Semangat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk menghilangkan "politik balas budi" akibat adanya mahar politik sebagai surat rekomendasi para calon kepala daerah, perlu diapresiasi dan didukung.
- Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW dalam Pemberantasan Korupsi
- Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina Rugikan Negara Rp2,1 Triliun
- Ketua KPK: Perdamaian Didorong Kepentingan dan Keinginan untuk Nyaman
Baca Juga
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menilai keinginan Firli Bahuri adalah bagian upaya pencegahan korupsi, khususnya dalam pembenahan sistem politik kekuasaan.
Dalam upaya pencegahan yang dilakukan, KPK ingin menghilangkan pemicu biaya dalam pemilu kepala daerah juga pilpres. Sebab, salah satu triggernya adalah Presidential Threshold (PT) 20 persen.
"Lingkaran setan korupsi itu bermula ketika adanya syarat pengajuan kandidat harus terpenuhinya keterwakilan 20 persen parpol dalam komposisi parlemen, maka terbuka peluang 'transaksional' meskipun tentunya pasti masih ada yang tidak seperti itu. Tapi sulit mendistorsi kondisi yang sudah terlanjur menjadi common sense setiap pilkada," kata Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (11/8).
Untuk itu, Satyo menilai, semangat Firli tersebut harus didukung semua kalangan, baik masyarakat, pemerintah dan para calon kepala daerah sendiri agar tidak adanya mahar politik.
Semangat Ketua KPK mesti menjadi semangat bersama untuk menghilangkan biaya yang timbul di awal kekuasan mulai terbentuk, sehingga otomatis meniadakan 'politik balas budi' atau yang sejenisnya.
“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ketua KPK sedang menjalankan strategi preemptive dalam pemberantasan korupsi yang sangat lekat dengan politik kekuasaan," pungkas Satyo.
- Geledah Kantor SYL, KPK Amankan Dokumen dan Barang Elektronik
- Usai Rumah Dinas SYL, KPK Lanjut "Obok-obok" Kantor Kementan
- KPK Amankan Uang Rp30 Miliar saat Geledah Rumah Dinas Mentan Syahrul Yasin Limpo