Pembayaran pajak air permukaan (PAP) yang masih menjadi persoalan antara Pemprov Sumut dengan PT Inalum membuat anggota DPRD Sumatera Utara, Benny Harianto Sihotang angkat bicara.
Menurutnya, persoalan yang belum selesai antara PT Inalum dengan Pemprov Sumut terjadi karena adanya perbedaan metode perhitungan pajak permukaan air antara keduanya.
PT Inalum keberatan dengan langkah Pemprov Sumut yang menagih PAP terhadap Inalum berdasarkan tarif industri progresif sebesar Rp 1.234 -1.444/m3 dengan pajak selama satu tahun PT Inalum (Asahan II) mencapai sekitar Rp 500-600 miliar.
Mereka menilai hal itu tidak adil ketika dibandingkan dengan PAP yang dikenakan terhadap Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Inalum meminta Pemprov Sumut mengganti beban pajaknya berdasarkan tarif pembangkit listrik, bukan tarif industri.
“Itulah pangkal persoalannya," kata Benny yang merupakan mantan Ketua Komisi C yang membidangi perekonomian.
Dijelaskan Benny, saat itu Inalum sudah membayar Rp 536 miliar, yang apabila ditambah bunga selama beberapa waktu nilainya sudah menjadi Rp 739 miliar.
Intinya lanjut dia, ada persoalan yang belum juga selesai antara PT Inalum dengan Pemprov Sumut, yang sebetulnya sejak lama sudah muncul imbauan agar PT Inalum bersama Pemprov Sumut duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Di mana, sambungnya lagi, telah terdapat kesepakatan antara PT inalum dan Pempov sumut tekait dengan tarif HDAP yang semula Rp75/kwh menjadi Rp198/kwh, yang selanjutnya akan dituangkan dalam peraturan gubernur (Pergub).
Ketika dia masih menjabat Ketua Komisi C, komisi C meminta pihak PT Inalum dan Pemprov Sumut menjalankan rekomendasi Komisi C DPRD Sumut yakni menyelesaikan perihal pengembalian pembayaran PAP ini.
“Kita sudah keluarkan rekomendasi dan di dalam RDP, mereka (PT Inalum dan Pemprov Sumut) sudah sepakat untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Karena ketika tarif PAP Rp 198 per Kwh ini diberlakukan, maka semua perusahaan yang menggunakan air permukaan akan mengikutinya,” ujarnya.
Waktu itu, lanjut dia, kalau dihitung kasar saja, pada tarif yang lama, PAP yang dibayar berkisar Rp30-32miliar per tahun. Dan dengan tarif baru tersebut, ada peningkatan pembayaran pajak menjadi Rp60 miliar per tahun, tergantung kepada besarnya daya listrik yang dibangkitkan oleh PT Inalum dalam menjalankan operasinya.
"Sekali lagi apa yang saya sampaikan bukan mengkonter rekan kerja kami di DPRD Sumut, saya hanya menjawab berdasarkan pertanyaan Anda saja, kebetulan waktu itu saya Ketua Komisi C di mana persoalan Inalum-Pemprov ini merupakan wilayah kerja saya," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved