Iskandar menjelaskan sesuai PP nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berkompeten, keberadaan seseorang dengna profesi tertentu penting untuk disertifikasi. Dengan kata lain, seseorang layak menyandang status sebagai teknisi ponsel jika ia sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga berwenang atas profesinya tersebut. Kekhawatiran yang harus diperhatikan menurut iskandara karena ternyata hampir seluruh produsen ponsel yang menjual produknya dengan garansi perbaikan jika ada kerusakan dalam masa tertentu, justru teknisinya belum bersertifikasi.
\"Ini jelas menjadi ancaman baru bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah bisa dipastikan sebagai konsumen ponsel. Karena ternyata, ketika ponsel kita rusak, tidak satupun teknisi yang bersertifikasi k yang dipekerjakan oleh toko atau produsennya\" tegasnya.
Harusnya, lanjut pria bertubuh kecil ini, pemerintah sudah bisa mulai menyikapi peraturan tersebut. Apalagi keadaan ini bisa berdampak kerugian terhadap konsumen, terlebih dengan maraknya teknisi liar tak berlegalitas dan tidak memiliki kompeten, namun tetap bebas beraktivitas.
\"Sudah jelas UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut\" tandasnya.
Karena itu, pria yang kini maju sebagai Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Sumut 1 Nomor 4 ini mendesak aparat kepolisian untuk segera memprioritaskan antisipasi terhadap masalah ini sebelum menjadi pemicu masalah baru di masa depan.
\"Sama seperti yang saya katakan tadi, ini ancaman yang cukup berbahaya. Bagaimana seorang teknisi ponsel tanpa bersertifikat bisa menjalankan profesinya. Artinya, tak ada tanggungjawab etik dan hukum yang melekat kepadanya jika terjadi kerugian terhadap konsumen pemilik ponsel. Itu nyaris sama saja bisa disebut dengan teknisi ilegal. Ini sebaiknya jadi PR besar bagi aparat kepolisian. Tuntaskan masalah ini\" pungkasnya.[rgu]" itemprop="description"/>
Iskandar menjelaskan sesuai PP nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berkompeten, keberadaan seseorang dengna profesi tertentu penting untuk disertifikasi. Dengan kata lain, seseorang layak menyandang status sebagai teknisi ponsel jika ia sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga berwenang atas profesinya tersebut. Kekhawatiran yang harus diperhatikan menurut iskandara karena ternyata hampir seluruh produsen ponsel yang menjual produknya dengan garansi perbaikan jika ada kerusakan dalam masa tertentu, justru teknisinya belum bersertifikasi.
\"Ini jelas menjadi ancaman baru bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah bisa dipastikan sebagai konsumen ponsel. Karena ternyata, ketika ponsel kita rusak, tidak satupun teknisi yang bersertifikasi k yang dipekerjakan oleh toko atau produsennya\" tegasnya.
Harusnya, lanjut pria bertubuh kecil ini, pemerintah sudah bisa mulai menyikapi peraturan tersebut. Apalagi keadaan ini bisa berdampak kerugian terhadap konsumen, terlebih dengan maraknya teknisi liar tak berlegalitas dan tidak memiliki kompeten, namun tetap bebas beraktivitas.
\"Sudah jelas UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut\" tandasnya.
Karena itu, pria yang kini maju sebagai Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Sumut 1 Nomor 4 ini mendesak aparat kepolisian untuk segera memprioritaskan antisipasi terhadap masalah ini sebelum menjadi pemicu masalah baru di masa depan.
\"Sama seperti yang saya katakan tadi, ini ancaman yang cukup berbahaya. Bagaimana seorang teknisi ponsel tanpa bersertifikat bisa menjalankan profesinya. Artinya, tak ada tanggungjawab etik dan hukum yang melekat kepadanya jika terjadi kerugian terhadap konsumen pemilik ponsel. Itu nyaris sama saja bisa disebut dengan teknisi ilegal. Ini sebaiknya jadi PR besar bagi aparat kepolisian. Tuntaskan masalah ini\" pungkasnya.[rgu]"/>
Iskandar menjelaskan sesuai PP nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berkompeten, keberadaan seseorang dengna profesi tertentu penting untuk disertifikasi. Dengan kata lain, seseorang layak menyandang status sebagai teknisi ponsel jika ia sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga berwenang atas profesinya tersebut. Kekhawatiran yang harus diperhatikan menurut iskandara karena ternyata hampir seluruh produsen ponsel yang menjual produknya dengan garansi perbaikan jika ada kerusakan dalam masa tertentu, justru teknisinya belum bersertifikasi.
\"Ini jelas menjadi ancaman baru bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah bisa dipastikan sebagai konsumen ponsel. Karena ternyata, ketika ponsel kita rusak, tidak satupun teknisi yang bersertifikasi k yang dipekerjakan oleh toko atau produsennya\" tegasnya.
Harusnya, lanjut pria bertubuh kecil ini, pemerintah sudah bisa mulai menyikapi peraturan tersebut. Apalagi keadaan ini bisa berdampak kerugian terhadap konsumen, terlebih dengan maraknya teknisi liar tak berlegalitas dan tidak memiliki kompeten, namun tetap bebas beraktivitas.
\"Sudah jelas UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut\" tandasnya.
Karena itu, pria yang kini maju sebagai Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Sumut 1 Nomor 4 ini mendesak aparat kepolisian untuk segera memprioritaskan antisipasi terhadap masalah ini sebelum menjadi pemicu masalah baru di masa depan.
\"Sama seperti yang saya katakan tadi, ini ancaman yang cukup berbahaya. Bagaimana seorang teknisi ponsel tanpa bersertifikat bisa menjalankan profesinya. Artinya, tak ada tanggungjawab etik dan hukum yang melekat kepadanya jika terjadi kerugian terhadap konsumen pemilik ponsel. Itu nyaris sama saja bisa disebut dengan teknisi ilegal. Ini sebaiknya jadi PR besar bagi aparat kepolisian. Tuntaskan masalah ini\" pungkasnya.[rgu]"/>
Pengawasan terhadap teknisi handphone bersertifikasi menjadi sebuah kebutuhan ditengah tingginya angka penggunaan handphone ditengah masyarakat. Hal ini disampaikan pengamat sosial Iskandar HP Sitorus.
"Ini termasuk hal yang serius. Karena peran ponsel atau smartphone sekarang sudah mengeser posisi makanan pokok sebagai kebutuhan primer" ucapnya kepada wartawan usai membuka pelatihan teknisi ponsel yang digelarnya secara gratis di Medan, Jumat (11/1/2019).
Iskandar menjelaskan sesuai PP nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berkompeten, keberadaan seseorang dengna profesi tertentu penting untuk disertifikasi. Dengan kata lain, seseorang layak menyandang status sebagai teknisi ponsel jika ia sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga berwenang atas profesinya tersebut. Kekhawatiran yang harus diperhatikan menurut iskandara karena ternyata hampir seluruh produsen ponsel yang menjual produknya dengan garansi perbaikan jika ada kerusakan dalam masa tertentu, justru teknisinya belum bersertifikasi.
"Ini jelas menjadi ancaman baru bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah bisa dipastikan sebagai konsumen ponsel. Karena ternyata, ketika ponsel kita rusak, tidak satupun teknisi yang bersertifikasi k yang dipekerjakan oleh toko atau produsennya" tegasnya.
Harusnya, lanjut pria bertubuh kecil ini, pemerintah sudah bisa mulai menyikapi peraturan tersebut. Apalagi keadaan ini bisa berdampak kerugian terhadap konsumen, terlebih dengan maraknya teknisi liar tak berlegalitas dan tidak memiliki kompeten, namun tetap bebas beraktivitas.
"Sudah jelas UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut" tandasnya.
Karena itu, pria yang kini maju sebagai Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Sumut 1 Nomor 4 ini mendesak aparat kepolisian untuk segera memprioritaskan antisipasi terhadap masalah ini sebelum menjadi pemicu masalah baru di masa depan.
"Sama seperti yang saya katakan tadi, ini ancaman yang cukup berbahaya. Bagaimana seorang teknisi ponsel tanpa bersertifikat bisa menjalankan profesinya. Artinya, tak ada tanggungjawab etik dan hukum yang melekat kepadanya jika terjadi kerugian terhadap konsumen pemilik ponsel. Itu nyaris sama saja bisa disebut dengan teknisi ilegal. Ini sebaiknya jadi PR besar bagi aparat kepolisian. Tuntaskan masalah ini" pungkasnya.[rgu]
Pengawasan terhadap teknisi handphone bersertifikasi menjadi sebuah kebutuhan ditengah tingginya angka penggunaan handphone ditengah masyarakat. Hal ini disampaikan pengamat sosial Iskandar HP Sitorus.
"Ini termasuk hal yang serius. Karena peran ponsel atau smartphone sekarang sudah mengeser posisi makanan pokok sebagai kebutuhan primer" ucapnya kepada wartawan usai membuka pelatihan teknisi ponsel yang digelarnya secara gratis di Medan, Jumat (11/1/2019).
Iskandar menjelaskan sesuai PP nomor 10 tahun 2018 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sebagaimana diamanatkan dalam UU no 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berkompeten, keberadaan seseorang dengna profesi tertentu penting untuk disertifikasi. Dengan kata lain, seseorang layak menyandang status sebagai teknisi ponsel jika ia sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan lembaga berwenang atas profesinya tersebut. Kekhawatiran yang harus diperhatikan menurut iskandara karena ternyata hampir seluruh produsen ponsel yang menjual produknya dengan garansi perbaikan jika ada kerusakan dalam masa tertentu, justru teknisinya belum bersertifikasi.
"Ini jelas menjadi ancaman baru bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah bisa dipastikan sebagai konsumen ponsel. Karena ternyata, ketika ponsel kita rusak, tidak satupun teknisi yang bersertifikasi k yang dipekerjakan oleh toko atau produsennya" tegasnya.
Harusnya, lanjut pria bertubuh kecil ini, pemerintah sudah bisa mulai menyikapi peraturan tersebut. Apalagi keadaan ini bisa berdampak kerugian terhadap konsumen, terlebih dengan maraknya teknisi liar tak berlegalitas dan tidak memiliki kompeten, namun tetap bebas beraktivitas.
"Sudah jelas UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut" tandasnya.
Karena itu, pria yang kini maju sebagai Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra untuk DPR RI dari Dapil Sumut 1 Nomor 4 ini mendesak aparat kepolisian untuk segera memprioritaskan antisipasi terhadap masalah ini sebelum menjadi pemicu masalah baru di masa depan.
"Sama seperti yang saya katakan tadi, ini ancaman yang cukup berbahaya. Bagaimana seorang teknisi ponsel tanpa bersertifikat bisa menjalankan profesinya. Artinya, tak ada tanggungjawab etik dan hukum yang melekat kepadanya jika terjadi kerugian terhadap konsumen pemilik ponsel. Itu nyaris sama saja bisa disebut dengan teknisi ilegal. Ini sebaiknya jadi PR besar bagi aparat kepolisian. Tuntaskan masalah ini" pungkasnya.[rgu]