Tren harga CPO belakangan ini terus menunjukkan kurva menurun. Kalau sepekan yang lalu CPO masih mampu bertengger di angka 3.400-an ringgit per ton, saat ini harga CPO anjlok mendekati 3.200 ringgit per tonnya.
Pemicu pelemahan harga CPO datang dari ekspektasi konsumsi yang menurun seiring lockdown yang diberlakukan di banyak negara khususnya di China.
Penurunan harga CPO ini nantinya akan menghantam harga TBS di tingkat petani.
"Jadi petani sawit diharapkan bersiap untuk melihat benturan harga TBS yang akan direvisi kea rah yang lebih rendah. Dan tentunya penurunan tersebut akan merugikan banyak petani kita," kata pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin, Jumat (22/1).
Pada bulan januari ini, harga CPO sempat naik medekati 4000 ringgit per ton. Namun, penyebaran covid 19 yang kian ganas ternyata ikut menjadi pemicu penurunan permintaan CPO tersebut.
"Saya menilai CPO masih akan berpeluang untuk turun kembali hingga perayaan tahun baru China usai nantinya," sebutnya.
Bulan depan akan ada libur panjang di China. Namun sayang yang dikuatirkan adalah saat liburan justru covid 19 berpeluang untuk kembali memakan banyak korban jiwa.
"Jadi hingga maret saya justru melihat potensi harga CPO akan berada dalam titik kritis dan trennya akan turun. Ini yang harus menjadi catatan bvagi kita semua," tambahnya.
Walau demikian kita berharap harga CPO bisa bertahan di atas 3000 ringgit per tonnya. Hal yang memungkinkan terjadinya kenaikan harga lanjutan adalah faktor cuaca. Cuaca yang kurang begitu mendukung produktifitas tanaman sawit justru akan membuat harganya naik. Akan tetapi kenaikannya juga harus dikompensasi dengan penurunan omset dari sisi kuantitas.
Dan yang paling penting adalah adanya ekspektasi pada pemulihan ekonomi dunia. Sejauh ini ekspektasi awal bahwa tahun 2021 akan adanya pemulihan dan ekonomi global bisa tumbuh positif.
"Namun belakangan terus direvisi dengan angka yang lebih rendah. Ini juga bisa membuat harga CPO susah untuk naik nantinya," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved