Aktifitas teror selalu membenamkan naluri kemanusiaan, menyisakan ingatan kegelisahan hingga kehilangan serta memendam rasa balasan yang menunggu kesempatan.
Teror secara aktifitas dapar dibedakan menjadi dua; soft terrorism dan hard terrorism. Di Indonesia jika dirunut mulai muncul Bom Bali hingga yang terakhir di sekitar Gereja Katesral Makassar serta aktifitas pemboman dan terorisme yang berkategori hard terrorism meskipun sudah lebih dari sepuluh jari tangan, soft terrorisme hampir pasti setiap hari kejadian.
Memang kalau melihat dampaknya, baik soft maupun hard terrorism sama-sama memiliki memori kolektif yang akan berdampak kepada psikologi massal di masa depan. Kalau kondisi tidak segera membaik maka sebanyak korban itulah potensi energi balas dendam akan mengumpul bersatu dan tinggal menunggu waktunya.
Sementara itu, solidaritas kesaudaraan antaranak bangsa menjadikan pemulihan psikologi massa menjadi lebih cepat dan lebih baik. Tak kurang dan tak lebih, potensi energi kebaikan untuk selalu bergandeng tangan akan menghasilkan kolaborasi kebaikan bersama.
Setiap aktifitas di muka bumi, dalam perencanaan manusia dipastikan ada tujuan tertentu, begitupun aktifitas teror; baik yang soft terrorism maupun yang hard terrorism. Sebagai pesan kepada publik bahwa ada wujud keberadaan sebuah kekuatan yang suatu saat bisa digunakan sebagai salah satu pemecah kedamaian apabila kondisi tertentu, atau bisa dijadikan sebagai pengungkap rasa kekecewaan, keirian, ketersingkiran dari kebutuhan tertentu, atau bisa saja sebagai test case dalam rangka merencanakan aksi lanjutan untuk meraih ketundukan masyarakat hingga pemerintaahan atas keinginan sekelompoknya.
Bergulirnya roda kehidupan, meniscayakan peremajaan generasi manusia. Berbagai penemuan sebelumnya tentu akan selalu dievaluasi dan diinovasikan. Teknologi memungkinkan manusia untuk menjelajahi segala bentuk narasi, strategi, hingga aksiologi dengan akses yang lebih mudah.
Begitu persoalan ujaran kebencian dimasukkan ke dalam UU tindak pidana beberapa tahun terakhir, karena dipicu oleh elit politik yang digunakan sebagai media pembeda antarpendukung ketika pilpres 2014 yang kebablasan sehingga terjadi polarisasi di masyarakat, maka terlihatlah begitu racunnya aktifitas komunikasi diantara anak bangsa Indonesia.
Bukan hanya masyarakat yang melek politik yang mendapat dampak buruk dari rekayasa komunikasi elit, melainkan anak-anak hingga remajapun mengunduh kosakata politisi yang mampi membuat teror secara halus kepada teman sebaya dan selawan dalam permainan.
Menjadi kaku dan sengaja dirawar untuk menjaga eksistensi kelompok tertentu, pada akhirnya masyarakat kita terjebak kepada pola komunikasi yang keruh, yang menjengkelkan, keangkuhan, ketidakpercayaan, hujan hujatan, dan caci maki diantara anak bangsa.
Baru di awal 2021, penelitian tentang penurunan gaya dan bahasa komunikasi masyarakat Indinesia terkomputasi yang pada akhirnya memberikan Indonesia mendapatkan label masyarakat dengan komunikasi terburuk se-Asia.
Sudah sejak lama teori tentang peniruan gaya dan bahasa oleh anak selalu dipengaruhi oleh orang tua dan sedikit penyesuaian dengan lingkungannya, like father like a son. Gaya komunikasi elit politik yang menyebabkan masyarakat secara komunal menirunya, demi menunjukkan rasa dukungan secara moril atas dasar kesamaan nasib dan kesamaan keperjuangan, tanpa mengetahui teori gimmick atau rekayasa komunikasi tokoh elitnya.
Nurcholish Madjid pernah menyerukan kepada masyarakat untuk terus melakukan modernisasi dalam beragama, yakni mencoba menguatkan daya pikir rasional dan akal budi untuk mendekatkan diri kepada pemahaman keberagamaan secara kontekstual.
Dalil-dalil tata laksana agama selalu bisa dinalar oleh akal budi untu menciptakan hikmah dari aturan dasar kehidupan keberagamaan. Begitu aturan kehidupan keberagamaan dipahami secara rasional dan akal budi oleh seluruh masyarakat, maka perbedaan dalam ajaran agama akan dipahami sebagai dasar berpijak secara individu sementara kolektifitas keberagamaan akan ditemukan oleh jalur-jalur toleransi, saling menghargai, saling berkolaborasi untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Penulis adalah Ketua Badko HMI Sumatera Utara
© Copyright 2024, All Rights Reserved