Jumlah kasus sengketa kebahasaan mengalami peningkatan drastis di tahun 2021 ini. Pada tahun 2020 tercatat sebanyak 11 kasus terjadi setiap bulannya.
Pada periode Januari hingga Maret 2021 sudah terjadi 45 kasus sengketa kebahasaan.
Hal ini disampaikan Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU) Maryanto pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun ‘Keadilan Restoratif dalam Perkara Bahasa dan Hukum’, di Hotel Emerald Garden, Jalan Kol Yos Sudarso Nomor 1 Medan, Kamis (1/4).
"Persoalan bahasa ini merupakan bagian penting dalam penegakan hukum di Indonesia, sengketa kebahasaan yang banyak terjadi adalah terkait dengan ujaran kebencian di ruang digital," katanya.
Kasubbid Bantuan Hukum Polda Sumut AKBP Ramles Napitupulu, mengatakan bahwa maraknya pelanggaran kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik atau kekerasan yang dilakukan dalam media sosial, telah memberikan kerugian pada pengguna yang lain. Juga dapat menimbulkan rasisme atau kebencian antarindividu maupun antarsuku, agama dan ras.
"Untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam media elektronik tersebut maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujarnya.
Ramles juga mengatakan bahwa maksud dari Undang-Undang ini adalah untuk mengantisipasi maraknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di media elektronik, serta mengatur batasan-batasan dalam beretika di internet, dengan harapan agar terjaga kesatuan dan keutuhan segenap bangsa Indonesia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved