyarakat yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Berbeda dengan sikap Walhi, mereka justru mendukung proyek PLTA Batangtoru tersebut.
Dalam orasinya, warga yang berasal dari 3 kecamatan yang berada di lokasi proyek tersebut yakni Kecamatan Marancar, Sipirok dan Batangtoru (Simarboru) tersebut menyebutkan pembangunan proyek pembangkitan listrik berkapasitas 510 MW tersebut sangat mendapat dukungan dari warga setempat. Hal ini karena, pembangunan tersebut diyakini akan meningkatkan taraf hidup mereka. Karena itu, mereka berharap agar pihak-pihak yang tidak menginginkan pembangunan tersebut seperti Walhi Sumut agar tidak didengarkan.
"Walhi selalu mengatakan hal-hal yang bohong agar proyek itu dihentikan. Walhi itu cari makan dengan menjual isu lingkungan supaya dapat uang dari luar negeri," kata salah seorang koordinator aksi Abdul Gani Batubara.
Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat di kecamatan Simarboru tersebut sangat paham kondisi yang terjadi di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dikedepankan Walhi Sumut seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan dari Orangutan Tapanuli menurutnya merupakan isu yang sengaja digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
"Kami yang tau kondisi disana. Tak ada orangutan yang mati seperti yang dibilang Walhi itu, kami juga melindungi mereka," ungkapnya.
Abdul Gani juga memberikan tanggapan atas pernyataan dari Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M Siahaan yang menyebut masyarakat diseputar proyek PLTA Batangtoru seperti pelacur karena sebelumnya mendukung Walhi namun berbalik mendukung PLTA Batangtoru. Ia memastikan pernyataan tersebut tidak benar dan sangat menyinggung mereka. Bersama masyarakat, Abdul Gani mengaku sudah bersepakat untuk melawan secara bersama-sama.
"Kami sudah sepakat dengan seluruh masyarakat dan Raja Luat. Kami akan menghadapi Walhi," pungkasnya.
Polemik mengenai dukungan dan penolakan atas pembangunan proyek PLTA Batangtoru hingga hari ini masih terus berlangsung. Hal ini terlihat dari aksi unjuk rasa yang dilakukan dua kelompok massa ke Konjen China di Jalan Walikota, No 9, Medan, Jumat (1/3/2019).
Tercatat dua kali aksi unjuk rasa berlangsung di lokasi tersebut yang dimulai dari aksi unjuk rasa oleh Walhi Sumut yang meminta agar pemerintah China mempertimbangkan kembali kerjasama mereka dengan Indonesia dalam pendanaan proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 MW tersebut. Alasannya, pembangunan tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam keberadaan Orangutan Tapanuli. Mereka berunjuk rasa sekitar pukul 10.00 WIB pagi tadi.
Sementara kelompok massa yang kedua yakni masyarakat yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Berbeda dengan sikap Walhi, mereka justru mendukung proyek PLTA Batangtoru tersebut.
Dalam orasinya, warga yang berasal dari 3 kecamatan yang berada di lokasi proyek tersebut yakni Kecamatan Marancar, Sipirok dan Batangtoru (Simarboru) tersebut menyebutkan pembangunan proyek pembangkitan listrik berkapasitas 510 MW tersebut sangat mendapat dukungan dari warga setempat. Hal ini karena, pembangunan tersebut diyakini akan meningkatkan taraf hidup mereka. Karena itu, mereka berharap agar pihak-pihak yang tidak menginginkan pembangunan tersebut seperti Walhi Sumut agar tidak didengarkan.
"Walhi selalu mengatakan hal-hal yang bohong agar proyek itu dihentikan. Walhi itu cari makan dengan menjual isu lingkungan supaya dapat uang dari luar negeri," kata salah seorang koordinator aksi Abdul Gani Batubara.
Abdul Gani Batubara mengatakan seluruh masyarakat di kecamatan Simarboru tersebut sangat paham kondisi yang terjadi di lokasi pembangunan proyek. Beberapa isu yang dikedepankan Walhi Sumut seperti kerusakan lingkungan, kerusakan hutan dan kepunahan dari Orangutan Tapanuli menurutnya merupakan isu yang sengaja digoreng untuk memunculkan kesan seolah-olah proyek tersebut akan menjadi malapetaka.
"Kami yang tau kondisi disana. Tak ada orangutan yang mati seperti yang dibilang Walhi itu, kami juga melindungi mereka," ungkapnya.
Abdul Gani juga memberikan tanggapan atas pernyataan dari Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Walhi, Ronald M Siahaan yang menyebut masyarakat diseputar proyek PLTA Batangtoru seperti pelacur karena sebelumnya mendukung Walhi namun berbalik mendukung PLTA Batangtoru. Ia memastikan pernyataan tersebut tidak benar dan sangat menyinggung mereka. Bersama masyarakat, Abdul Gani mengaku sudah bersepakat untuk melawan secara bersama-sama.
"Kami sudah sepakat dengan seluruh masyarakat dan Raja Luat. Kami akan menghadapi Walhi," pungkasnya.