Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi diberhentikan sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Di dalam putusan a quo, MKMK meminta dilakukan pemilihan Ketua MK dalam waktu 2x24 Jam.
Menanggapi hal itu, Politisi Partai Golkar Ahmad Irawan mengatakan bahwa MKMK bukanlah lembaga peradilan yang putusannya bersifat akhir dan mengikat (final and binding).
"MKMK hanya perangkat internal Mahkamah Konstitusi yang diberi wewenang oleh MK. Sifat finalnya tentu muncul setelah semua prosedur yang diatur oleh Mahkamah Konstitusi selesai," ujar Ahmad Irawan melalui keterangan tertulisnya yang diterima Kantor Berita Politik RMOLSumut, Rabu siang (8/11/2023).
Calon legislatif (Caleg) dari Partai Golkar Dapil Jatim V ini juga menjelaskan bahwa putusan MKMK berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi sendiri Pasal 44 Ayat (1) s/d Ayat (3) PMK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan sebagai suatu prosedur penegakan kode etik Hakim Konstitusi, Hakim Terlapor yang dijatuhi sanksi seperti Anwar Usman memiliki kesempatan dan hak untuk membela diri di hadapan sidang Majelis Kehormatan Banding.
"Jadi Anwar Usman selaku pihak yang diberi sanksi harusnya diberi kesempatan dulu membela diri untuk menggunakan haknya setelah diberhentikan sebagai Ketua MK," jelas Ahmad Irawan.
Jika, sambungnya, melepaskan haknya untuk banding dan membela diri dalam Majelis Kehormatan Banding, baru dilakukan pemilihan Ketua MK yang baru.
"Lain ceritanya jika Anwar Usman tidak melakukan banding dan sukarela berhenti sebagai Ketua MK," pungkas Ahmad Irawan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved