(Bagian Kedua)
Proses pemilihan komisioner untuk penyelenggaraan penyiaran di wilayah Sumut itu, setelah kita cermati dengan seksama, muncul beberapa hal yang janggal, vital, fatal dan viral.
Maka, dalam menindaklanjuti surat Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting yang meminta agar mengubah susunan personalia Timsel, Komisi A pun kembali menggelar rapat pada 31 Mei 2021. Sidang yang dihadiri semua unsur fraksi itu, sempat di skor dua kali sebelum akhirnya memenuhi kuorum.
Mengapa begitu? Mengapa harus ditunda-tunda dulu baru bisa memenuhi kuorum? Padahal, rapat itu sudah terencana. Sudah diagendakan secara khusus melalui mekanisme Badan Musyawarah DPRD Sumut.
Problem Etika
Sebagaimana ditulis kaldera.id (2 Juni 2021), Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto mengatakan, “Mekanisme sudah kita lakukan dengan baik, dibuka dengan dua kali skors untuk memenuhi kuorum, Alhamdulillah, skors kedua dinyatakan kuorum.” Begitulah keputusan diambil. Timsel terbentuk.
Keputusan Komisi A itu kemudian disampaikan kepada Pimpinan DPRD Sumut sebagai rekomendasi untuk mendapat legitimasi hukum (Surat Keputusan) pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPID Sumut 2021-2024.
Pada proses pembentukan Tim Seleksi, sesungguhnya ada juga problem etika dan tertib administrasi. Secara organisasi dan kaidah administrasi, ada tanda-tanda kesalahan yang mengakibatkan terjadinya dua penyelewengan prosedur, yaitu:
Pertama, legalitas SK Timsel ditandai dengan tanda-tangan Pimpinan DPRD. Dengan kata lain, jika surat tugasnya berasal dari DPRD Sumut, berarti laporan akhirnya juga seyogianya disampaikan kepada Pimpinan, bukan Komisi A DPRD Sumut. Namun, hingga saat ini, tidak ada yang menyoal perkara ini.
Kedua, setelah terbentuk, Timsel pun tak langsung bekerja. Ada jeda. Mengapa ada masa kosong hingga keluar informasi tentang tahap pendaftaran pada 6 Agustus – 5 September 2021 (kpi.go.id, 12 Agustus 2021). Mungkin karena alasan anggaran dan lain sebagainya. Yang jelas, mereka bekerja sesuai dengan SK toh? Dan Ketua Timsel Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd mengakui, mereka baru bekerja setelah 12 Juli 2021 (realitasonline.id, 7/12/2021).
Ketiga, cara kerja Timsel nampaknya kurang transparan dan/atau karena tidak terencana dari awal hingga akhir, dari A sampai Z. Hal ini terlihat dari fakta bahwa di awal masa pendaftaran dan setelah penutupan masa pendaftaran, tidak ada informasi tentang berapa jumlah peserta yang mendaftar dan informasi tentang jadwal untuk tahapan selanjutnya yang bisa diperoleh secara langsung.
Jangankan jadwal tahapan selanjutnya, informasi tentang waktu palaksanaan untuk seleksi administrasi pun harus menunggu beberapa hari dan hanya dapat dipantau melalui www.kpid.sumutprov.go.id.
Keempat, selesai tahapan seleksi administrasi, informasi tentang jadwal dan tahapan selanjutnya, yakni ujian tertulis, juga tidak langsung tersedia. Peserta seleksi lagi-lagi diarahkan untuk menunggu dan memantau melalui website KPID Sumut (www.kpid.sumutprov.go.id). Begitulah untuk seterusnya hingga keluar hasil wawancara (pendalaman visi-misi) Timsel dalam sebuah konferensi pers yang diliput jurnalis dari beragam media itu.
Minim Publikasi
Selama Timsel bekerja, terbilang sangat minum publikasi melalui media massa (cetak, radio, televisi dan online). Sosialisasi yang terasa agar luas hanya pada masa awal dan akhirnya saja. Mengapa jadwal untuk tahap ujian wawancara saja tidak transparan? Menanggapi pertanyaan dari berbagai pihak ini, Timsel mengungkapkan alasan saat itu: untuk menjaga independensi dan objektifitas penilaian.
Publikasi tentang seleksi yang tergolong luas dalam konferensi pers pengumuman hasil seleksi dari tahap wawancara Timsel dan sekaligus enyerahan 21 nama Calon Anggota KPID Sumut kepada Komisi A DPRD Sumut. Ini juga termasuk yang saya nilai sebagai hal janggal.
Dalam konferensi pers itu, Timsel menyampaikan informasi yang relatif lengkap. Mutia Atiqah mengungkapkan, penyerahan 21 nama Calon Anggota KPID Sumut hasil seleksi itu menjadi akhir masa tugas Timsel. Proses selanjutnya akan diteruskan oleh Komisi A DPRD Sumut.
Konferensi pers Timsel itu juga membuka cerita bahwa peserta seleksi yang sempat mendaftar hanya berjumlah 50 orang. Dari jumlah peserta yang 50 itu ternyata lulus seleksi administrasi sebanyak 40 orang ditambah 2 orang petahana.
Kemudian, dari 40 orang yang ikut ujian tertulis (CAT) itu, lulus lagi 33 orang dan mengerucut setelah tes psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara menjadi 26 orang, serta lulus ujian wawancara hanya 19 calon. Maka untuk tahap uji kelayakan dan kepatutan selanjutnya, 19 calon baru ditambah dua orang petahana, peserta seleksi berjumlah 21 orang.
Kalau dibandingkan dengan jumlah peminat yang mendaftar di provinsi lain, ada yang bahkan hingga ratusan orang, seperti di Provinsi Banten yang mecapai 109 nama pendaftar, rmolbanten.com, 18/9/2021).
Mengapa hanya 50 orang? Fakta tentang jumlah peserta yang hanya 50 pendaftar itu menjadi satu indikasi bahwa publikasi tentang seleksi calon KPID Sumut periode 2021-2024 itu tergolong minim. (Bersambung)
*Penulis Adalah Anggota DPRD Mandailing Natal periode 2014-2019 dan Calon Anggota KPID Sumut 2021-2024
© Copyright 2024, All Rights Reserved