Penguasaan teknologi informasi digital menjadi salah satu media paling efektif untuk melakukan penaklukan.
Hal ini bahkan jauh lebih efektif dibandingkan dengan perang konvensional lewat adu kekuatan senjata.
Atas dasar inilah, berbagai isu perang berkaitan dengan dinamika politik global diyakini akan lebih mengambil titik fokus pada penguasaan teknologi informasi dibanding dengan perang menggunakan senjata.
Demikian disampaikan Ketua Umum PP Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa saat memberi kuliah umum "Perdamaian yang Buruk, Perang yang Baik" yang digelar atas kerjasama Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik (IMADIP) FISIP USU dan Sekolah Kebangsaan Pemuda Indonesia (SKPI) di Ruang Teater FISIP USU, Jalan A Sofyan, Medan, Rabu (13/9/2023).
"Penaklukan bangsa saat ini sudah berbeda. Siapa yang menguasai informasi dia akan menguasai negara lain," katanya.
Saat ini penaklukan lewat penguasaan teknologi informasi ini sudah terlihat jelas. Data individu yang 'tanpa disadari' diserahkan ke platform digital kini sudah dimanfaatkan oleh pemilik platform digital tersebut untuk berbagai kepentingan termasuk penaklukan lewat bidang ekonomi.
"Kita memberikan data ke platform digital, oleh mereka data itu akan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan mulai dari kepentingan ekonomi (pasar) hingga kepentingan pertahanan keamanan. Mereka tau kita dimana, kebiasaan kita dan semuanya, itu kan luar biasa," ujarnya.
Hal ini disampaikan Teguh menanggapi salah satu pertanyaan mahasiswa berkaitan dengan normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dengan Israel yang dikhawatirkan memicu ketegangan berujung perang antara UEA dengan Iran. Meski pun Iran saat ini menjadi negara yang kuat karena memiliki sumber daya manusia yang baik seperti pada bidang kedokteran hingga memiliki kemampuan teknologi nuklir, namun Teguh melihat potensi perang konvensional tidak akan menjadi pilihan utama.
"Kekuatan yang dimiliki negara-negara yang mendapat sanksi global itu merupakan bonus dari sanksi itu sendiri bagi mereka. Mereka menjadi kuat karena mendapat sanksi, mereka bangkit dan harus berdiri sendiri karena tidak bisa berhubungan dengan negara luar. Semoga saja tidak ada perang konvensional," ungkapnya.
Kuliah umum di FISIP USU ini dihadiri CEO SKPI Dr Faisal Mahrawa, Direktur Eksekutif SKPI M Syafii Sitorus dan kalangan mahasiswa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved