Persidangan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kepada terdakwa Kadis Kesehatan Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan kembali digelar dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (22/4).
Dalam persidangan tersebut, Tim Kuasa Hukum Alwi Mujahit Hasibuan yang dipimpin oleh Hasrul Benny Harahap menguraikan 7 poin ketidakcermatan jaksa dalam mendakwa Alwi Mujahit Hasibuan dalam kasus tersebut. Beberapa poin ketidakcermatan tersebut menurut mereka yakni
Pertama, tim kuasa hukum menilai surat dakwaan penuntut prematur, sebab dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum yang ditujukan kepada Alwi hanya berpatokan pada Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang lazimnya digunakan dalam Pengadaan Barang/Jasa dalam keadaan normal;
Kedua, Surat Dakwaan Penuntut umum Error in subjecto dikarenakan dalam uraiannya tidak menerangkan batas-batas kewenangan terdakwa selaku Pengguna Anggaran dan telah mencampuradukkan seluruh kewenangan dan tugas dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Lapangan (PPTK) dan Panitia Penerima Administrasi Hasil Pekerjaan terkait dengan pengadaan dalam perkara aquo sebagai tanggung jawab mutlak dari Pengguna Anggaran ;
Ketiga yakni surat dakwaan JPU tidak cermat dan tidak jelas dan tidak lengkat dalam menentukan siapa pihak-pihak yang dapat dikualifikasi sebagai pelaku tindak pidana secara bersama-sama. Keempat, Surat dakwaan JPU tidak berpedoman pada aturan pengadaan barang/jasa dalam keadaan darurat.
Kelima, Surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan sumber dan aliran dana yang diterima oleh terdakwa. Keenam, Surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas adn tidak lengkap karena memposisikan pengadaan barang/jasa dalam perkara ini layaknya seperti pengadaan barang/jasa yang murni berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Keenam, Surat dakwaah JPU tidak dapat menjadi acuan dasar dalam menetapkan kerugian keuangan negara karena perhitungan kerugian keuangan negara tersebut dibuat oleh auditor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, bukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Sebenarnya inti dalam kasus ini, pandangan kami sebagai penasehat hukum, ketidakcermatan jaksa itu dimana, ini kan situasi darurat kita sama-sama tau kok pada saat itu kita lagi ngapain dan juga banyak produk peraturan dalam bencana tersebut termasuk pengadaan barang dan jasa. Jadi bagaimana cara mendakwa orang dalam keadaan biasa normal terhadap situasi yang tidak normal itu sebenarnya paling utama dalam kasus ini,” kata Hasrul Benny saat ditemui usai persidangan.
Dari poin-poin tersebut kata Benny juga terlihat jika jaksa juga tidak cermat dalam menempatkan Alwi sebagai sosok yang harus menanggung semua tingkat kewenangan dalam pengadaan APD.
“Tingkat kewenangan, terdakwa ini pengguna anggaran, tugasnya sudah jelas diatur kan aneh semua ditimpakan kepada pengguna anggaran. jadi itu sebenarya yang jadi titik tekan kami dalam eksepsi kali ini,” ujarnya.
Dan yang paling menarik menurut Benny yakni soal kewenangan dalam menghitung kerugian negara.
“Soal kerugian negara sama-sama kita dengar, yang menghitung fakultas ekonomi dan bisnis universitas Tadulako, jauh sekali apa punya kewenangan. saya kira kawan-kawan juga taulah siapa yang punya kewenangan untuk melakukan audit,” ungkapnya.
Atas dasar inilah dalam persidangan Tim kuasa Hukum meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan membebaskan Alwi Hasibuan dari seluruh dakwaan.
“Poin-poin itu kami sangat optimis yakin dan berdoa, sudahlah kita dalam penegakan korupsi ini yang benar-benar aja. mohon doa suapya lancar dalam persidangan,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved