Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Lhokseumawe melakukan pendampingan perlindungan kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap pengungsi Rohingya di BLK Lhokseumawe.
Kepala Dinas DP3AP2KB Lhokseumawe, Mariana mengatakan bahwa kegiatan ini dilakukan melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) sejak pertengahan 2020 lalu dengan memberikan layanan rujukan psikologikal dan pendampingan kasus kekerasan seksual baik pendampingan litigasi maupun non litigasi.
"Namun pada 2021 ini, program perlindungan perempuan dan anak akan langsung dilakukan oleh Bidang PPA Dinas P3AP2KB mengingat P2TP2A sudah berakhir masa tugasnya," katanya, Senin (11/1).
Menurut Mariana, saat ini sedang menuju persiapan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) P2TP2A berdasarkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. "Sebagai pengganti dari Peraturan Menteri PPPA Nomor 5 Tahun 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu dan Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," ucapnya.
Mariana menjelaskan bahwa tim Dinas P3AP2KB Lhokseumawe akan terus menindaklanjuti pendampingan perlindungan KBG ini dengan memberikan beberapa layanan seperti layanan pendampingan hukum, layanan pemulihan psikologis terhadap kasus KKG serta berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan lainnya. Prioritas utama dari strategi perlindungan ini akan difokuskan pada aspek pencegahan kekerasan seksual berbasis gender.
"Sejak pertengahan tahun lalu, ada beberapa kasus kesehatan mental dan kekerasan seksual yang terjadi dan kami saat ini sedang melakukan upaya pendampingan dan pemenuhan hak-hak korban serta pelayanan rehabilitasi medis maupun psikis dan Rumah Aman kepada penyintas KBG yang terjadi di penampungan pengungsi Rohingya di BLK Lhokseumawe," jelas Mariana.
Mariana mengungkapkan, kegiatan ini mendapatkan dukungan dari International Organization for Migration (IOM) Lhokseumawe sebagai mitra pemerintah baik di daerah maupun di level nasional yang selama ini sudah terjalin dengan baik terkait penyelenggaraan layanan dan pengaduan masyarakat meliputi penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara di rumah aman, dan pendampingan korban.
"Kami berharap kerjasama ini terus berjalan sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan SDG’s terkait sinerjitas, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dan tentu saja ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mewujudkan 3 End yakni End violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan End barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi," ungkapnya.
Mariana menambahkan bahwa Dinas P3AP2KB Lhokseumawe akan terus menjalin koordinasi secara intensif dengan pihak IOM.
"Karena penanganan kasus KBG yang terjadi pada pengungsi Rohingya akan sedikit berbeda dengan penanganan kasus yang terjadi di masyarakat," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved