Kelompok Cipayung Plus Sumatera Utara menolak wacana meniadakan Pilkada 2022 dan 2023. Menurut mereka penghapusan pilkada tersebut sangat kental dengan muatan politik Pilpres 2024.
Kelompok yang menolak pilkada diserentakkan di 2024 ini meliputi PKC PMII, DPD GMNI, PW KAMMI, dan PW HIMMAH Sumatera Utara.
Ketua PKC PMII Sumut Azlansyah Hasibuan meminta pemerintah untuk tidak egois dengan memaksakan agar pilkada dan pemilu digelar bersamaan tahun 2024
"Kami menilai pilkada dan pemilu serentak di 2024 sarat kepentingan politis untuk Pilpres 2024 nanti. Untuk itu, kami minta pemerintah mengevaluasi UU Pilkada dan Pemilu Serentak 2024,” jelasnya kepada wartawan, Minggu (31/1).
Senada itu, Ketua PW KAMMI Sumatera Utara, Akhir Rangkuti mengaku khawatir dengan kondisi keuangan bangsa jika pilkada tetap digelar bersamaan dengan pileg dan pilpres.
"Berapa triliun uang negara yang akan habis untuk biaya pilkada dan pemilu apabila diserentakkan di 2024. Bisa bangkrut negara kita ini,” tuturnya.
Atas alasan tersebut, Akhir meminta agar pilkada tahun 2022 dan 2023 tetap digelar.
Ketua DPD GMNI Sumut, Paulus Gulo menilai bahwa penyerentakan pilkada dan pemilu tidak akan efektif. Khususnya bagi keselamatan rakyat. Dia juga tidak yakin KPU akan sanggup melaksanakannya.
“Sementara Pemilu Serentak 2019 lalu saja banyak petugas yang meninggal menjadi korban. Ini melibatkan nyawa manusia. Dalam hal ini, Kami garda terdepan menolak pilkada dan pemilu diserentakkan tahun 2024,” tegasnya.
Ketua PW HIMMAH Sumut, Abdul Razak Nasution meminta pemerintah pusat berpikir matang. Jangan sampai kesalahan fatal diambil.
“Kita adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk 271 juta jiwa. Tidak akan efektif dan banyak tidak baiknya apabila pilkada dan pemilu diserentakkan di 2024,” demikian Razak.
© Copyright 2024, All Rights Reserved