Penertiban izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) di Desa Kisar, Kecamatan Pantai Cermin berpotensi memicu konflik sosial. IUPHKm yang tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bernomor SK.5343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/8/2018 tersebut dikeluarkan untuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Naga Jaya. Ironisnya, lahan yang sama ternyata telah terlebih dahulu dikuasai oleh PT Lubuk Naga sejak 1987. Keberadaan PT Lubuk Naga di Tanah Deli persisnya Desa Naga Kisar Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) bahkan diakui oleh Ahmad yang kini menjabat sebagai Kepala Desa. Menurutnya, sejak tahun 1987 PT Lubuk Naga beroperasional di Desa Naga Kisar. Bahkan, sang kakeknya diketahuinya menjual sebidang tanah untuk ganti rugi kepada perusahaan tambak udang tersebut. Pengakuan ini disampaikan Kades Naga Kisar, Ahmad didepan Muspika Kecamatan Pantai Cermin saat melakukan mediasi perselisihan antara PT Lubuk Naga dan Gapoktan Naga Jaya pada 23 April 2020 lalu yang dihadiri oleh Camat Pantai Cermin Aminuddin, mewakili Danramil, mewakili Kapolsek Pantai Cermin maupun tokoh masyarakat dan agama Desa Naga Kisar serta kedua belah pihak yang dikabarkan berselisih. Ahmad menambahkan, bukan hanya kakeknya yang saat itu menjual sebidang tanah ke PT Lubuk Naga, juga masyarakat ikut menjual lahannya kepada perusahaan tersebut. "Semua lahan masyarakat yang saat ini dikuasai PT Lubuk Naga telah dibayarkan ganti ruginya," beber Ahmad. Pihak PT Lubuk Naga sendiri mengaku heran dengan terbitnya IUPHKm Gapoktan di atas lahan yang sudah diganti rugi dan dikelola perusahaan mereka. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi gejolak antara pihak Gapoktar dengan perusahaan dan para warga yang menjadi petani binaan perusahaan termasuk 1.500 karyawan mereka. "Lahan yang saat ini dikuasai PT Lubuk Naga sedang bersengketa di ranah hukum. Padahal perusahaan yang sudah beroperasi sejak tahun 1987 ini memiliki berbagai izin dan legalitas mulai dari Camat, Bupati, Gubernur, Direktur Jendral Kementerian sampai tingkat Menteri. Saat ini lahan milik PT Lubuk Naga sedang dikelola oleh Yayasan Apindo Sumatera Utara (YASU)," sebutnya. Suryadi mewakili YASU menjelaskan, sejauh ini belum ada permasalahan yang terjadi. "Kini, kami sedang mendata melalui administrasi untuk penertibannya. Sebagai pemilik lahan saat ini PT Lubuk Naga diakui taat kepada pemerintah melalui pembayaran PBB. Secara legalitas perdata masih diakui sebagai pemilik. Jadi jangan hanya dengan satu keputusan terkait dengan izin Gapoktan mengabaikan hak keperdataan perusahaan dan izin-izin yang telah dimiliki perusakan," bebernya. Seiring berjalannya waktu, kehadiran Gapoktan Naga Jaya di Desa Naga Kisar dinilai telah mengganggu para petani binaan YASU, dengan masuk tanpa koordinasi dan mengambil lahan yang sedang dikelola petani. Dikhawatirkan Suryadi, jika petani merasa terganggu ditakutkan akan terjadi perselisihan di lapangan. Di lain pihak, Gapoktan Naga Jaya yang diwakili ketua Suondo Bambang Harianto mengungkapkan, pihaknya mendapat mandat pengelolaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018. "Kami (Gapoktan) hanya menerima SK, tidak mempunyai wewenang untuk berkomunikasi dengan pihak PT Lubuk Naga dan YASU. Kami hanya dapat berkomunikasi dengan KPH," sebutnya. Pertemuan ini sendiri tidak membuahkan hasil. Pihak Muspika Pantai Cermin meminta agar kedua belah pihak saling menjaga keamanan dan ketertiban sembari menunggu putusan hukum terkait sengketa yang terjadi. "Untuk itu, diharapkan agar saling menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Desa Naga Kisar. Jangan sampai terjadi gesekan di lapangan antara kedua belah pihak," kata Camat Pantai Cermin, Aminuddin. Terpisah, Sekretaris Wilayah Sumatera Konfederasi SBSI (KSBSI), Arsula Gultom yang dimintai tanggapannya, Senin (27/4/2020), sangat menyayangkan terbitnya izin IUPHkm Gapoktan di atas lahan perusahaan yang telah beroperasi puluhan tahun dan akan mengancam kelangsungan jalannya perusahaan dan pada akhirnya akan mengancam nasib para pekerja perusahaan dan keluarganya. "Ini loh ribuan orang tergantung kehidupannya pada perusahaan. Jadi tolonglah pemerintah (dalam hal ini Kementerian Kehutanan) jangan mengganggu perusahaan dan para pekerja di saat wabah Covid-19 ini. Jangan timbulkan keresahan dan gejolak potensi PHK dengan mengeluarkan IUPHkm Gapoktan tanpa melihat fakta di lapangan. Kok tidak terlihat perusahaan begitu besar sudah berdiri di atasnya dan mempekerjakan ribuan pekerja masyarakat setempat pada saat melakukan telaah / survey lapangan," ucapnya kepada awak media. Menurutnya, proses terbitnya IUPHkm Gapoktan Naga Jaya ini aneh sekali dan terlihat ada keganjalan. Dan terkait hal ini, untuk melindungi para pekerja dan keluarganya. "Kami telah menyurati Presiden Jokowi dan beberapa kementerian serta lembaga terkait," beber Arsula.[r]
