Sebahagian kalangan melihat persoalan tersebut sebagai langkah positif Pemprovsu untuk memberikan solusi dari permasalahan selama ini. Berangkat dari munculnya keluhan dari para wisatawan Muslim jika bertamasya ke wilayah wisata sekitaran danau Toba, dimana sejauh ini dihadapkan pada sulitnya memilih tempat makan yang khusus menjual kuliner halal.
Sebagaimana diketahui pada umumnya para penjual kuliner dikawasan wisata danau Toba adalah pedagang non muslim, yang tentu saja diantara pedagang tersebut ada menjual kuliner yang tidak halal bagi wisatawan muslim. Dari fakta inilah umumnya para pelancong yang beragama Islam mesti selektif dalam memilih tempat yang representatif bagi mereka bilamana berlibur kesana.
Bukan apa - apa, masalah kehalalan makanan memang merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar bagi umat Islam. Sehingga dalam banyak informasi yang menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan bagi wisatawan muslim jika berkunjung ke lokasi wisata baik domestik maupun luar negeri yang bukan merupakan daerah muslim, mereka umumnya mengeluh pada persolan makanan halal.
Berdasarkan fenomena inilah kiranya Pemprovsu mengambil kebijakan untuk menerapkan wisata halal disekitaran wilayah wisata danau Toba. Apalagi berdasarkan catatan bahwa para pengunjung danau Toba secara umum datang dari negara - negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk menerapkan kebijakan ini memang tak mudah. Pemprovsu pasti akan dihadapkan pada sejumlah polemik sebagaimana yang sekarang sedang terjadi. Hal itu wajar adanya. Bahkan menurut asumsi penulis, pihak pemprovsu pasti jauh - jauh hari sudah mengetahui akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi seperti saat ini.
Untuk lebih memudahkan sampainya informasi yang benar, menurut hemat penulis ada baiknya Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya mengkaji lebih serius kebijakan ini. Perlu adanya sosialisasi yang bertahap, efisien dan efektif sebelum diterapkan.
Semua pihak harus dirangkul untuk duduk bersama dalam mencari solusi dari persoalan ini. Banyak elemen yang mesti diajak bicara, baik itu pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten yang ada diseputaran danau Toba, para pelaku industri kuliner, industri traveling, industri penginapan, pemangku adat, akademisi, wisatawan, NGO, pers, warga masyarakat disekitaran danau Toba dan lainnya.
Perlu juga disampaikan oleh pemprovsu kepada masyarakat bahwa paradigma ini semata - mata untuk membangun industri wisata danau Toba yang salah misinya ialah menggaet wisatawan - wisatawan asing dari negara muslim \"berkantung tebal\".
Sama sekali tidak ada niat untuk menghapus kearifan lokal dan upaya islamisasi sebagaimana opini yang berkembang sejauh ini. Pemprovsu juga harus rajin - rajin memberikan contoh, bahwa dinegara tujuan wisata yang mayoritas non muslimpun kini konsep wisata halal umumnya diterapkan. Seperti di Thailand, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa. Dinegara - negara ini wisata halal kian gencar dipromosikan. Banyak tempat - tempat wisata yang menyediakan sarana - sarana kebutuhan wisatawan muslim, tak terbatas diaspek yang berkaitan dengan kuliner semata.
Industri wisata memang menjadi industri yang menggiurkan. Pendapatan negara dan masyarakat bisa diperoleh melalui ceruk bisnis ini. Apalagi ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah pusat. Asal saja pemerintah mampu mengelolanya secara optimal pasti akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Menyadari hal itulah kiranya pemprovsu melihat persoalan wisata halal ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai banyak yang dirugikan dari kebijakan ini. Banyak pihak harus diajak bicara.[top]
Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hukum
" itemprop="description"/>
Sebahagian kalangan melihat persoalan tersebut sebagai langkah positif Pemprovsu untuk memberikan solusi dari permasalahan selama ini. Berangkat dari munculnya keluhan dari para wisatawan Muslim jika bertamasya ke wilayah wisata sekitaran danau Toba, dimana sejauh ini dihadapkan pada sulitnya memilih tempat makan yang khusus menjual kuliner halal.
Sebagaimana diketahui pada umumnya para penjual kuliner dikawasan wisata danau Toba adalah pedagang non muslim, yang tentu saja diantara pedagang tersebut ada menjual kuliner yang tidak halal bagi wisatawan muslim. Dari fakta inilah umumnya para pelancong yang beragama Islam mesti selektif dalam memilih tempat yang representatif bagi mereka bilamana berlibur kesana.
Bukan apa - apa, masalah kehalalan makanan memang merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar bagi umat Islam. Sehingga dalam banyak informasi yang menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan bagi wisatawan muslim jika berkunjung ke lokasi wisata baik domestik maupun luar negeri yang bukan merupakan daerah muslim, mereka umumnya mengeluh pada persolan makanan halal.
Berdasarkan fenomena inilah kiranya Pemprovsu mengambil kebijakan untuk menerapkan wisata halal disekitaran wilayah wisata danau Toba. Apalagi berdasarkan catatan bahwa para pengunjung danau Toba secara umum datang dari negara - negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk menerapkan kebijakan ini memang tak mudah. Pemprovsu pasti akan dihadapkan pada sejumlah polemik sebagaimana yang sekarang sedang terjadi. Hal itu wajar adanya. Bahkan menurut asumsi penulis, pihak pemprovsu pasti jauh - jauh hari sudah mengetahui akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi seperti saat ini.
Untuk lebih memudahkan sampainya informasi yang benar, menurut hemat penulis ada baiknya Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya mengkaji lebih serius kebijakan ini. Perlu adanya sosialisasi yang bertahap, efisien dan efektif sebelum diterapkan.
Semua pihak harus dirangkul untuk duduk bersama dalam mencari solusi dari persoalan ini. Banyak elemen yang mesti diajak bicara, baik itu pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten yang ada diseputaran danau Toba, para pelaku industri kuliner, industri traveling, industri penginapan, pemangku adat, akademisi, wisatawan, NGO, pers, warga masyarakat disekitaran danau Toba dan lainnya.
Perlu juga disampaikan oleh pemprovsu kepada masyarakat bahwa paradigma ini semata - mata untuk membangun industri wisata danau Toba yang salah misinya ialah menggaet wisatawan - wisatawan asing dari negara muslim \"berkantung tebal\".
Sama sekali tidak ada niat untuk menghapus kearifan lokal dan upaya islamisasi sebagaimana opini yang berkembang sejauh ini. Pemprovsu juga harus rajin - rajin memberikan contoh, bahwa dinegara tujuan wisata yang mayoritas non muslimpun kini konsep wisata halal umumnya diterapkan. Seperti di Thailand, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa. Dinegara - negara ini wisata halal kian gencar dipromosikan. Banyak tempat - tempat wisata yang menyediakan sarana - sarana kebutuhan wisatawan muslim, tak terbatas diaspek yang berkaitan dengan kuliner semata.
Industri wisata memang menjadi industri yang menggiurkan. Pendapatan negara dan masyarakat bisa diperoleh melalui ceruk bisnis ini. Apalagi ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah pusat. Asal saja pemerintah mampu mengelolanya secara optimal pasti akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Menyadari hal itulah kiranya pemprovsu melihat persoalan wisata halal ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai banyak yang dirugikan dari kebijakan ini. Banyak pihak harus diajak bicara.[top]
Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hukum
"/>
Sebahagian kalangan melihat persoalan tersebut sebagai langkah positif Pemprovsu untuk memberikan solusi dari permasalahan selama ini. Berangkat dari munculnya keluhan dari para wisatawan Muslim jika bertamasya ke wilayah wisata sekitaran danau Toba, dimana sejauh ini dihadapkan pada sulitnya memilih tempat makan yang khusus menjual kuliner halal.
