Sementara itu, Ridwansyah Saragih dari DPD KNCI Sumatera Utara mengatakan, kebijakan menghanguskan kartu perdana milik outlet yang dilakukan oleh operator seluler sangat merugikan mereka. Alasan penghangusan kartu ini karena tidak registrasi menggunakan NIK dan KK menurut mereka tidak dapat diterima mengingat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengeluarkan surat edaran no 1 tahun 2018 dan ketetapan BRTI no 3 tahun 2018 dimana sejak itu sistem registrasi kartu perdana prabayar di outlet tidak ada lagi.
\"Namun kenapa pada tanggal 21 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019 terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet seluruh Indonesia. Padahal kartu perdana tersebut masih dalam masa aktif,\" ujarnya.
Dari kondisi ini, mereka memperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar mencapai Rp 500 miliar se-Indonesia. Atas kondisi ini jugalah mereka meminta agar seluruh pihak terkait dalam hal ini memperhatikan nasib mereka.
\"Usaha kami hancur karena kebijakan dari bapak-bapak komisioner BRTI,\" pungkasnya.
Setelah berorasi beberapa saat, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima untuk menyampaikan tuntutannya kepada petinggi Telkomsel. Mereka diminta untuk menemui pihak manajemen dalam pertemuan didalam ruangan." itemprop="description"/>
Sementara itu, Ridwansyah Saragih dari DPD KNCI Sumatera Utara mengatakan, kebijakan menghanguskan kartu perdana milik outlet yang dilakukan oleh operator seluler sangat merugikan mereka. Alasan penghangusan kartu ini karena tidak registrasi menggunakan NIK dan KK menurut mereka tidak dapat diterima mengingat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengeluarkan surat edaran no 1 tahun 2018 dan ketetapan BRTI no 3 tahun 2018 dimana sejak itu sistem registrasi kartu perdana prabayar di outlet tidak ada lagi.
\"Namun kenapa pada tanggal 21 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019 terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet seluruh Indonesia. Padahal kartu perdana tersebut masih dalam masa aktif,\" ujarnya.
Dari kondisi ini, mereka memperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar mencapai Rp 500 miliar se-Indonesia. Atas kondisi ini jugalah mereka meminta agar seluruh pihak terkait dalam hal ini memperhatikan nasib mereka.
\"Usaha kami hancur karena kebijakan dari bapak-bapak komisioner BRTI,\" pungkasnya.
Setelah berorasi beberapa saat, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima untuk menyampaikan tuntutannya kepada petinggi Telkomsel. Mereka diminta untuk menemui pihak manajemen dalam pertemuan didalam ruangan."/>
Sementara itu, Ridwansyah Saragih dari DPD KNCI Sumatera Utara mengatakan, kebijakan menghanguskan kartu perdana milik outlet yang dilakukan oleh operator seluler sangat merugikan mereka. Alasan penghangusan kartu ini karena tidak registrasi menggunakan NIK dan KK menurut mereka tidak dapat diterima mengingat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengeluarkan surat edaran no 1 tahun 2018 dan ketetapan BRTI no 3 tahun 2018 dimana sejak itu sistem registrasi kartu perdana prabayar di outlet tidak ada lagi.
\"Namun kenapa pada tanggal 21 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019 terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet seluruh Indonesia. Padahal kartu perdana tersebut masih dalam masa aktif,\" ujarnya.
Dari kondisi ini, mereka memperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar mencapai Rp 500 miliar se-Indonesia. Atas kondisi ini jugalah mereka meminta agar seluruh pihak terkait dalam hal ini memperhatikan nasib mereka.
\"Usaha kami hancur karena kebijakan dari bapak-bapak komisioner BRTI,\" pungkasnya.
Setelah berorasi beberapa saat, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima untuk menyampaikan tuntutannya kepada petinggi Telkomsel. Mereka diminta untuk menemui pihak manajemen dalam pertemuan didalam ruangan."/>
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Kesatuan Niaga Celluer Indonesia (KNCI) sempat diwarnai adu mulut antara pengunjuk rasa dengan petugas dari kantor Graha Merah Putih (GMP) Telkomsel, Jalan Putri Hijau, Medan, Selasa (26/2/2019). Hal ini terjadi karen para pengunjuk rasa yang berasal dari kalangan penjual paket data seluler tersebut dihalau saat ingin menyampaikan tuntutannya secara langsung kepada pihak manajemen Telkomsel.
Para pengunjuk rasa yang merasa mendapat penolakan sempat telihat emosi. Beberapa diantara mereka bahkan menilai kebijakan yang mereka sebut dengan istilah 'penghangusan' kartu pedana milik outlet merupakan kebijakan yang membunuh usaha mereka.
"Kami mencari makan untuk memenuhi kebutuhan anak kami, tapi kenapa kebijakan kalian justru membunuh usaha kami," teriak seorang perempuan yang ikut berunjuk rasa.
Sementara itu, Ridwansyah Saragih dari DPD KNCI Sumatera Utara mengatakan, kebijakan menghanguskan kartu perdana milik outlet yang dilakukan oleh operator seluler sangat merugikan mereka. Alasan penghangusan kartu ini karena tidak registrasi menggunakan NIK dan KK menurut mereka tidak dapat diterima mengingat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengeluarkan surat edaran no 1 tahun 2018 dan ketetapan BRTI no 3 tahun 2018 dimana sejak itu sistem registrasi kartu perdana prabayar di outlet tidak ada lagi.
"Namun kenapa pada tanggal 21 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019 terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet seluruh Indonesia. Padahal kartu perdana tersebut masih dalam masa aktif," ujarnya.
Dari kondisi ini, mereka memperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar mencapai Rp 500 miliar se-Indonesia. Atas kondisi ini jugalah mereka meminta agar seluruh pihak terkait dalam hal ini memperhatikan nasib mereka.
"Usaha kami hancur karena kebijakan dari bapak-bapak komisioner BRTI," pungkasnya.
Setelah berorasi beberapa saat, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima untuk menyampaikan tuntutannya kepada petinggi Telkomsel. Mereka diminta untuk menemui pihak manajemen dalam pertemuan didalam ruangan.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Kesatuan Niaga Celluer Indonesia (KNCI) sempat diwarnai adu mulut antara pengunjuk rasa dengan petugas dari kantor Graha Merah Putih (GMP) Telkomsel, Jalan Putri Hijau, Medan, Selasa (26/2/2019). Hal ini terjadi karen para pengunjuk rasa yang berasal dari kalangan penjual paket data seluler tersebut dihalau saat ingin menyampaikan tuntutannya secara langsung kepada pihak manajemen Telkomsel.
Para pengunjuk rasa yang merasa mendapat penolakan sempat telihat emosi. Beberapa diantara mereka bahkan menilai kebijakan yang mereka sebut dengan istilah 'penghangusan' kartu pedana milik outlet merupakan kebijakan yang membunuh usaha mereka.
"Kami mencari makan untuk memenuhi kebutuhan anak kami, tapi kenapa kebijakan kalian justru membunuh usaha kami," teriak seorang perempuan yang ikut berunjuk rasa.
Sementara itu, Ridwansyah Saragih dari DPD KNCI Sumatera Utara mengatakan, kebijakan menghanguskan kartu perdana milik outlet yang dilakukan oleh operator seluler sangat merugikan mereka. Alasan penghangusan kartu ini karena tidak registrasi menggunakan NIK dan KK menurut mereka tidak dapat diterima mengingat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah mengeluarkan surat edaran no 1 tahun 2018 dan ketetapan BRTI no 3 tahun 2018 dimana sejak itu sistem registrasi kartu perdana prabayar di outlet tidak ada lagi.
"Namun kenapa pada tanggal 21 Februari 2019 sampai 23 Februari 2019 terjadi penghangusan kartu perdana milik outlet seluruh Indonesia. Padahal kartu perdana tersebut masih dalam masa aktif," ujarnya.
Dari kondisi ini, mereka memperkirakan mengalami kerugian yang sangat besar mencapai Rp 500 miliar se-Indonesia. Atas kondisi ini jugalah mereka meminta agar seluruh pihak terkait dalam hal ini memperhatikan nasib mereka.
"Usaha kami hancur karena kebijakan dari bapak-bapak komisioner BRTI," pungkasnya.
Setelah berorasi beberapa saat, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima untuk menyampaikan tuntutannya kepada petinggi Telkomsel. Mereka diminta untuk menemui pihak manajemen dalam pertemuan didalam ruangan.