Penertiban izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) di Desa Kisar, Kecamatan Pantai Cermin berpotensi memicu konflik sosial. IUPHKm yang tertuang dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bernomor SK.5343/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/8/2018 tersebut dikeluarkan untuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Naga Jaya. Ironisnya, lahan yang sama ternyata telah terlebih dahulu dikuasai oleh PT Lubuk Naga sejak 1987. Keberadaan PT Lubuk Naga di Tanah Deli persisnya Desa Naga Kisar Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) bahkan diakui oleh Ahmad yang kini menjabat sebagai Kepala Desa. Menurutnya, sejak tahun 1987 PT Lubuk Naga beroperasional di Desa Naga Kisar. Bahkan, sang kakeknya diketahuinya menjual sebidang tanah untuk ganti rugi kepada perusahaan tambak udang tersebut. Pengakuan ini disampaikan Kades Naga Kisar, Ahmad didepan Muspika Kecamatan Pantai Cermin saat melakukan mediasi perselisihan antara PT Lubuk Naga dan Gapoktan Naga Jaya pada 23 April 2020 lalu yang dihadiri oleh Camat Pantai Cermin Aminuddin, mewakili Danramil, mewakili Kapolsek Pantai Cermin maupun tokoh masyarakat dan agama Desa Naga Kisar serta kedua belah pihak yang dikabarkan berselisih. Ahmad menambahkan, bukan hanya kakeknya yang saat itu menjual sebidang tanah ke PT Lubuk Naga, juga masyarakat ikut menjual lahannya kepada perusahaan tersebut. "Semua lahan masyarakat yang saat ini dikuasai PT Lubuk Naga telah dibayarkan ganti ruginya," beber Ahmad. Pihak PT Lubuk Naga sendiri mengaku heran dengan terbitnya IUPHKm Gapoktan di atas lahan yang sudah diganti rugi dan dikelola perusahaan mereka. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi gejolak antara pihak Gapoktar dengan perusahaan dan para warga yang menjadi petani binaan perusahaan termasuk 1.500 karyawan mereka. "Lahan yang saat ini dikuasai PT Lubuk Naga sedang bersengketa di ranah hukum. Padahal perusahaan yang sudah beroperasi sejak tahun 1987 ini memiliki berbagai izin dan legalitas mulai dari Camat, Bupati, Gubernur, Direktur Jendral Kementerian sampai tingkat Menteri. Saat ini lahan milik PT Lubuk Naga sedang dikelola oleh Yayasan Apindo Sumatera Utara (YASU)," sebutnya. Suryadi mewakili YASU menjelaskan, sejauh ini belum ada permasalahan yang terjadi. "Kini, kami sedang mendata melalui administrasi untuk penertibannya. Sebagai pemilik lahan saat ini PT Lubuk Naga diakui taat kepada pemerintah melalui pembayaran PBB. Secara legalitas perdata masih diakui sebagai pemilik. Jadi jangan hanya dengan satu keputusan terkait dengan izin Gapoktan mengabaikan hak keperdataan perusahaan dan izin-izin yang telah dimiliki perusakan," bebernya. Seiring berjalannya waktu, kehadiran Gapoktan Naga Jaya di Desa Naga Kisar dinilai telah mengganggu para petani binaan YASU, dengan masuk tanpa koordinasi dan mengambil lahan yang sedang dikelola petani. Dikhawatirkan Suryadi, jika petani merasa terganggu ditakutkan akan terjadi perselisihan di lapangan. Di lain pihak, Gapoktan Naga Jaya yang diwakili ketua Suondo Bambang Harianto mengungkapkan, pihaknya mendapat mandat pengelolaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018. "Kami (Gapoktan) hanya menerima SK, tidak mempunyai wewenang untuk berkomunikasi dengan pihak PT Lubuk Naga dan YASU. Kami hanya dapat berkomunikasi dengan KPH," sebutnya. Pertemuan ini sendiri tidak membuahkan hasil. Pihak Muspika Pantai Cermin meminta agar kedua belah pihak saling menjaga keamanan dan ketertiban sembari menunggu putusan hukum terkait sengketa yang terjadi. "Untuk itu, diharapkan agar saling menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Desa Naga Kisar. Jangan sampai terjadi gesekan di lapangan antara kedua belah pihak," kata Camat Pantai Cermin, Aminuddin. Terpisah, Sekretaris Wilayah Sumatera Konfederasi SBSI (KSBSI), Arsula Gultom yang dimintai tanggapannya, Senin (27/4/2020), sangat menyayangkan terbitnya izin IUPHkm Gapoktan di atas lahan perusahaan yang telah beroperasi puluhan tahun dan akan mengancam kelangsungan jalannya perusahaan dan pada akhirnya akan mengancam nasib para pekerja perusahaan dan keluarganya. "Ini loh ribuan orang tergantung kehidupannya pada perusahaan. Jadi tolonglah pemerintah (dalam hal ini Kementerian Kehutanan) jangan mengganggu perusahaan dan para pekerja di saat wabah Covid-19 ini. Jangan timbulkan keresahan dan gejolak potensi PHK dengan mengeluarkan IUPHkm Gapoktan tanpa melihat fakta di lapangan. Kok tidak terlihat perusahaan begitu besar sudah berdiri di atasnya dan mempekerjakan ribuan pekerja masyarakat setempat pada saat melakukan telaah / survey lapangan," ucapnya kepada awak media. Menurutnya, proses terbitnya IUPHkm Gapoktan Naga Jaya ini aneh sekali dan terlihat ada keganjalan. Dan terkait hal ini, untuk melindungi para pekerja dan keluarganya. "Kami telah menyurati Presiden Jokowi dan beberapa kementerian serta lembaga terkait," beber Arsula.[r]© Copyright 2024, All Rights Reserved