Di Indonesia, awalnya pada 20 Januari 2015 melalui Perpres RI No. 6 Tahun 2015 dibentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan 16 subsektor namun sekarang sudah menjadi bagian daripada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 23 Oktober 2019 lalu. 16 subsektor diantaranya (1) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (2) Arsitektur, (3) Desain Interior, (4) Desain Komunikasi Visual, (5) Desain Produk, (6) Fashion, (7) Film, Animasi dan Video, (8) Fotografi, (9) Kriya, (10) Kuliner, (11) Musik, (12) Penerbitan, (13) Periklanan, (14) Seni Pertunjukan, (15) Seni Rupa, (16) Televisi dan Radio.
Angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 14.800 triliun dan Rp 1.000 triliun merupakan kontribusi sektor ekonomi kreatif. Terdapat 7 subsektor utama dalam pengembangan industri ekonomi kreatif, diantaranya (1) Musik, (2) Film, Animasi dan Video, (3) Penerbitan, (4) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (5) Fashion, (6) Kriya, (7) Kuliner. Fashion, kriya dan kuliner merupakan subsektor penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah banyak melahirkan Startup dan UMKM kemudian dapat mendorong peningkatan pada produk-produk ekspor (Bekraf, 2018). Tahun 2014 kontribusi ekonomi kreatif pada ekonomi nasional Rp 784,9 triliun dengan ekspor Rp 254,8 triliun. Tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar Rp 852,6 triliun dengan ekspor Rp 270,2 triliun. Tahun 2016 sebesar Rp 922,6 triliun dengan ekspor Rp 279,9 triliun. Tahun 2017 sebesar Rp 1.009 triliun dengan ekspor Rp 301 triliun. Dan tahun 2018 sebesar 1.105 triliun dengan ekspor Rp 316,4 triliun. Besarnya kontribusi sektor ekonomi kreatif di Indonesia terlihat dari data yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir.
Negara tujuan ekspor terbesar Indonesia adalah diantaranya Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Jepang. Produk-produk industri ekonomi kreatif Indonesia paling banyak masuk ke negara Tiongkok, India dan Jepang. Sedangkan Amerika Serikat masih mengimpor produk-produk Indonesia yang sudah nasional dan go international. Indonesia menjadi negara ketiga dengan kontribusi ekraf terbesar bagi perekonomian nasional. Urutan pertama Amerika Serikat dan kedua adalah Korea Selatan. Akan tetapi porsi PDB ekraf RI lebih besar dari Rusia, Singapura, Filipina dan Kanada.
Dengan pengembangan industri-industri kreatif dan UMKM Indonesia mendorong peningkatan produktivitas sektor riil domestik. Ini juga menjadi peluang ekspor ke negara-negara besar dunia untuk memperkenalkan produk ekonomi kreatif Indonesia di pasar Internasional. Fenomena hambatan di dalam pengembangan industri kreatif dan UMKM domestik terletak pada permodalan, hak kekayaan intelektual sehingga beberapa pelaku ekonomi kreatif masih belum mendaftarkan produknya (hak cipta) dan juga belum dalam bentuk lembaga ataupun PT. Ekonomi kreatif menuntut SDM unggul dengan melahirkan ide-ide yang menciptakan produk spesialisasi unggul perkembangan zaman sesuai kebutuhan ekonomi terkini.
Ekspor produk ekonomi kreatif mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang kebal akan krisis sebab produk-produk yang diciptakan memiliki spesialisasi dan tidak memiliki tingkat risiko tinggi dan sensitivitas terhadap pergerakan harga saat krisis terjadi. Pengembangan industri kreatif dan UMKM mendorong masyarakat lebih produktif dan melahirkan generasi muda mandiri yang lebih unggul sehingga memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan distribusi pendapatan. Keadaan ini mendukung kelancaran tingkat konsumsi masyarakat melalui permintaan dan penawaran di pasar riil.
Tingkat konsumsi agregat pelaku ekonomi domestik mempercepat dan menarik peluang investasi di sektor riil yang memberikan high return. Sektor ekonomi kreatif ini memberikan keuntungan karena sangat mendukung pergerakan komponen pertumbuhan ekonomi domestik melalui tingkat konsumsi, investasi maupun pada aktivitas perdagangan internasional kita melalui kinerja ekspor dengan angka yang lebih tinggi.***
Dewi Mahrani Rangkuty, S.E., M.Si
Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Panca Budi
Di Indonesia, awalnya pada 20 Januari 2015 melalui Perpres RI No. 6 Tahun 2015 dibentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan 16 subsektor namun sekarang sudah menjadi bagian daripada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 23 Oktober 2019 lalu. 16 subsektor diantaranya (1) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (2) Arsitektur, (3) Desain Interior, (4) Desain Komunikasi Visual, (5) Desain Produk, (6) Fashion, (7) Film, Animasi dan Video, (8) Fotografi, (9) Kriya, (10) Kuliner, (11) Musik, (12) Penerbitan, (13) Periklanan, (14) Seni Pertunjukan, (15) Seni Rupa, (16) Televisi dan Radio.
Angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 14.800 triliun dan Rp 1.000 triliun merupakan kontribusi sektor ekonomi kreatif. Terdapat 7 subsektor utama dalam pengembangan industri ekonomi kreatif, diantaranya (1) Musik, (2) Film, Animasi dan Video, (3) Penerbitan, (4) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (5) Fashion, (6) Kriya, (7) Kuliner. Fashion, kriya dan kuliner merupakan subsektor penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah banyak melahirkan Startup dan UMKM kemudian dapat mendorong peningkatan pada produk-produk ekspor (Bekraf, 2018). Tahun 2014 kontribusi ekonomi kreatif pada ekonomi nasional Rp 784,9 triliun dengan ekspor Rp 254,8 triliun. Tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar Rp 852,6 triliun dengan ekspor Rp 270,2 triliun. Tahun 2016 sebesar Rp 922,6 triliun dengan ekspor Rp 279,9 triliun. Tahun 2017 sebesar Rp 1.009 triliun dengan ekspor Rp 301 triliun. Dan tahun 2018 sebesar 1.105 triliun dengan ekspor Rp 316,4 triliun. Besarnya kontribusi sektor ekonomi kreatif di Indonesia terlihat dari data yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir.
Negara tujuan ekspor terbesar Indonesia adalah diantaranya Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Jepang. Produk-produk industri ekonomi kreatif Indonesia paling banyak masuk ke negara Tiongkok, India dan Jepang. Sedangkan Amerika Serikat masih mengimpor produk-produk Indonesia yang sudah nasional dan go international. Indonesia menjadi negara ketiga dengan kontribusi ekraf terbesar bagi perekonomian nasional. Urutan pertama Amerika Serikat dan kedua adalah Korea Selatan. Akan tetapi porsi PDB ekraf RI lebih besar dari Rusia, Singapura, Filipina dan Kanada.
Dengan pengembangan industri-industri kreatif dan UMKM Indonesia mendorong peningkatan produktivitas sektor riil domestik. Ini juga menjadi peluang ekspor ke negara-negara besar dunia untuk memperkenalkan produk ekonomi kreatif Indonesia di pasar Internasional. Fenomena hambatan di dalam pengembangan industri kreatif dan UMKM domestik terletak pada permodalan, hak kekayaan intelektual sehingga beberapa pelaku ekonomi kreatif masih belum mendaftarkan produknya (hak cipta) dan juga belum dalam bentuk lembaga ataupun PT. Ekonomi kreatif menuntut SDM unggul dengan melahirkan ide-ide yang menciptakan produk spesialisasi unggul perkembangan zaman sesuai kebutuhan ekonomi terkini.
Ekspor produk ekonomi kreatif mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang kebal akan krisis sebab produk-produk yang diciptakan memiliki spesialisasi dan tidak memiliki tingkat risiko tinggi dan sensitivitas terhadap pergerakan harga saat krisis terjadi. Pengembangan industri kreatif dan UMKM mendorong masyarakat lebih produktif dan melahirkan generasi muda mandiri yang lebih unggul sehingga memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan distribusi pendapatan. Keadaan ini mendukung kelancaran tingkat konsumsi masyarakat melalui permintaan dan penawaran di pasar riil.
Tingkat konsumsi agregat pelaku ekonomi domestik mempercepat dan menarik peluang investasi di sektor riil yang memberikan high return. Sektor ekonomi kreatif ini memberikan keuntungan karena sangat mendukung pergerakan komponen pertumbuhan ekonomi domestik melalui tingkat konsumsi, investasi maupun pada aktivitas perdagangan internasional kita melalui kinerja ekspor dengan angka yang lebih tinggi.***
Dewi Mahrani Rangkuty, S.E., M.Si
Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Panca Budi
Di Indonesia, awalnya pada 20 Januari 2015 melalui Perpres RI No. 6 Tahun 2015 dibentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan 16 subsektor namun sekarang sudah menjadi bagian daripada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 23 Oktober 2019 lalu. 16 subsektor diantaranya (1) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (2) Arsitektur, (3) Desain Interior, (4) Desain Komunikasi Visual, (5) Desain Produk, (6) Fashion, (7) Film, Animasi dan Video, (8) Fotografi, (9) Kriya, (10) Kuliner, (11) Musik, (12) Penerbitan, (13) Periklanan, (14) Seni Pertunjukan, (15) Seni Rupa, (16) Televisi dan Radio.
Angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 14.800 triliun dan Rp 1.000 triliun merupakan kontribusi sektor ekonomi kreatif. Terdapat 7 subsektor utama dalam pengembangan industri ekonomi kreatif, diantaranya (1) Musik, (2) Film, Animasi dan Video, (3) Penerbitan, (4) Aplikasi dan Pengembang Permainan, (5) Fashion, (6) Kriya, (7) Kuliner. Fashion, kriya dan kuliner merupakan subsektor penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah banyak melahirkan Startup dan UMKM kemudian dapat mendorong peningkatan pada produk-produk ekspor (Bekraf, 2018). Tahun 2014 kontribusi ekonomi kreatif pada ekonomi nasional Rp 784,9 triliun dengan ekspor Rp 254,8 triliun. Tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar Rp 852,6 triliun dengan ekspor Rp 270,2 triliun. Tahun 2016 sebesar Rp 922,6 triliun dengan ekspor Rp 279,9 triliun. Tahun 2017 sebesar Rp 1.009 triliun dengan ekspor Rp 301 triliun. Dan tahun 2018 sebesar 1.105 triliun dengan ekspor Rp 316,4 triliun. Besarnya kontribusi sektor ekonomi kreatif di Indonesia terlihat dari data yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir.
Negara tujuan ekspor terbesar Indonesia adalah diantaranya Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Jepang. Produk-produk industri ekonomi kreatif Indonesia paling banyak masuk ke negara Tiongkok, India dan Jepang. Sedangkan Amerika Serikat masih mengimpor produk-produk Indonesia yang sudah nasional dan go international. Indonesia menjadi negara ketiga dengan kontribusi ekraf terbesar bagi perekonomian nasional. Urutan pertama Amerika Serikat dan kedua adalah Korea Selatan. Akan tetapi porsi PDB ekraf RI lebih besar dari Rusia, Singapura, Filipina dan Kanada.
Dengan pengembangan industri-industri kreatif dan UMKM Indonesia mendorong peningkatan produktivitas sektor riil domestik. Ini juga menjadi peluang ekspor ke negara-negara besar dunia untuk memperkenalkan produk ekonomi kreatif Indonesia di pasar Internasional. Fenomena hambatan di dalam pengembangan industri kreatif dan UMKM domestik terletak pada permodalan, hak kekayaan intelektual sehingga beberapa pelaku ekonomi kreatif masih belum mendaftarkan produknya (hak cipta) dan juga belum dalam bentuk lembaga ataupun PT. Ekonomi kreatif menuntut SDM unggul dengan melahirkan ide-ide yang menciptakan produk spesialisasi unggul perkembangan zaman sesuai kebutuhan ekonomi terkini.
Ekspor produk ekonomi kreatif mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang kebal akan krisis sebab produk-produk yang diciptakan memiliki spesialisasi dan tidak memiliki tingkat risiko tinggi dan sensitivitas terhadap pergerakan harga saat krisis terjadi. Pengembangan industri kreatif dan UMKM mendorong masyarakat lebih produktif dan melahirkan generasi muda mandiri yang lebih unggul sehingga memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan distribusi pendapatan. Keadaan ini mendukung kelancaran tingkat konsumsi masyarakat melalui permintaan dan penawaran di pasar riil.
Tingkat konsumsi agregat pelaku ekonomi domestik mempercepat dan menarik peluang investasi di sektor riil yang memberikan high return. Sektor ekonomi kreatif ini memberikan keuntungan karena sangat mendukung pergerakan komponen pertumbuhan ekonomi domestik melalui tingkat konsumsi, investasi maupun pada aktivitas perdagangan internasional kita melalui kinerja ekspor dengan angka yang lebih tinggi.***
Dewi Mahrani Rangkuty, S.E., M.Si
Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Panca Budi