Minimnya peserta yang mendaftar untuk menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terjadi karena banyak faktor.
Selain faktor independensi tim seleksi yang belakangan kerap selalu menjadi pembicaraan dalam setiap momen-momen seleksi calon komisioner, beberapa faktor lain juga sangat berpengaruh.
Demikian disampaikan pengamat politik Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr Bakhrul Khair Amal menyikapi data pendaftar calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI yang masih minim, dimana hingga Senin (1/11/2021) lalu pendaftar calon anggota KPU tercatat sebanyak 38 orang, terdiri dari 31 laki-laki dan 7 perempuan. Sementara untuk pendaftar calon anggota Bawaslu sebanyak 28 orang, terdiri dari 25 laki-laki dan 3 perempuan.
"Ada keraguan terhadap integritas tim seleksi. Karena apa pun ceritanya, proses itu akan menentukan hasil akhir," katanya kepada RMOLSumut, Rabu (3/11/2021).
Bakhrul menjelaskan, rekrutmen calon penyelenggara pemilu merupakan agenda yang sangat krusial mengingat mereka nantinya bekerja menyelenggarakan agenda politik yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan. Hal inilah yang membuat proses ini kerap diidentikkan dengan campur tangan dan intervensi para pihak terkait yang akan bertarung dalam agenda politik tersebut.
"Tantangan ini sebenarnya yang harus dijawab. Ketika indikasi campur tangan dan intervensi itu begitu kuat, maka orang-orang yang memiliki integritas tinggi tidak akan mau ikut," ujarnya.
Melepaskan diri dari dugaan-dugaan adanya campur tangan dan intervensi ini sendiri menurut Bakhrul sangat penting untuk dijawab oleh tim seleksi. Salah satu cara efektif yakni melakukan rasionalisasi persyaratan bagi calon peserta. Ia mencontohkan, rekomendasi dari kalangan dan kelompok tertentu terhadap calon peserta merupakan salah satu persoalan yang rawan membuat peserta diklaim menjadi wakil mereka dan bukan menjadi dirinya sendiri.
"Sebaiknya rekomendasi-rekomendasi itu tak perlu dari siapa pun. Biarlah peserta itu dinilai dari kapasitasnya sendiri. Karena begitu dia direkomendasikan oleh kelompok tertentu, maka akan menjadi hutang budi. Itu akan berujung politis," ungkapnya.
Identitas yang didasarkan pada irisan kelompok masing-masing anggota tim seleksi juga menurutnya menjadi persoalan lain yang membuat dugaan unsur politis sangat kuat dalam proses rekrutmen KPU dan Bawaslu ini sangat kental. Belum lagi penilaian-penilaian yang pada akhirnya tidak diungkapkan secara transparan.
"Jadi memang banyak persoalan yang harus dipahami dalam proses ini. Namun sayangnya, ini sepertinya sudah menjadi hal yang dianggap lazim. Padahal proses inilah yang akan menentukan hasil nantinya. Sebut saja misalnya, apakah nilai dari masing-masing peserta akan dibuka transparan sesaat setelah ujian hingga apa rumusan seseorang agar menang?. Kalau itu bisa dilakukan terbuka, silahkan umumkan dari sekarang. Saya yakin itu akan membuat proses ini diminati," demikian Bakhrul Khair Amal.
© Copyright 2024, All Rights Reserved