Amburadul megaproyek pembangunan jalan dan jembatan bernilai Rp 2,7 triliun di Sumatera Utara harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Hal ini karena proyek multi years yang pendanaannya berasal dari APBD Sumatera Utara dipastikan tidak akan selesai sesuai target-target yang ditetapkan.
“Kami bisa pastikan bahwa pengerjaannya itu tidak akan selesai, karena banyak pelanggaran yang terjadi. Mulai dari pelanggaran administrasi hingga undang-undang,” kata Dewan Pembina Gapensi Sumut, TM Pardede saat memberikan keterangan bersama sejumlah tokoh dari asosiasi jasa konstruksi di Sumatera Utara seperti Erikson Tobing, Jimmy Simbolon, Ucok Cardon, Murniati Pasaribu dan sejumlah anak muda yang juga pengusaha jasa konstruksi seperti Steve Excel dan Ronald Sinaga, Jumat (24/11/2023).
TM Pardede menjelaskan, setelah munculnya pengumuman terhadap tender bernilai Rp 2,7 triliun tersebut dirinya langsung mendatangi dinas PUPR Sumut. Ia mempertanyakan alasan membuat proyek yang terletak pada puluhan titik tersebut dijadikan menjadi 1 paket. Sementara, pengerjaan proyek tersebut dipastikan harus melibatkan perusahaan dengan kualifikasi kecil, menengah dan besar.
“Apa urgensinya digabungkan menjadi satu paket?. Saya pernah usulakn agar ini dijadikan beberapa paket sesuai kualifikasinya sehingga ada paket yang bisa dikerjakan oleh pengusaha di Sumut, namun katanya kadis waktu itu Gubernur tidak setuju,” ujarnya.
Sementara itu, Ronald Sinaga mengatakan pemaksaan proyek ini digabungkan menjadi satu paket menunjukkan indikasi persekongkolan antara perusahaan PT Waskita Karya dengan pihak Pemprov Sumut dalam hal ini Dinas PUPR. Sebab, dalam persyaratannya perusahaan berstatus milik BUMN tersebut memenangkan tender padahal mereka hingga saat ini tidak dapat menunjukkan dana segar senilai Rp 1,4 triliun yang menjadi salah satu syarat untuk ikut tender.
“Dalam rapat dengar pendapat di DPRD Sumut, itu jelas terungkap dimana saat anggota dewan meminta mereka memaparkan progres pembangunan, mereka tidak dapat memaparkannya. Kemudian ketika kita minta menunjukkan dana awal senilai Rp 1,4 triliun, mereka juga tidak mampu menunjukkan. Artinya mereka juga tidak memiliki kualifikasi untuk ikut tender apalagi menang,” ungkapnya.
Karena itulah kata Ronald, masyarakat jasa konstruksi yang berasal dari berbagai asosiasi jasa konstruksi di Sumatera Utara akan membawa hal ini ke jalur hukum.
“Kita ingin semua yang memiliki tandatangan pada dokumen proyek ini untuk bertanggungjawab. Kita tinggal tunggu waktunya, karena data lengkap kami sudah punya untuk disampaikan kepada aparat penegak hukum,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved