Perpanjangan masa pendaftaran peserta seleksi calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumatertara yang akan dilakukan oleh tim seleksi mendapat kritikan dari kalangan akademisi.
Pengamat politik yang juga Sekretaris Magister Politik FISIP Universitas Sumatera Utara, Bengkel Ginting menilai ada keanehan tim seleksi dalam memahami kuota perempuan sebesar 30 persen.
“Aneh tim seleksi Bawaslu Sumut harus memperpanjang pendaftaran karena alasan perempuan yang mendaftar tidak mencapai kuota 30 persen. Yang penting itu, jumlah calon yang mereka seleksi nanti agar terakomodir 30 persen perempuan. Aneh cara mereka memahami UU dan Perbawaslu,” katanya kepada RMOLSumut, Sabtu (6/5/2023)
Bengkel Ginting mengatakan pola rekrutmen penyelenggara pemilu membuat kualitas demokrasi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal ini dimulai dari sistem rekrutmen para calon penyelenggara pemilu baik Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Ada semacan hutang budi komisioner pusat terhadap parpol waktu voting pemilihan mereka di Komisi II DPR RI. Bagaikan bola salju berdampak pada vested of interest parpol dalam rekrutmen Timsel KPU Provinsi, Kabupaten/kota, PPK dan PPS,” kata pengamat politik Universitas Sumatera Utara, Bengkel Ginting, Sabtu (6/5/2023).
Akademisi yang menjabat Sekretaris Magister Ilmu Politik FISIP USU ini menjelaskan, ada 3 model penyelengara pemilu di dunia saat ini yakni model independen, model pemerintah dan campuran. Pasca reformasi, pemilu di Indonesia disebut menganut model independen. Namun proses rekrutmen ini penyelenggara pemilu yang masih dicampuri oleh partai politik membuat independensi tersebut menjadi sangat diragukan.
"Kondisi ini akan berdampak terhadap indikator kualitas demokrasi dilihat dari pola rekrutmen penyelenggara pemilu. Kecendrungan sangat menonjol tahun ini ketika KPU dan Bawaslu RI tidak lagi secara terbuka merekrut Timsel,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved