Bakal calon bupati di Pilkada Labuhanbatu dari kalangan independen, Suhari Pane mengaku sangat kaget dengan cara pandang masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada 2020. Ia kaget karena masyarakat menilai pilkada tidak efektif untuk memberikan perubahan bagi kehidupan mereka. "Saya kemarin turun ke masyarakat, kaget saya. Ada yang bilang, 'untuk apa masih ada pilkada? sudah tiga kali pilkada tidak ada perubahan yang kami rasakan'. Ini sangat memprihatinkan," katanya dalam diskusi "Ancaman Politik Uang: Peluang Korupsi dan Persepsi yang Keliru" yang digelar oleh Jaringan Demokrasi di Indonesia (JaDI) dan Yayasan Rumah Konstitusi Indonesia (YRKI), Rabu (19/8). Karena kondisi ini kata Suhari, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pilkada menjadi sangat rendah. Efek dari kondisi ini adalah mudahnya suara mereka 'dibeli' oleh para calon yang maju di Pilkada. "Mereka bilang sama saya, momen pilkada saat itulah mereka bisa menerima manfaat karena diberikan uang. Toh, pilkada atau tidak mereka tetap bernasib sama. Ini persepsi yang sangat berbahaya, dan ini persepsi ini yang ingin saya ubah," ujarnya. Suhari Pane yang berpasangan dengan Irwan Indra ini menjelaskan, butuh kerja keras untuk menyadarkan masyarakat Labuhanbatu bahwa memilih pemimpin berbasis program merupakan hal yang harus dilakukan. Sebab, hanya lewat program yang baiklah taraf hidup mereka akan mampu terangkat. "Konsepnya memang harus tepat dengan berbasis pada potensi yang ada pada masyarakat. Biarlah misalnya pengusaha tempe membeli kedelai dari kelompok petani di daerah ini, dan begitu juga pada konsep lainnya," ungkapnya. Diskusi ini diikuti oleh berbagai pembicara dari tokoh nasional seperti Nur Hidayat Sardini, Hadar Nafis Gumay, Baidul Hadi serta beberapa bakal calon kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada 2020 seperti Iwan Sembiring Depari, Asner Silalahi, Rahmat Sorialam Harahap, Atika Azmi Uttami Nasution, Direktur JaDI Sumut Nazir Salim Manik dan lainnya.[R]
Bakal calon bupati di Pilkada Labuhanbatu dari kalangan independen, Suhari Pane mengaku sangat kaget dengan cara pandang masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada 2020. Ia kaget karena masyarakat menilai pilkada tidak efektif untuk memberikan perubahan bagi kehidupan mereka. "Saya kemarin turun ke masyarakat, kaget saya. Ada yang bilang, 'untuk apa masih ada pilkada? sudah tiga kali pilkada tidak ada perubahan yang kami rasakan'. Ini sangat memprihatinkan," katanya dalam diskusi "Ancaman Politik Uang: Peluang Korupsi dan Persepsi yang Keliru" yang digelar oleh Jaringan Demokrasi di Indonesia (JaDI) dan Yayasan Rumah Konstitusi Indonesia (YRKI), Rabu (19/8). Karena kondisi ini kata Suhari, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pilkada menjadi sangat rendah. Efek dari kondisi ini adalah mudahnya suara mereka 'dibeli' oleh para calon yang maju di Pilkada. "Mereka bilang sama saya, momen pilkada saat itulah mereka bisa menerima manfaat karena diberikan uang. Toh, pilkada atau tidak mereka tetap bernasib sama. Ini persepsi yang sangat berbahaya, dan ini persepsi ini yang ingin saya ubah," ujarnya. Suhari Pane yang berpasangan dengan Irwan Indra ini menjelaskan, butuh kerja keras untuk menyadarkan masyarakat Labuhanbatu bahwa memilih pemimpin berbasis program merupakan hal yang harus dilakukan. Sebab, hanya lewat program yang baiklah taraf hidup mereka akan mampu terangkat. "Konsepnya memang harus tepat dengan berbasis pada potensi yang ada pada masyarakat. Biarlah misalnya pengusaha tempe membeli kedelai dari kelompok petani di daerah ini, dan begitu juga pada konsep lainnya," ungkapnya. Diskusi ini diikuti oleh berbagai pembicara dari tokoh nasional seperti Nur Hidayat Sardini, Hadar Nafis Gumay, Baidul Hadi serta beberapa bakal calon kepala daerah yang akan bertarung di Pilkada 2020 seperti Iwan Sembiring Depari, Asner Silalahi, Rahmat Sorialam Harahap, Atika Azmi Uttami Nasution, Direktur JaDI Sumut Nazir Salim Manik dan lainnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved