Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menunjukkan sifat aslinya sebagai sosok yang munafik dan tidak ingin dipersalahkan atas berbagai polemik yang sebenarnya menunjukkan ketidakmampuannya dalam memimpin bawahan.
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan mengatakan hal tersebut setelah membeberkan beberapa fakta dimana Edy Rahmayadi hanya melakukan pemecatan-pemecatan setiap menemukan adanya persoalan.
Salah satu yang disoroti Sutrisno yakni kekisruhan dan polemik di Bank Sumut. Menurutnya, kekisruhan dan polemik di Bank Sumut harusnya jadi tanggung jawab dari Edy Rahmayadi, karena jabatannya sebagai Gubsu menjadi pemegang saham mayoritas di Bank Sumut. Sehingga tidak benar jika dia tidak terlibat dalam kisruh Bank Sumut saat ini.
“Adanya rumor terkait pengunduran diri Rahmat Fadillah Pohan (RFP) dari jabatan Dirut Bank Sumut karena akan diperiksa Inspektorat Pemprovsu berkaitan dengan dugaan setoran uang ke ajudan Gubsu adalah upaya pengalihan isu yang sengaja dilakukan Edy Rahmayadi,” kata Sutrisno, Jumat (26/5/2023).
Kemudian kata mantan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 ini, Edy Rahmayadi yang mengaku namanya dicatut oleh ajudannya yang diduga meminta dan menerima uang dari sejumlah pihak termasuk RFP, hingga saat ini tidak melakukan upaya hukum apapun kecuali memberhentikannya dari posisi ajudan.
“Tidak ada keseriusan Edy Rahmayadi untuk membongkar dugaan praktik setor tarik uang (dugaan korupsi/gratifikasi) dari pejabat ke ajudannya. Hal itu pula yang membuat publik menilai Edy Rahmayadi tidak berani membawa kasus tarik setor uang pejabat dan ajudannya ke aparat penegak hukum. Tidak ada tindakan ajudan yang melampaui kewewenangannya tanpa diketahui dan diizinkan oleh pimpinannya. Dan seharusnya aliran dana yang diterima sang ajudan juga turut diselidiki,” ungkapnya.
Pencopotan juga menjadi ‘senjata’ Edy Rahmayadi ketika pimpinan OPD bertindak tidak sesuai dengan harapannya. Khusus di Bank Sumut Edy Rahmayadi sengaja mencopot Dirut, Direktur Bisnis dan dua dewan komisaris karena ada indikasi ingin memasukkan orang-orang pilihannya.
Dalam hal ini kata Sutrisno, Edy lupa bahwa selain Bank SUMUT diatur oleh Perda, Bank SUMUT juga diawasi dan dibina oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perubahan maupun pergantian komisaris dan direksi Bank SUMUT harus melewati proses panjang sesuai ketentuan BI dan OJK. Dalam posisi sebagai pemegang saham, Gubsu hanya memiliki otoritas memimpin RUPS, sedangkan kelayakan dan kepatutan calon- calon komisaris dan direksi Bank Sumut harusnya diputuskan bersama dengan para pemegang saham (pemda) yang lain.
“Gubsu tidak boleh bertindak di luar kepatutan. Pengusulan 5 orang terdekat Edy untuk mengisi jabatan di Bank Sumut yang tanpa proses seleksi yang laik juga harusnya diperiksa oleh OJK,” sebutnya.
Dagelan Edy yang teranyar kata Sutrisno yakni soal sumpah dengan membawa nama Tuhan di depan publik. Bahwa satu- satunya sumpah yang diatur dalam jabatan gubernur adalah sumpah jabatan yang diucapkan pada saat pelantikan Edy Rahmayadi sebagai Gubsu. Maka tindakan mengulang- ulang sumpah "Demi Allah, Demi Tuhan" dalam berbagai kesempatan hanya "lips service" dan kemunafikan. Sumpah yang sering diucapkan sebagai cara cuci tangan agar dianggap bersih.
“Cara ini dianggap efektif untuk menaklukkan provinsi para ketua. Edy Rahmayadi menjadi satu- satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas kisruh Bank SUMUT,” ungkap Sutrisno.
Ditambahkan Sutrisno, bahwa periode kepemimpinan Edy Rahmayadi akan berakhir (5/9/2023), maka beliau ingin memastikan tetap memiliki akses dan pengaruh kepada Bank Sumut. Pernyataan beliau yang akan kembali maju bertarung di Pilgubsu 2024 tentu berkaitan dengan keinginan untuk menempatkan "orang- orangnya" di jajaran direksi dan komisaris Bank SUMUT.
Dalam rapat di DPRD, Edy disebut telah mencopot dan memberhentikan Diretur Utama RFP. Hal tersebut lantas membuat Edy bereaksi, Edy membantah telah mencopot dan memberhentikan RFP dari jabatannya. Dia pun bersumpah atas nama Tuhan tidak melakukan pencopotan dan pemberhentian RFP dari jabatannya. Padahal surat terkait pencopotan dan pemberhentian RFP sudah ada. dan Jejak digital dan pemberitaan terkait pencopotan RFP yang dilakukan Edy juga tersebar luas di masyarakat.
“Ucapan dan Perbuatan Edy sangat berbeda jauh (kontradiktif), dalam hal ini Edy sangat munafik,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved