Padian menjelaskan, jika simulasi pemadaman listrik terjadi minimal 1 jam, konsumen akan mendapatkan kompensasi 100�ri tagihan sebelumnya bahkan kalau tagihan rekening sama atau lebih kecil dari tagihan bulan lalu, maka artinya pelanggan digratiskan tagihan rekening pada bulan berjalan. Begitu seterusnya, hingga skema hitungan jam tertentu mencapai kompensasi maksimal 300%, tentu kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan akan terpenuhi.
\"Kompensasi pemadaman listrik hingga 300% harus juga dilakukan kajian agar bisa diterapkan apabila terjadi pemadaman dialami pelanggan, jangan kemudian PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi karena dampak dari pemadaman listrik tidak hanya satu orang dua orang saja, tetapi pada satu area pelayanan yang jumlahnya banyak,\" ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika sampai Permen ESDM 27 Tahun 2017 yang direvisi menjadi peraturan yang tidak dapat diterapkan karena PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi akibat memungkinkan korban dalam jumlah besar dengan ganti rugi yang besar juga.
 Disinilah menurutnya perlu dicurigai karena bisa saja PLN akan kejar target pendapatan untuk mencukupi biaya talangan kompensasi pemadaman listrik dari peningkatan target operasi (TO) P2TL yang pada sisi lain menjadi momok yang menakutkan bagi pelanggan.
\"Karena operasi P2TL PLN dianggap tidak berkeadilan dan tidak transparan. Bagaimana mungkin selama ini PLN melakukan tugas ganda yaitu penindakan, penuntutan dan eksekutor terhadap pelanggan yang dituduh mencuri listrik dan disuruh membayar tagihan susulan yang dihitung sendiri oleh PLN,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Padian menjelaskan, jika simulasi pemadaman listrik terjadi minimal 1 jam, konsumen akan mendapatkan kompensasi 100�ri tagihan sebelumnya bahkan kalau tagihan rekening sama atau lebih kecil dari tagihan bulan lalu, maka artinya pelanggan digratiskan tagihan rekening pada bulan berjalan. Begitu seterusnya, hingga skema hitungan jam tertentu mencapai kompensasi maksimal 300%, tentu kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan akan terpenuhi.
\"Kompensasi pemadaman listrik hingga 300% harus juga dilakukan kajian agar bisa diterapkan apabila terjadi pemadaman dialami pelanggan, jangan kemudian PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi karena dampak dari pemadaman listrik tidak hanya satu orang dua orang saja, tetapi pada satu area pelayanan yang jumlahnya banyak,\" ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika sampai Permen ESDM 27 Tahun 2017 yang direvisi menjadi peraturan yang tidak dapat diterapkan karena PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi akibat memungkinkan korban dalam jumlah besar dengan ganti rugi yang besar juga.
 Disinilah menurutnya perlu dicurigai karena bisa saja PLN akan kejar target pendapatan untuk mencukupi biaya talangan kompensasi pemadaman listrik dari peningkatan target operasi (TO) P2TL yang pada sisi lain menjadi momok yang menakutkan bagi pelanggan.
\"Karena operasi P2TL PLN dianggap tidak berkeadilan dan tidak transparan. Bagaimana mungkin selama ini PLN melakukan tugas ganda yaitu penindakan, penuntutan dan eksekutor terhadap pelanggan yang dituduh mencuri listrik dan disuruh membayar tagihan susulan yang dihitung sendiri oleh PLN,\" pungkasnya."/>
Padian menjelaskan, jika simulasi pemadaman listrik terjadi minimal 1 jam, konsumen akan mendapatkan kompensasi 100�ri tagihan sebelumnya bahkan kalau tagihan rekening sama atau lebih kecil dari tagihan bulan lalu, maka artinya pelanggan digratiskan tagihan rekening pada bulan berjalan. Begitu seterusnya, hingga skema hitungan jam tertentu mencapai kompensasi maksimal 300%, tentu kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan akan terpenuhi.
\"Kompensasi pemadaman listrik hingga 300% harus juga dilakukan kajian agar bisa diterapkan apabila terjadi pemadaman dialami pelanggan, jangan kemudian PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi karena dampak dari pemadaman listrik tidak hanya satu orang dua orang saja, tetapi pada satu area pelayanan yang jumlahnya banyak,\" ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika sampai Permen ESDM 27 Tahun 2017 yang direvisi menjadi peraturan yang tidak dapat diterapkan karena PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi akibat memungkinkan korban dalam jumlah besar dengan ganti rugi yang besar juga.
 Disinilah menurutnya perlu dicurigai karena bisa saja PLN akan kejar target pendapatan untuk mencukupi biaya talangan kompensasi pemadaman listrik dari peningkatan target operasi (TO) P2TL yang pada sisi lain menjadi momok yang menakutkan bagi pelanggan.
