Gito menjelaskan jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru, maka hal ini harus melalui kajian yang komprehensif. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah.
\"Kami mendapat informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun,\" ujarnya.
Informasi ini menurut Gito memperkuat indikasi terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun.
\"Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power,\" pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, jika para guru tersebut diharuskan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 di Universitas Efarina maka hal tersebut melanggar aturan. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" ujarnya." itemprop="description"/>
Gito menjelaskan jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru, maka hal ini harus melalui kajian yang komprehensif. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah.
\"Kami mendapat informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun,\" ujarnya.
Informasi ini menurut Gito memperkuat indikasi terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun.
\"Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power,\" pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, jika para guru tersebut diharuskan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 di Universitas Efarina maka hal tersebut melanggar aturan. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" ujarnya."/>
Gito menjelaskan jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru, maka hal ini harus melalui kajian yang komprehensif. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah.
\"Kami mendapat informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun,\" ujarnya.
Informasi ini menurut Gito memperkuat indikasi terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun.
\"Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power,\" pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, jika para guru tersebut diharuskan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 di Universitas Efarina maka hal tersebut melanggar aturan. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
\"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya,\" ujarnya."/>
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mengecam kebijakan Bupati JR Saragih yang memberhentikan sementara 992 guru non sarjana dari jabatan fungsional mereka. Koordinator GMKI Wilayah Sumut-NAD Gito M Pardede mengatakan banyak hal yang 'ganjil' atas munculnya kebijakan yang tertuang pada Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/5929/25.3/2019 tersebut.
Dalam SK tersebut Bupati JR Saragih memberhentikan sementara 992 guru yang hanya menggenggam ijazah diploma maupun SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Pemkab juga memberikan batas untuk meraih gelar S1 sampai November 2019.
"Poin yang paling kami disoroti adalah Pemkab Simalungun mengharuskan guru yang belum S1 untuk berkuliah di Universitas Efarina yang notabene milik JR. Saragih, dan tidak mengakui ijasah dari luar. Ada apa dengan ijasah dari luar? Kami melihat ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan jabatan sangat terasa dalam pembuatan kebijakan ini," katanya melalui keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat (5/7/2019).
Gito menjelaskan jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru, maka hal ini harus melalui kajian yang komprehensif. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah.
"Kami mendapat informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun," ujarnya.
Informasi ini menurut Gito memperkuat indikasi terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun.
"Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power," pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, jika para guru tersebut diharuskan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 di Universitas Efarina maka hal tersebut melanggar aturan. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya," ujarnya.
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mengecam kebijakan Bupati JR Saragih yang memberhentikan sementara 992 guru non sarjana dari jabatan fungsional mereka. Koordinator GMKI Wilayah Sumut-NAD Gito M Pardede mengatakan banyak hal yang 'ganjil' atas munculnya kebijakan yang tertuang pada Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/5929/25.3/2019 tersebut.
Dalam SK tersebut Bupati JR Saragih memberhentikan sementara 992 guru yang hanya menggenggam ijazah diploma maupun SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Pemkab juga memberikan batas untuk meraih gelar S1 sampai November 2019.
"Poin yang paling kami disoroti adalah Pemkab Simalungun mengharuskan guru yang belum S1 untuk berkuliah di Universitas Efarina yang notabene milik JR. Saragih, dan tidak mengakui ijasah dari luar. Ada apa dengan ijasah dari luar? Kami melihat ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan jabatan sangat terasa dalam pembuatan kebijakan ini," katanya melalui keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat (5/7/2019).
Gito menjelaskan jika tujuan dari kebijakan ini adalah untuk peningkatan kualitas guru, maka hal ini harus melalui kajian yang komprehensif. Sehingga tidak perlu ada guru yang dikorbankan hanya karena ijasah.
"Kami mendapat informasi dari salah seorang guru SD di Simalungun mengungkapkan bahwa ada pertemuan minggu lalu, 992 guru dipertemukan di Kantor Pemkab Simalungun. Anehnya Pemkab Simalungun mengharuskan 992 PNS Guru untuk melanjutkan Sarjana S1 di Universitas Efarina (Unefa), Kecamatan Pematangraya, Kabupaten Simalungun," ujarnya.
Informasi ini menurut Gito memperkuat indikasi terjadinya penyalahgunaanwewenang dan jabatan oleh JR. Saragih maupun Pemkab Simalungun.
"Jika ini benar maka perlu saya ingatkan, GMKI akan terus mengawal bahkan melaporkan hal ini kepada Mendagri maupun Ombudsman, bahkan KPK RI atas dugaan abuse of power," pungkasnya.
Sebelumnya Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, jika para guru tersebut diharuskan melaksanakan pendidikan mengambil jenjang S1 di Universitas Efarina maka hal tersebut melanggar aturan. Sebab sesuai Permendikbud nomor 015 tahun 2009, universitas-universitas yang menjadi tempat penyelenggaraan pendidikan program Sarjana (S1) kependidikan bagi guru dalam jabatan sudah ditetapkan. Di Sumatera Utara hanya ada 3 yakni Universitas Negeri Medan (Unimed), Universitas HKBP Nommensen dan Universitas Simalungun (USI)
"Dan itu juga program studinya sudah ditentukan pada masing-masing universitas. Di Unimed misalnya untuk 22 program study, di Universitas HKBP Nommensen ada 5 program studi dan di Universitas Simalungun 1 program studi yakni pendidikan biologi. Artinya yang non guru biologi juga tidak bisa melaksanakannya di USI melainkan di universitas lain begitu aturannya," ujarnya.