Sebagaimana diketahui pada umumnya para penjual kuliner dikawasan wisata danau Toba adalah pedagang non muslim, yang tentu saja diantara pedagang tersebut ada menjual kuliner yang tidak halal bagi wisatawan muslim. Dari fakta inilah umumnya para pelancong yang beragama Islam mesti selektif dalam memilih tempat yang representatif bagi mereka bilamana berlibur kesana.
Bukan apa - apa, masalah kehalalan makanan memang merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar bagi umat Islam. Sehingga dalam banyak informasi yang menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan bagi wisatawan muslim jika berkunjung ke lokasi wisata baik domestik maupun luar negeri yang bukan merupakan daerah muslim, mereka umumnya mengeluh pada persolan makanan halal.
Berdasarkan fenomena inilah kiranya Pemprovsu mengambil kebijakan untuk menerapkan wisata halal disekitaran wilayah wisata danau Toba. Apalagi berdasarkan catatan bahwa para pengunjung danau Toba secara umum datang dari negara - negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk menerapkan kebijakan ini memang tak mudah. Pemprovsu pasti akan dihadapkan pada sejumlah polemik sebagaimana yang sekarang sedang terjadi. Hal itu wajar adanya. Bahkan menurut asumsi penulis, pihak pemprovsu pasti jauh - jauh hari sudah mengetahui akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi seperti saat ini.
Untuk lebih memudahkan sampainya informasi yang benar, menurut hemat penulis ada baiknya Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya mengkaji lebih serius kebijakan ini. Perlu adanya sosialisasi yang bertahap, efisien dan efektif sebelum diterapkan.
Semua pihak harus dirangkul untuk duduk bersama dalam mencari solusi dari persoalan ini. Banyak elemen yang mesti diajak bicara, baik itu pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten yang ada diseputaran danau Toba, para pelaku industri kuliner, industri traveling, industri penginapan, pemangku adat, akademisi, wisatawan, NGO, pers, warga masyarakat disekitaran danau Toba dan lainnya.
Perlu juga disampaikan oleh pemprovsu kepada masyarakat bahwa paradigma ini semata - mata untuk membangun industri wisata danau Toba yang salah misinya ialah menggaet wisatawan - wisatawan asing dari negara muslim \"berkantung tebal\".
Sama sekali tidak ada niat untuk menghapus kearifan lokal dan upaya islamisasi sebagaimana opini yang berkembang sejauh ini. Pemprovsu juga harus rajin - rajin memberikan contoh, bahwa dinegara tujuan wisata yang mayoritas non muslimpun kini konsep wisata halal umumnya diterapkan. Seperti di Thailand, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa. Dinegara - negara ini wisata halal kian gencar dipromosikan. Banyak tempat - tempat wisata yang menyediakan sarana - sarana kebutuhan wisatawan muslim, tak terbatas diaspek yang berkaitan dengan kuliner semata.
Industri wisata memang menjadi industri yang menggiurkan. Pendapatan negara dan masyarakat bisa diperoleh melalui ceruk bisnis ini. Apalagi ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah pusat. Asal saja pemerintah mampu mengelolanya secara optimal pasti akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Menyadari hal itulah kiranya pemprovsu melihat persoalan wisata halal ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai banyak yang dirugikan dari kebijakan ini. Banyak pihak harus diajak bicara.[top]
RMOLSumut Perguliran wacana "wisata halal" yang akan diimplementasikan pemerintah Provinsi Sumatera Utara kini menuai polemik publik. Wisata halal ini sendiri nantinya akan diberlakukan di wilayah lokasi wisata danau toba dan sekitarannya. Menanggapi hal ini opini masyarakat tampaknya terbelah. Ada yang mendukung ada pula yang sebaliknya. Disosial media fakta tersebut cukup terlihat.
Sebahagian kalangan melihat persoalan tersebut sebagai langkah positif Pemprovsu untuk memberikan solusi dari permasalahan selama ini. Berangkat dari munculnya keluhan dari para wisatawan Muslim jika bertamasya ke wilayah wisata sekitaran danau Toba, dimana sejauh ini dihadapkan pada sulitnya memilih tempat makan yang khusus menjual kuliner halal.
Sebagaimana diketahui pada umumnya para penjual kuliner dikawasan wisata danau Toba adalah pedagang non muslim, yang tentu saja diantara pedagang tersebut ada menjual kuliner yang tidak halal bagi wisatawan muslim. Dari fakta inilah umumnya para pelancong yang beragama Islam mesti selektif dalam memilih tempat yang representatif bagi mereka bilamana berlibur kesana.
Bukan apa - apa, masalah kehalalan makanan memang merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar bagi umat Islam. Sehingga dalam banyak informasi yang menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan bagi wisatawan muslim jika berkunjung ke lokasi wisata baik domestik maupun luar negeri yang bukan merupakan daerah muslim, mereka umumnya mengeluh pada persolan makanan halal.
Berdasarkan fenomena inilah kiranya Pemprovsu mengambil kebijakan untuk menerapkan wisata halal disekitaran wilayah wisata danau Toba. Apalagi berdasarkan catatan bahwa para pengunjung danau Toba secara umum datang dari negara - negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk menerapkan kebijakan ini memang tak mudah. Pemprovsu pasti akan dihadapkan pada sejumlah polemik sebagaimana yang sekarang sedang terjadi. Hal itu wajar adanya. Bahkan menurut asumsi penulis, pihak pemprovsu pasti jauh - jauh hari sudah mengetahui akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi seperti saat ini.
Untuk lebih memudahkan sampainya informasi yang benar, menurut hemat penulis ada baiknya Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya mengkaji lebih serius kebijakan ini. Perlu adanya sosialisasi yang bertahap, efisien dan efektif sebelum diterapkan.
Semua pihak harus dirangkul untuk duduk bersama dalam mencari solusi dari persoalan ini. Banyak elemen yang mesti diajak bicara, baik itu pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten yang ada diseputaran danau Toba, para pelaku industri kuliner, industri traveling, industri penginapan, pemangku adat, akademisi, wisatawan, NGO, pers, warga masyarakat disekitaran danau Toba dan lainnya.
Perlu juga disampaikan oleh pemprovsu kepada masyarakat bahwa paradigma ini semata - mata untuk membangun industri wisata danau Toba yang salah misinya ialah menggaet wisatawan - wisatawan asing dari negara muslim "berkantung tebal".
Sama sekali tidak ada niat untuk menghapus kearifan lokal dan upaya islamisasi sebagaimana opini yang berkembang sejauh ini. Pemprovsu juga harus rajin - rajin memberikan contoh, bahwa dinegara tujuan wisata yang mayoritas non muslimpun kini konsep wisata halal umumnya diterapkan. Seperti di Thailand, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa. Dinegara - negara ini wisata halal kian gencar dipromosikan. Banyak tempat - tempat wisata yang menyediakan sarana - sarana kebutuhan wisatawan muslim, tak terbatas diaspek yang berkaitan dengan kuliner semata.
Industri wisata memang menjadi industri yang menggiurkan. Pendapatan negara dan masyarakat bisa diperoleh melalui ceruk bisnis ini. Apalagi ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah pusat. Asal saja pemerintah mampu mengelolanya secara optimal pasti akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Menyadari hal itulah kiranya pemprovsu melihat persoalan wisata halal ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai banyak yang dirugikan dari kebijakan ini. Banyak pihak harus diajak bicara.[top]
Penulis adalah Advokat dan Konsultan Hukum
RMOLSumut Perguliran wacana "wisata halal" yang akan diimplementasikan pemerintah Provinsi Sumatera Utara kini menuai polemik publik. Wisata halal ini sendiri nantinya akan diberlakukan di wilayah lokasi wisata danau toba dan sekitarannya. Menanggapi hal ini opini masyarakat tampaknya terbelah. Ada yang mendukung ada pula yang sebaliknya. Disosial media fakta tersebut cukup terlihat.