\"Karena operasi P2TL PLN dianggap tidak berkeadilan dan tidak transparan. Bagaimana mungkin selama ini PLN melakukan tugas ganda yaitu penindakan, penuntutan dan eksekutor terhadap pelanggan yang dituduh mencuri listrik dan disuruh membayar tagihan susulan yang dihitung sendiri oleh PLN,\" pungkasnya."/>
Rencana revisi Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 terkait pemberian kompensasi dan ganti rugi pemadaman listrik yang mengatur kompensasi hingga 300% dari bulan sebelumnya patut diapresiasi, karena mendorong PLN untuk meningkatkan pelayanan menjadi lebih baik dengan tetap menjaga kehandalan suplai listrik secara berkesinambungan. Besarnya kompensasi yang akan diterima pelanggan akan memaksa PLN terhindar dari kewajiban memberikan kompensasi dengan tidak melakukan pemadaman.
Hal ini disampaikan sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi Siregar terkait revisi peraturan menteri tersebut.
"Angin segarnya ini akan membuat pelanggan listrik akan semakin terjamin layanannnya," katanya, Selasa (13/8/2019).
Padian menjelaskan, jika simulasi pemadaman listrik terjadi minimal 1 jam, konsumen akan mendapatkan kompensasi 100% dari tagihan sebelumnya bahkan kalau tagihan rekening sama atau lebih kecil dari tagihan bulan lalu, maka artinya pelanggan digratiskan tagihan rekening pada bulan berjalan. Begitu seterusnya, hingga skema hitungan jam tertentu mencapai kompensasi maksimal 300%, tentu kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan akan terpenuhi.
"Kompensasi pemadaman listrik hingga 300% harus juga dilakukan kajian agar bisa diterapkan apabila terjadi pemadaman dialami pelanggan, jangan kemudian PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi karena dampak dari pemadaman listrik tidak hanya satu orang dua orang saja, tetapi pada satu area pelayanan yang jumlahnya banyak," ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika sampai Permen ESDM 27 Tahun 2017 yang direvisi menjadi peraturan yang tidak dapat diterapkan karena PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi akibat memungkinkan korban dalam jumlah besar dengan ganti rugi yang besar juga.
Disinilah menurutnya perlu dicurigai karena bisa saja PLN akan kejar target pendapatan untuk mencukupi biaya talangan kompensasi pemadaman listrik dari peningkatan target operasi (TO) P2TL yang pada sisi lain menjadi momok yang menakutkan bagi pelanggan.
"Karena operasi P2TL PLN dianggap tidak berkeadilan dan tidak transparan. Bagaimana mungkin selama ini PLN melakukan tugas ganda yaitu penindakan, penuntutan dan eksekutor terhadap pelanggan yang dituduh mencuri listrik dan disuruh membayar tagihan susulan yang dihitung sendiri oleh PLN," pungkasnya.
Rencana revisi Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 terkait pemberian kompensasi dan ganti rugi pemadaman listrik yang mengatur kompensasi hingga 300% dari bulan sebelumnya patut diapresiasi, karena mendorong PLN untuk meningkatkan pelayanan menjadi lebih baik dengan tetap menjaga kehandalan suplai listrik secara berkesinambungan. Besarnya kompensasi yang akan diterima pelanggan akan memaksa PLN terhindar dari kewajiban memberikan kompensasi dengan tidak melakukan pemadaman.
Hal ini disampaikan sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi Siregar terkait revisi peraturan menteri tersebut.
"Angin segarnya ini akan membuat pelanggan listrik akan semakin terjamin layanannnya," katanya, Selasa (13/8/2019).
Padian menjelaskan, jika simulasi pemadaman listrik terjadi minimal 1 jam, konsumen akan mendapatkan kompensasi 100% dari tagihan sebelumnya bahkan kalau tagihan rekening sama atau lebih kecil dari tagihan bulan lalu, maka artinya pelanggan digratiskan tagihan rekening pada bulan berjalan. Begitu seterusnya, hingga skema hitungan jam tertentu mencapai kompensasi maksimal 300%, tentu kompensasi atas kerugian yang dialami pelanggan akan terpenuhi.
"Kompensasi pemadaman listrik hingga 300% harus juga dilakukan kajian agar bisa diterapkan apabila terjadi pemadaman dialami pelanggan, jangan kemudian PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi karena dampak dari pemadaman listrik tidak hanya satu orang dua orang saja, tetapi pada satu area pelayanan yang jumlahnya banyak," ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika sampai Permen ESDM 27 Tahun 2017 yang direvisi menjadi peraturan yang tidak dapat diterapkan karena PLN tidak punya kemampuan membayar kompensasi akibat memungkinkan korban dalam jumlah besar dengan ganti rugi yang besar juga.
Disinilah menurutnya perlu dicurigai karena bisa saja PLN akan kejar target pendapatan untuk mencukupi biaya talangan kompensasi pemadaman listrik dari peningkatan target operasi (TO) P2TL yang pada sisi lain menjadi momok yang menakutkan bagi pelanggan.
"Karena operasi P2TL PLN dianggap tidak berkeadilan dan tidak transparan. Bagaimana mungkin selama ini PLN melakukan tugas ganda yaitu penindakan, penuntutan dan eksekutor terhadap pelanggan yang dituduh mencuri listrik dan disuruh membayar tagihan susulan yang dihitung sendiri oleh PLN," pungkasnya.