Akademisi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Prof Dr Katimin mengatakan kesadaran mengenai kebhinekaan sangat diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Akan tetapi, menurutnya kesadaran mengenai kebhinekaan tersebut juga dapat menjadi keliru jika memunculkan hal-hal yang sifatnya segmentif. Hal ini disampaikannya dalam diskusi Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) "Merajut Kebhinekaan Mengokohkan Persatuan dan Kesatuan" yang digelar oleh KAMI Medan, di Hotel Emeral Garden, Minggu (13/9). "Kebhinekaan bukan hal yang baru, karena faktanya kita memang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari kita memang berbeda sehingga kita harus menghormati orang lain yang berbeda dengan kita tanpa meminta adanya perlakuan khusus bagi diri sendiri maupun golongan karena perbedaan yang ada," katanya. Prof Dr Katimin mengatakan, fenomena yang muncul belakangan ini tentang pemahaman kebhinekaan adalah apa yang disebutnya dengan kesadaran kebhinekaan yang segmentif. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini muncul seperti dengan adanya kost yang hanya menerima untuk agama tertentu. Memang menurutnya sejauh ini hal tersebut belum memunculkan persoalan yang besar. Akan tetapi, hal-hal kecil seperti ini lambat laun berpotensi memupun kesadaran akan kebhinekaan yang keliru. Bahkan adanya sikap-sikap yang memicu perlakuan ekslusif berdasarkan perbedaan-perbedaan dapat memperlebar cara pandang terhadap perbedaan yang ada. "Di negara-negara lain, perlakuan-perlakuan seperti ini memicu bentuk-bentuk rasial dimana ada pihak-pihak dari golongan tertentu yang ingin mendapat perlakuan khusus, dalam pelayanan harus didahulukan. Dan itu membuat adanya kasus-kasus kekerasan terhadap kaum tertentu," pungkasnya. Dalam hal seperti ini, kata Prof Dr Katimin, pemerintah harus menunjukkan ketegasannya dalam membuat aturan untuk menghilangkan potensi-potensi yang memicu perpecahan bangsa.[R]
Akademisi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Prof Dr Katimin mengatakan kesadaran mengenai kebhinekaan sangat diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Akan tetapi, menurutnya kesadaran mengenai kebhinekaan tersebut juga dapat menjadi keliru jika memunculkan hal-hal yang sifatnya segmentif. Hal ini disampaikannya dalam diskusi Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) "Merajut Kebhinekaan Mengokohkan Persatuan dan Kesatuan" yang digelar oleh KAMI Medan, di Hotel Emeral Garden, Minggu (13/9). "Kebhinekaan bukan hal yang baru, karena faktanya kita memang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari kita memang berbeda sehingga kita harus menghormati orang lain yang berbeda dengan kita tanpa meminta adanya perlakuan khusus bagi diri sendiri maupun golongan karena perbedaan yang ada," katanya. Prof Dr Katimin mengatakan, fenomena yang muncul belakangan ini tentang pemahaman kebhinekaan adalah apa yang disebutnya dengan kesadaran kebhinekaan yang segmentif. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini muncul seperti dengan adanya kost yang hanya menerima untuk agama tertentu. Memang menurutnya sejauh ini hal tersebut belum memunculkan persoalan yang besar. Akan tetapi, hal-hal kecil seperti ini lambat laun berpotensi memupun kesadaran akan kebhinekaan yang keliru. Bahkan adanya sikap-sikap yang memicu perlakuan ekslusif berdasarkan perbedaan-perbedaan dapat memperlebar cara pandang terhadap perbedaan yang ada. "Di negara-negara lain, perlakuan-perlakuan seperti ini memicu bentuk-bentuk rasial dimana ada pihak-pihak dari golongan tertentu yang ingin mendapat perlakuan khusus, dalam pelayanan harus didahulukan. Dan itu membuat adanya kasus-kasus kekerasan terhadap kaum tertentu," pungkasnya. Dalam hal seperti ini, kata Prof Dr Katimin, pemerintah harus menunjukkan ketegasannya dalam membuat aturan untuk menghilangkan potensi-potensi yang memicu perpecahan bangsa.© Copyright 2024, All Rights Reserved