Hak prerogatif seorang presiden dalam menentukan susunan menterinya saat ini tidak terlihat lagi. Hal ini menjadi efek dari kuatnya tekanan partai politik dalam setiap perubahan komposisi pembantu presiden tersebut.
Hal ini disampaikan pendiri Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardie dalan diskusi virtual dengan Tema "Reshuffle Kabinet: Inisial M dan Sowannya Nadiem ke Megawati" yang digelar oleh Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (21/4/2021).
"Sekarang ini kita bisa melihat presiden itu jadi mirip direktur, pergantian kabinetnya tergantung dari pemegang saham yaitu pimpinan-pimpinan parpol," katanya.
Kondisi ini menurut mantan Juru Bicara presiden era Gusdur ini sangat berbeda dengan saat Gusdur menjabat presiden. Saat itu menurutnya, reshuffle kabinet dapat terjadi sewaktu-waktu dan tanpa adanya ribut-ribut lewat wacana.
"Saat itu reshuffle bisa terjadi tiba-tiba. Menteri dipanggil, anda tidak perform jadi anda diganti. Itu yang namanya hak prerogatif, sekarangkan beda," ujarnya.
Kondisi sekarang ini menurut Adhie Massardi akan menimbulkan berbagai masalah. Sebab, performa seorang menteri yang tidak sesuai ekspektasi juga akan sulit di evaluasi. Ia memberikan contoh aksi sowan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim ke Megawati Soekarno Putri.
"Sebut saja kementerian pendidikan yang kini banyak disorot terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ). Meski berdasarkan penelitian menyebutkan 30 persen anak didik kesulitan dengan metode PJJ, namun kita tidak melihat adanya terobosan. Namun, sampai sekarang kita belum melihat apakah menterinya akan diganti atau tidak," ungkapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved