Penyaluran dana bantuan kepada masyarakat yang terdampak covid-19 akan memicu persoalan. Sebab, hingga saat ini Pemko Medan belum memberikan informasi yang trasparan mengenai penyaluran dana sebesar Rp 600 ribu per keluarga tersebut. "Di Sumut, terutama Kota Medan sendiri tidak terbuka. Bagaimana cara pendataan dan mekanisme seperti apa. Ini jadi persoalan bagi kita," kata pengamat anggaran Elfenda Ananda, Selasa (5/5). Persoalan pembagian dana sosial seperti ini, menurutnya sudah sering terjadi. Terkhusus akibat pendataan yang dinilai carut marut. "Pendataannya carut marut, masalah data dari Kepling dan data Dinas Sosial tidak conect. Sehingga sering terjadi masyarakat yang seharusnya mendapatkan haknya menjadi terabaikan," sebutnya. Untuk itu, dalam pendataan harus perlu diperbaiki hingga tidak terjadi salah sasaran dalam menyalurkan dana sosial tersebut. "Jadi ini yang perlu dilakukan dengan melakukan kerapian dan kecepatan, perlu di administrasikan dengan baik," terangnya. Pemerintahan Kabupaten/Kota harus bekerja keras untuk mengkoordinasikan antara Kepala Lingkungan dengan Dinas Sosial. "Dipastikan agar datanya tidak ada yang double," terang Elfanda. Menurutnya, dengan sulitnya masyarakat mendapatkan informasi tentang penyaluran dana sosial ini, pasti ada saja oknum yang nekat menyelewengkan anggaran itu. Karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota harus transparan memberikan informasi kemana saja anggaran itu akan disalurkan. "Untuk mengantisipasinya, pemerintah harus transparan. Informasi harus terbuka, agar masyarakat mengetahui," ungkapnya. Kemudian, pemerintah harus membuka akses pengaduan bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang tidak mendapatkan bansos dari pemerintah. "Misalnya membuka aplikasi maupun website, sehingga masyarakat bisa melaporkan pengaduan lewat website tersebut," pungkasnya.[R]
Penyaluran dana bantuan kepada masyarakat yang terdampak covid-19 akan memicu persoalan. Sebab, hingga saat ini Pemko Medan belum memberikan informasi yang trasparan mengenai penyaluran dana sebesar Rp 600 ribu per keluarga tersebut. "Di Sumut, terutama Kota Medan sendiri tidak terbuka. Bagaimana cara pendataan dan mekanisme seperti apa. Ini jadi persoalan bagi kita," kata pengamat anggaran Elfenda Ananda, Selasa (5/5). Persoalan pembagian dana sosial seperti ini, menurutnya sudah sering terjadi. Terkhusus akibat pendataan yang dinilai carut marut. "Pendataannya carut marut, masalah data dari Kepling dan data Dinas Sosial tidak conect. Sehingga sering terjadi masyarakat yang seharusnya mendapatkan haknya menjadi terabaikan," sebutnya. Untuk itu, dalam pendataan harus perlu diperbaiki hingga tidak terjadi salah sasaran dalam menyalurkan dana sosial tersebut. "Jadi ini yang perlu dilakukan dengan melakukan kerapian dan kecepatan, perlu di administrasikan dengan baik," terangnya. Pemerintahan Kabupaten/Kota harus bekerja keras untuk mengkoordinasikan antara Kepala Lingkungan dengan Dinas Sosial. "Dipastikan agar datanya tidak ada yang double," terang Elfanda. Menurutnya, dengan sulitnya masyarakat mendapatkan informasi tentang penyaluran dana sosial ini, pasti ada saja oknum yang nekat menyelewengkan anggaran itu. Karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota harus transparan memberikan informasi kemana saja anggaran itu akan disalurkan. "Untuk mengantisipasinya, pemerintah harus transparan. Informasi harus terbuka, agar masyarakat mengetahui," ungkapnya. Kemudian, pemerintah harus membuka akses pengaduan bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang tidak mendapatkan bansos dari pemerintah. "Misalnya membuka aplikasi maupun website, sehingga masyarakat bisa melaporkan pengaduan lewat website tersebut," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved