'Simsalabim' Parpol Jadi Kendala Firli Bahuri jadi Presiden

 Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri/RMOL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri/RMOL
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri/RMOL Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri/RMOL

Meski memiliki keunggulan tersendiri, namun peluang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi presiden diprediksi akan sulit.


Salah satu kendalanya adalah prosedur penentuan calon presiden oleh masing-masing partai politik yang masih terkesan terlalu instan bahkan lebih mengarah pada cara 'simsalabim'.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menanggapi hasil RMOL Vote yang menampilkan hasil Firli Bahuri berada diurutan kedua dengan perolehan pemilih sebanyak 13.833 dukungan atau 16,85 persen dari total 82.093 dukungan.

"Keunggulan Firli Bahuri dibandingkan para nominator lainnya adalah rekam jejak sebagai penegak hukum dan Ketua KPK," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/6).

Karena menurut Satyo, persoalan akut bangsa Indonesia adalah keadilan di depan hukum. Sosok Firli pun dianggap bisa menjawab persoalan tersebut.

"Namun realitas politik di Indonesia memiliki kenyataan berbeda, begitu juga harapan masyarakat sudah pasti akan terbentur dengan proses 'simsalabim' yang ada di parpol," kata Satyo.

Di mana, kata Satyo lagi, orang yang memiliki segala keunggulan untuk jadi presiden lebih sering dikalahkan oleh proses "kimiawi", yaitu dengan bungkus penjaringan oleh parpol.

"Sehingga pada akhirnya capres yang dicalonkan oleh parpol sebenarnya bukan berasal dari harapan masyarakat," pungkas Satyo.