Sebahagian kalangan melihat persoalan tersebut sebagai langkah positif Pemprovsu untuk memberikan solusi dari permasalahan selama ini. Berangkat dari munculnya keluhan dari para wisatawan Muslim jika bertamasya ke wilayah wisata sekitaran danau Toba, dimana sejauh ini dihadapkan pada sulitnya memilih tempat makan yang khusus menjual kuliner halal.
Sebagaimana diketahui pada umumnya para penjual kuliner dikawasan wisata danau Toba adalah pedagang non muslim, yang tentu saja diantara pedagang tersebut ada menjual kuliner yang tidak halal bagi wisatawan muslim. Dari fakta inilah umumnya para pelancong yang beragama Islam mesti selektif dalam memilih tempat yang representatif bagi mereka bilamana berlibur kesana.
Bukan apa - apa, masalah kehalalan makanan memang merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar bagi umat Islam. Sehingga dalam banyak informasi yang menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan bagi wisatawan muslim jika berkunjung ke lokasi wisata baik domestik maupun luar negeri yang bukan merupakan daerah muslim, mereka umumnya mengeluh pada persolan makanan halal.
Berdasarkan fenomena inilah kiranya Pemprovsu mengambil kebijakan untuk menerapkan wisata halal disekitaran wilayah wisata danau Toba. Apalagi berdasarkan catatan bahwa para pengunjung danau Toba secara umum datang dari negara - negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Untuk menerapkan kebijakan ini memang tak mudah. Pemprovsu pasti akan dihadapkan pada sejumlah polemik sebagaimana yang sekarang sedang terjadi. Hal itu wajar adanya. Bahkan menurut asumsi penulis, pihak pemprovsu pasti jauh - jauh hari sudah mengetahui akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi seperti saat ini.
Untuk lebih memudahkan sampainya informasi yang benar, menurut hemat penulis ada baiknya Gubernur Sumatera Utara dan jajarannya mengkaji lebih serius kebijakan ini. Perlu adanya sosialisasi yang bertahap, efisien dan efektif sebelum diterapkan.
Semua pihak harus dirangkul untuk duduk bersama dalam mencari solusi dari persoalan ini. Banyak elemen yang mesti diajak bicara, baik itu pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten yang ada diseputaran danau Toba, para pelaku industri kuliner, industri traveling, industri penginapan, pemangku adat, akademisi, wisatawan, NGO, pers, warga masyarakat disekitaran danau Toba dan lainnya.
Perlu juga disampaikan oleh pemprovsu kepada masyarakat bahwa paradigma ini semata - mata untuk membangun industri wisata danau Toba yang salah misinya ialah menggaet wisatawan - wisatawan asing dari negara muslim "berkantung tebal".
Sama sekali tidak ada niat untuk menghapus kearifan lokal dan upaya islamisasi sebagaimana opini yang berkembang sejauh ini. Pemprovsu juga harus rajin - rajin memberikan contoh, bahwa dinegara tujuan wisata yang mayoritas non muslimpun kini konsep wisata halal umumnya diterapkan. Seperti di Thailand, Korea Selatan dan beberapa negara Eropa. Dinegara - negara ini wisata halal kian gencar dipromosikan. Banyak tempat - tempat wisata yang menyediakan sarana - sarana kebutuhan wisatawan muslim, tak terbatas diaspek yang berkaitan dengan kuliner semata.
Industri wisata memang menjadi industri yang menggiurkan. Pendapatan negara dan masyarakat bisa diperoleh melalui ceruk bisnis ini. Apalagi ini juga merupakan salah satu program prioritas pemerintah pusat. Asal saja pemerintah mampu mengelolanya secara optimal pasti akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Menyadari hal itulah kiranya pemprovsu melihat persoalan wisata halal ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai banyak yang dirugikan dari kebijakan ini. Banyak pihak harus diajak bicara.[top]