Poin kedua, lanjut Salahuddin Harahap yang juga ketua Jenggala Sumut itu, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kampus dari hoax dan fitnah. Ketiga, intelektual muda Islam perlu dilakukan penguatan intelektual dan spiritual guna memfiltrasi terhadap berbagai informasi.
Sedangkan poin ke empat, sambung pria yang akrab disapa Salahuddin, intelektual muda Islam harus memiliki hati yang jujur dan ilmu yang cukup. Ke lima, Intelektual muda Islam harus bergerak dan ikut mensosialisasikan anti hoax dan fitnah. Ke enam, hati-hati menerima dan menyebarkan berita agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Sebelumnya, pada sambutan Ketua STAIS Medan Abdul Mutholib MA mengatakan, gerakan intelektual melawan anti hoax, harus dilakukan mahasiswa maupun para civitas akademik. \"Sebab, hal itu telah dipesankan dalam ajaran Islam, agar ummat selalu berhati-hati dengan berita-berita bohong,\" ungkapnya.
Saat ini, lanjut Abdul Mutholib, masyarakat resah dengan banyaknya berita-berita bohong, yang bisa menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. \"Hal seperti ini bahaya bila dibiarkan, bisa-bisa persatuan dan kesatuan negeri ini tercabik-cabik,\" tegasnya.
Oleh karena itu, civitas akademik dan mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat melalui Tridharma Perguruan Tinggi. \"Mari kita lawan hoax, untuk membantu pemerintah menjaga persatuan dan kesatuan negeri ini,\" tukasnya.
Sedangkan nara sumber dalam seminar itu, Tuan Guru Batak Dr Ahmad Sabban Rajagukguk mengatakan, berita bohong atau hoax di media sosial itu banyak. \"Salah satunya adalah berita yang menginformasikan kalau pak Presiden Jokowi itu anak PKI (Partai Komunis Indonesia),\" rincinya." itemprop="description"/>
Poin kedua, lanjut Salahuddin Harahap yang juga ketua Jenggala Sumut itu, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kampus dari hoax dan fitnah. Ketiga, intelektual muda Islam perlu dilakukan penguatan intelektual dan spiritual guna memfiltrasi terhadap berbagai informasi.
Sedangkan poin ke empat, sambung pria yang akrab disapa Salahuddin, intelektual muda Islam harus memiliki hati yang jujur dan ilmu yang cukup. Ke lima, Intelektual muda Islam harus bergerak dan ikut mensosialisasikan anti hoax dan fitnah. Ke enam, hati-hati menerima dan menyebarkan berita agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Sebelumnya, pada sambutan Ketua STAIS Medan Abdul Mutholib MA mengatakan, gerakan intelektual melawan anti hoax, harus dilakukan mahasiswa maupun para civitas akademik. \"Sebab, hal itu telah dipesankan dalam ajaran Islam, agar ummat selalu berhati-hati dengan berita-berita bohong,\" ungkapnya.
Saat ini, lanjut Abdul Mutholib, masyarakat resah dengan banyaknya berita-berita bohong, yang bisa menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. \"Hal seperti ini bahaya bila dibiarkan, bisa-bisa persatuan dan kesatuan negeri ini tercabik-cabik,\" tegasnya.
Oleh karena itu, civitas akademik dan mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat melalui Tridharma Perguruan Tinggi. \"Mari kita lawan hoax, untuk membantu pemerintah menjaga persatuan dan kesatuan negeri ini,\" tukasnya.
Sedangkan nara sumber dalam seminar itu, Tuan Guru Batak Dr Ahmad Sabban Rajagukguk mengatakan, berita bohong atau hoax di media sosial itu banyak. \"Salah satunya adalah berita yang menginformasikan kalau pak Presiden Jokowi itu anak PKI (Partai Komunis Indonesia),\" rincinya."/>
Poin kedua, lanjut Salahuddin Harahap yang juga ketua Jenggala Sumut itu, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kampus dari hoax dan fitnah. Ketiga, intelektual muda Islam perlu dilakukan penguatan intelektual dan spiritual guna memfiltrasi terhadap berbagai informasi.
Sedangkan poin ke empat, sambung pria yang akrab disapa Salahuddin, intelektual muda Islam harus memiliki hati yang jujur dan ilmu yang cukup. Ke lima, Intelektual muda Islam harus bergerak dan ikut mensosialisasikan anti hoax dan fitnah. Ke enam, hati-hati menerima dan menyebarkan berita agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Sebelumnya, pada sambutan Ketua STAIS Medan Abdul Mutholib MA mengatakan, gerakan intelektual melawan anti hoax, harus dilakukan mahasiswa maupun para civitas akademik. \"Sebab, hal itu telah dipesankan dalam ajaran Islam, agar ummat selalu berhati-hati dengan berita-berita bohong,\" ungkapnya.
Saat ini, lanjut Abdul Mutholib, masyarakat resah dengan banyaknya berita-berita bohong, yang bisa menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. \"Hal seperti ini bahaya bila dibiarkan, bisa-bisa persatuan dan kesatuan negeri ini tercabik-cabik,\" tegasnya.
Oleh karena itu, civitas akademik dan mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat melalui Tridharma Perguruan Tinggi. \"Mari kita lawan hoax, untuk membantu pemerintah menjaga persatuan dan kesatuan negeri ini,\" tukasnya.
Sedangkan nara sumber dalam seminar itu, Tuan Guru Batak Dr Ahmad Sabban Rajagukguk mengatakan, berita bohong atau hoax di media sosial itu banyak. \"Salah satunya adalah berita yang menginformasikan kalau pak Presiden Jokowi itu anak PKI (Partai Komunis Indonesia),\" rincinya."/>
Berita hoax alias bohong yang banyak didapati pada media sosial atau media mainstream, tampaknya menjadi perhatian serius kaum intelektual. Bahkan, elemen masyarakat terpelajar tersebut menganalisa, kalau informasi bohong yang menjamur itu telah meresahkan masyarakat, dan berpotensi mengancam persatuan NKRI (Negara Kesatua Republik Indonesia).
Tak pelak, untuk membantu pemerintah melawan berita hoax yang bisa mencam keutuhan negeri ini, kaum intelektual STAIS (Sekolah Tinggi Agama Islam Sumatera) Medan bersama IMF (Istiqomah Mulia Foundation) mengggelar seminar kebangsaan, dengan thema gerakan intelektual anti hoax.
"Kampus Islam dipanggil bangsa dan negara untuk memerangi hoax atau fitnah, karena berpotensi memecah belah bangsa," kata Moderator Seminar, Dr Salahuddin Harahap MA saat membacakan poin pertama dari enam kesimpulan dalam kegiatan yang digelar di Hotel Ahmad Thahir, Jalan RS Haji Medan.
Poin kedua, lanjut Salahuddin Harahap yang juga ketua Jenggala Sumut itu, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kampus dari hoax dan fitnah. Ketiga, intelektual muda Islam perlu dilakukan penguatan intelektual dan spiritual guna memfiltrasi terhadap berbagai informasi.
Sedangkan poin ke empat, sambung pria yang akrab disapa Salahuddin, intelektual muda Islam harus memiliki hati yang jujur dan ilmu yang cukup. Ke lima, Intelektual muda Islam harus bergerak dan ikut mensosialisasikan anti hoax dan fitnah. Ke enam, hati-hati menerima dan menyebarkan berita agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Sebelumnya, pada sambutan Ketua STAIS Medan Abdul Mutholib MA mengatakan, gerakan intelektual melawan anti hoax, harus dilakukan mahasiswa maupun para civitas akademik. "Sebab, hal itu telah dipesankan dalam ajaran Islam, agar ummat selalu berhati-hati dengan berita-berita bohong," ungkapnya.
