Majelis Wilayah Kops Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Sumatera Utara meminta penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut mengedepankan Restoratif Justice (RJ) ketimbang menyelesaikan persoalan dugaan penyuntikan vaksin kosong yang terjadi di Belawan melalui jalur pidana.
Ketua MW KAHMI Sumut, Rusdi Lubis berpendapat dalam persoalan ini sebelumnya sudah terjadi mediasi hingga perdamaian antara dokter Gita, paramedis, keluarga pasien yang disuntik dan juga pihak kepolisian, sebelum videonya viral.
"Yang saya tau, sudah terjadi perdamaian, dan tidak ada yang keberatan, termasuk keluarga dari pasien yang disuntik vaksin. Jadi artinya bisa dilakukan RJ," katanya, Senin, (31/1/2022).
Selain itu, kata Rusdi, IDI dan Komite Etik Kedokteran masih melakukan proses pendalaman terkait kasus ini dan belum mengeluarkan rekomendasi apapun.
Ia mengingatkan semua pihak untuk menaham diri dan mendinginkan suasana. Apalagi dokter Gita merupakan bagian dari pengurus dan keluarga KAHMI Medan.
Dokter Gita dalam menjalankan tugasnya, kata Rusdi, tidak ditemukan men's rea untuk kepentingan pribadinya dokter Gita, tapi untuk kepentingan penanganan wabah.
"Dokter Gita ada sertifikat vaksinator. Jadi jelas dia (Gita) tidak menghalang-halangi kegiatan vaksin yang dilaksanakan Polres Pelabuhan Belawan tersebut. Kehadirannya juga diminta oleh pihak kepolisian," ucapnya.
Rusdi meminta pada Kapolda Sumut Irjen Panca RZ Simanjuntak untuk lebih mengedepankan Restoratif Justice dalam penyelesaian kasus ini.
"RJ salah satu solusi yang dibolehkan oleh hukum di Indonesia. Jadi gak salah, apalagi tidak ada laporan dari keluarga pasien," pintanya.
Apalagi, menurut Rusdi, pelaksanan vaksin yang dilakukan tim medis sudah sesuai SOP, dengan tidak menunjukkan jarum suntik kepada pasien yang masih tergolong anak-anak.
"Saya khawatir, kalau persoalan ini dibawa ke ranah pidana, akan menjadi preseden buruk dan masyarakat khawatir akan di vaksin. Serta tim medis akan merasa takut menjalankan tugasnya," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved