Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merespons pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Nurul Ghufron, yang menyebut masalah utama dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia adalah politik uang.
Anggota Bawaslu RI Puadi menyepakati pernyataan pimpinan KPK RI tersebut, lantaran sudah berbudaya sejak Pemilu Sistem Proporsional Terbuka diterapkan.
“Perbuatan ini (politik uang) merupakan fenomena yang kerap ditemui dalam Pemilu,” ujar Puadi seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (7/7/2023).
Namun, Koordinator Divisi Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI itu mengaku kesulitan menindak dugaan pelanggaran politik uang, sebab ada keterbatasan wewenang yang diatur dalam regulasi.
“Dalam dimensi UU Pemilu, terdapat kesulitan bagi Bawaslu menindak pelaku mahar politik sebab UU Pemilu hanya memberikan norma larangan namun tidak mengatur sanksi,” urainya.
Meski begitu, Puadi menyebut penindakan politik uang dalam Pilkada justru diatur dalam UU 10/2016 tentang Pilkada, yang memasukkan sanksi yang bisa dikenakan oleh Bawaslu kepada pelanggar yang terbukti.
“Berbeda dengan UU Pilkada, larangannya diatur di Pasal 47 dan ada sanksinya diatur dalam pasal 187B UU Pilkada diancam pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda antara 300 juta hingga 1 miliar rupiah,” katanya menjelaskan.
Lebih lanjut, Puadi menyampaikan aturan larangan politik uang saat kampanye Pemilu, yang diatur dalam empat pasal di UU Pemilu, yang diantaranya sebagai berikut:
- Pasal 183 ayat (4)
Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang calon
anggota DPD serta melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang dengan memaksa,
dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan
bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu
- Pasal 278 ayat (2)
Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim
Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan
kepada Pemilih untuk:
a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. memilih Pasangan Calon;
c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten /kota tertentu; dan/atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu
- Pasal 280 : Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu
- Pasal 286 ayat (1) : Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi Penyelenggara. Pemilu dan/atau Pemilih.
© Copyright 2024, All Rights Reserved