Saat ini, lanjut Abdul Mutholib, masyarakat resah dengan banyaknya berita-berita bohong, yang bisa menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. "Hal seperti ini bahaya bila dibiarkan, bisa-bisa persatuan dan kesatuan negeri ini tercabik-cabik," tegasnya.
Oleh karena itu, civitas akademik dan mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat melalui Tridharma Perguruan Tinggi. "Mari kita lawan hoax, untuk membantu pemerintah menjaga persatuan dan kesatuan negeri ini," tukasnya.
Sedangkan nara sumber dalam seminar itu, Tuan Guru Batak Dr Ahmad Sabban Rajagukguk mengatakan, berita bohong atau hoax di media sosial itu banyak. "Salah satunya adalah berita yang menginformasikan kalau pak Presiden Jokowi itu anak PKI (Partai Komunis Indonesia)," rincinya.
Berita hoax alias bohong yang banyak didapati pada media sosial atau media mainstream, tampaknya menjadi perhatian serius kaum intelektual. Bahkan, elemen masyarakat terpelajar tersebut menganalisa, kalau informasi bohong yang menjamur itu telah meresahkan masyarakat, dan berpotensi mengancam persatuan NKRI (Negara Kesatua Republik Indonesia).
Tak pelak, untuk membantu pemerintah melawan berita hoax yang bisa mencam keutuhan negeri ini, kaum intelektual STAIS (Sekolah Tinggi Agama Islam Sumatera) Medan bersama IMF (Istiqomah Mulia Foundation) mengggelar seminar kebangsaan, dengan thema gerakan intelektual anti hoax.
"Kampus Islam dipanggil bangsa dan negara untuk memerangi hoax atau fitnah, karena berpotensi memecah belah bangsa," kata Moderator Seminar, Dr Salahuddin Harahap MA saat membacakan poin pertama dari enam kesimpulan dalam kegiatan yang digelar di Hotel Ahmad Thahir, Jalan RS Haji Medan.
Poin kedua, lanjut Salahuddin Harahap yang juga ketua Jenggala Sumut itu, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kampus dari hoax dan fitnah. Ketiga, intelektual muda Islam perlu dilakukan penguatan intelektual dan spiritual guna memfiltrasi terhadap berbagai informasi.
Sedangkan poin ke empat, sambung pria yang akrab disapa Salahuddin, intelektual muda Islam harus memiliki hati yang jujur dan ilmu yang cukup. Ke lima, Intelektual muda Islam harus bergerak dan ikut mensosialisasikan anti hoax dan fitnah. Ke enam, hati-hati menerima dan menyebarkan berita agar tidak terjadi konflik di masyarakat.
Sebelumnya, pada sambutan Ketua STAIS Medan Abdul Mutholib MA mengatakan, gerakan intelektual melawan anti hoax, harus dilakukan mahasiswa maupun para civitas akademik. "Sebab, hal itu telah dipesankan dalam ajaran Islam, agar ummat selalu berhati-hati dengan berita-berita bohong," ungkapnya.
Saat ini, lanjut Abdul Mutholib, masyarakat resah dengan banyaknya berita-berita bohong, yang bisa menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. "Hal seperti ini bahaya bila dibiarkan, bisa-bisa persatuan dan kesatuan negeri ini tercabik-cabik," tegasnya.
Oleh karena itu, civitas akademik dan mahasiswa mempunyai tanggungjawab untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat melalui Tridharma Perguruan Tinggi. "Mari kita lawan hoax, untuk membantu pemerintah menjaga persatuan dan kesatuan negeri ini," tukasnya.
Sedangkan nara sumber dalam seminar itu, Tuan Guru Batak Dr Ahmad Sabban Rajagukguk mengatakan, berita bohong atau hoax di media sosial itu banyak. "Salah satunya adalah berita yang menginformasikan kalau pak Presiden Jokowi itu anak PKI (Partai Komunis Indonesia)," rincinya.