Simbul menjelaskan, tahun 2018 lalu pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan unsur pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek bendungan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibuat notulen mengenai sikap masyarakat dan disepakati bersama. Notulen tersebut diantaranya menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan Biru-Biru tidak menolak proyek-proyek strategis nasional.
\"Namun kami keberatan jika proyek tersebut dilanjutkan sebelum proses ganti rugi lahan kami belum dilakukan sesuai prosedur,\" ujarnya.
Ironisnya menurut Simbul, seluruh warga pada 5 desa tersebut selama ini hanya diberikan informasi bahwa tanah mereka tersebut masuk dalam areal hutan produksi sehingga tidak akan diganti rugi.
\"Ini yang membuat kami heran. Padahal ada juga pihak yang datang satgas entah darimana itu mengukur dan membuat perkiraan harga tanaman kami. Jadi kami minta agar kami ini jangan hanya dijadikan objek seolah kami belum merdeka di negara ini,\" pungkasnya.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Muhri Fauzi Hafiz dan dihadiri beberapa anggota DPRD Sumut lainnya. Hadir juga Camat Biru-biru Wahyu Rismiana, Kapolsek Biru-Biru AKP Robiatun dan pihak dari BWS." itemprop="description"/>
Simbul menjelaskan, tahun 2018 lalu pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan unsur pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek bendungan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibuat notulen mengenai sikap masyarakat dan disepakati bersama. Notulen tersebut diantaranya menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan Biru-Biru tidak menolak proyek-proyek strategis nasional.
\"Namun kami keberatan jika proyek tersebut dilanjutkan sebelum proses ganti rugi lahan kami belum dilakukan sesuai prosedur,\" ujarnya.
Ironisnya menurut Simbul, seluruh warga pada 5 desa tersebut selama ini hanya diberikan informasi bahwa tanah mereka tersebut masuk dalam areal hutan produksi sehingga tidak akan diganti rugi.
\"Ini yang membuat kami heran. Padahal ada juga pihak yang datang satgas entah darimana itu mengukur dan membuat perkiraan harga tanaman kami. Jadi kami minta agar kami ini jangan hanya dijadikan objek seolah kami belum merdeka di negara ini,\" pungkasnya.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Muhri Fauzi Hafiz dan dihadiri beberapa anggota DPRD Sumut lainnya. Hadir juga Camat Biru-biru Wahyu Rismiana, Kapolsek Biru-Biru AKP Robiatun dan pihak dari BWS."/>
Simbul menjelaskan, tahun 2018 lalu pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan unsur pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek bendungan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibuat notulen mengenai sikap masyarakat dan disepakati bersama. Notulen tersebut diantaranya menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan Biru-Biru tidak menolak proyek-proyek strategis nasional.
\"Namun kami keberatan jika proyek tersebut dilanjutkan sebelum proses ganti rugi lahan kami belum dilakukan sesuai prosedur,\" ujarnya.
Ironisnya menurut Simbul, seluruh warga pada 5 desa tersebut selama ini hanya diberikan informasi bahwa tanah mereka tersebut masuk dalam areal hutan produksi sehingga tidak akan diganti rugi.
\"Ini yang membuat kami heran. Padahal ada juga pihak yang datang satgas entah darimana itu mengukur dan membuat perkiraan harga tanaman kami. Jadi kami minta agar kami ini jangan hanya dijadikan objek seolah kami belum merdeka di negara ini,\" pungkasnya.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Muhri Fauzi Hafiz dan dihadiri beberapa anggota DPRD Sumut lainnya. Hadir juga Camat Biru-biru Wahyu Rismiana, Kapolsek Biru-Biru AKP Robiatun dan pihak dari BWS."/>
Ratusan warga dari 5 desa di Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang mendatangi DPRD Sumatera Utara, Senin (11/3/2019). Mereka datang untuk mempertanyakan nasib desa mereka atas pembangunan proyek Bendungan Lau Simeme yang membuat desa mereka terancam tenggelam. Lima desa tersebut yakni Desa Kuala Dekah, Mardinding Julu, Penen, Rumah Gerat dan Sari Laba Jaya.
Simbul Ginting selaku Ketua Arih Ersada Kecamatan Biru-Biru mengatakan kedatangan mereka untuk meminta kejelasan mengenai nasib mereka yang hingga saat ini belum mendapatkan informasi yang jelas atas pembangunan bendungan tersebut. Padahal, pada satu sisi masyarakat disana merupakan pihak yang akan terdampak akibat proyek tersebut.
"Kami hingga saat ini belum pernah diberikan informasi mengenai persoalan tanah kami yang masuk dalam proyek pembangunan bendungan tersebut," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Ruang Rapat Komisi A DPRD Sumatera Utara.
Simbul menjelaskan, tahun 2018 lalu pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan unsur pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek bendungan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibuat notulen mengenai sikap masyarakat dan disepakati bersama. Notulen tersebut diantaranya menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan Biru-Biru tidak menolak proyek-proyek strategis nasional.
"Namun kami keberatan jika proyek tersebut dilanjutkan sebelum proses ganti rugi lahan kami belum dilakukan sesuai prosedur," ujarnya.
Ironisnya menurut Simbul, seluruh warga pada 5 desa tersebut selama ini hanya diberikan informasi bahwa tanah mereka tersebut masuk dalam areal hutan produksi sehingga tidak akan diganti rugi.
"Ini yang membuat kami heran. Padahal ada juga pihak yang datang satgas entah darimana itu mengukur dan membuat perkiraan harga tanaman kami. Jadi kami minta agar kami ini jangan hanya dijadikan objek seolah kami belum merdeka di negara ini," pungkasnya.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Muhri Fauzi Hafiz dan dihadiri beberapa anggota DPRD Sumut lainnya. Hadir juga Camat Biru-biru Wahyu Rismiana, Kapolsek Biru-Biru AKP Robiatun dan pihak dari BWS.
Ratusan warga dari 5 desa di Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang mendatangi DPRD Sumatera Utara, Senin (11/3/2019). Mereka datang untuk mempertanyakan nasib desa mereka atas pembangunan proyek Bendungan Lau Simeme yang membuat desa mereka terancam tenggelam. Lima desa tersebut yakni Desa Kuala Dekah, Mardinding Julu, Penen, Rumah Gerat dan Sari Laba Jaya.
Simbul Ginting selaku Ketua Arih Ersada Kecamatan Biru-Biru mengatakan kedatangan mereka untuk meminta kejelasan mengenai nasib mereka yang hingga saat ini belum mendapatkan informasi yang jelas atas pembangunan bendungan tersebut. Padahal, pada satu sisi masyarakat disana merupakan pihak yang akan terdampak akibat proyek tersebut.
"Kami hingga saat ini belum pernah diberikan informasi mengenai persoalan tanah kami yang masuk dalam proyek pembangunan bendungan tersebut," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Ruang Rapat Komisi A DPRD Sumatera Utara.
Simbul menjelaskan, tahun 2018 lalu pihaknya sudah menggelar pertemuan dengan unsur pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek bendungan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibuat notulen mengenai sikap masyarakat dan disepakati bersama. Notulen tersebut diantaranya menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan Biru-Biru tidak menolak proyek-proyek strategis nasional.
"Namun kami keberatan jika proyek tersebut dilanjutkan sebelum proses ganti rugi lahan kami belum dilakukan sesuai prosedur," ujarnya.
Ironisnya menurut Simbul, seluruh warga pada 5 desa tersebut selama ini hanya diberikan informasi bahwa tanah mereka tersebut masuk dalam areal hutan produksi sehingga tidak akan diganti rugi.
"Ini yang membuat kami heran. Padahal ada juga pihak yang datang satgas entah darimana itu mengukur dan membuat perkiraan harga tanaman kami. Jadi kami minta agar kami ini jangan hanya dijadikan objek seolah kami belum merdeka di negara ini," pungkasnya.
Rapat dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Sumut Muhri Fauzi Hafiz dan dihadiri beberapa anggota DPRD Sumut lainnya. Hadir juga Camat Biru-biru Wahyu Rismiana, Kapolsek Biru-Biru AKP Robiatun dan pihak dari BWS.