Berkaitan dengan sengketa yang terjadi ia juga meminta aparat keamanan unsur TNI dan Polri selaku pengayom masyarakat agar tidak bersikap reaktif dan menunjukkan keberpihakan terhadap TPL. Sebab izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dinilai mencederai UUD 1945 pasal 33.
\"Bagaimana masyarakat yang seharusnya mempunyai sumber kehidupan dari kegiatan berladang tidak diberikan hak atas pemanfaatan lokasi, namun pemerintah memberikan Hak Kelola terhadap perusahaan, dimana kemakmuran rakyat yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 jika Hak Kelola masyarakat ternyata dirampas oleh Konstitusi atas Terbitnya Izin IUPHHK- HTI,\" ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengatakan IUPHHK-HTI tidak boleh mengambil hak hidup masyarakat adat Sihaporas. Walhi Sumut menurutnya sangat mengecam tindakan perusahaan yang melibatkan aparat untuk memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat adat.
\"Dilokasi konsesi tersebut sudah tinggal masyarakat adat secara turun temurun jauh sebelum PT. TPL diberi konsesi oleh pemerintah. Jika masyarakat adat harus kehilangan sumber kehidupan, maka kita harus melawan penindasan ini,\" tegasnya.
Secara umum kata Dana, konflik agraria di Provinsi Sumatera Utara harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Pemerintahan harus benar-benar hadir, karena masyarakat sudah menyerahkan mandat kepada pemerintah atas sepenuhnya hak yang dijamin oleh konstitusi." itemprop="description"/>
Berkaitan dengan sengketa yang terjadi ia juga meminta aparat keamanan unsur TNI dan Polri selaku pengayom masyarakat agar tidak bersikap reaktif dan menunjukkan keberpihakan terhadap TPL. Sebab izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dinilai mencederai UUD 1945 pasal 33.
\"Bagaimana masyarakat yang seharusnya mempunyai sumber kehidupan dari kegiatan berladang tidak diberikan hak atas pemanfaatan lokasi, namun pemerintah memberikan Hak Kelola terhadap perusahaan, dimana kemakmuran rakyat yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 jika Hak Kelola masyarakat ternyata dirampas oleh Konstitusi atas Terbitnya Izin IUPHHK- HTI,\" ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengatakan IUPHHK-HTI tidak boleh mengambil hak hidup masyarakat adat Sihaporas. Walhi Sumut menurutnya sangat mengecam tindakan perusahaan yang melibatkan aparat untuk memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat adat.
\"Dilokasi konsesi tersebut sudah tinggal masyarakat adat secara turun temurun jauh sebelum PT. TPL diberi konsesi oleh pemerintah. Jika masyarakat adat harus kehilangan sumber kehidupan, maka kita harus melawan penindasan ini,\" tegasnya.
Secara umum kata Dana, konflik agraria di Provinsi Sumatera Utara harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Pemerintahan harus benar-benar hadir, karena masyarakat sudah menyerahkan mandat kepada pemerintah atas sepenuhnya hak yang dijamin oleh konstitusi."/>
Berkaitan dengan sengketa yang terjadi ia juga meminta aparat keamanan unsur TNI dan Polri selaku pengayom masyarakat agar tidak bersikap reaktif dan menunjukkan keberpihakan terhadap TPL. Sebab izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dinilai mencederai UUD 1945 pasal 33.
\"Bagaimana masyarakat yang seharusnya mempunyai sumber kehidupan dari kegiatan berladang tidak diberikan hak atas pemanfaatan lokasi, namun pemerintah memberikan Hak Kelola terhadap perusahaan, dimana kemakmuran rakyat yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 jika Hak Kelola masyarakat ternyata dirampas oleh Konstitusi atas Terbitnya Izin IUPHHK- HTI,\" ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengatakan IUPHHK-HTI tidak boleh mengambil hak hidup masyarakat adat Sihaporas. Walhi Sumut menurutnya sangat mengecam tindakan perusahaan yang melibatkan aparat untuk memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat adat.
\"Dilokasi konsesi tersebut sudah tinggal masyarakat adat secara turun temurun jauh sebelum PT. TPL diberi konsesi oleh pemerintah. Jika masyarakat adat harus kehilangan sumber kehidupan, maka kita harus melawan penindasan ini,\" tegasnya.
Secara umum kata Dana, konflik agraria di Provinsi Sumatera Utara harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Pemerintahan harus benar-benar hadir, karena masyarakat sudah menyerahkan mandat kepada pemerintah atas sepenuhnya hak yang dijamin oleh konstitusi."/>
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara meminta agar pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi antara masyarakat adat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik. Melalui pernyataan tertulisnya kepada redaksi, Manajer Hukum Walhi Sumut, Golfrid Siregar mengatakan konflik berkepanjangan di lokasi tersebut terjadi karena dasar izin IUPHHK yang dimiliki oleh perusahaan tersebut telah mencederai hak masyarakat adat dan masyarakat lokal yang mempunyai kehidupan atas wilayah tersebut yang.
"Disana ada tanaman pisang, durian, alpokat dan haminjon yang menjadi sumber pengahsilan bagi masyarakat Desa Sihaporas," katanya, Jumat (17/5/2019).
Berkaitan dengan sengketa yang terjadi ia juga meminta aparat keamanan unsur TNI dan Polri selaku pengayom masyarakat agar tidak bersikap reaktif dan menunjukkan keberpihakan terhadap TPL. Sebab izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dinilai mencederai UUD 1945 pasal 33.
"Bagaimana masyarakat yang seharusnya mempunyai sumber kehidupan dari kegiatan berladang tidak diberikan hak atas pemanfaatan lokasi, namun pemerintah memberikan Hak Kelola terhadap perusahaan, dimana kemakmuran rakyat yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 jika Hak Kelola masyarakat ternyata dirampas oleh Konstitusi atas Terbitnya Izin IUPHHK- HTI," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengatakan IUPHHK-HTI tidak boleh mengambil hak hidup masyarakat adat Sihaporas. Walhi Sumut menurutnya sangat mengecam tindakan perusahaan yang melibatkan aparat untuk memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat adat.
"Dilokasi konsesi tersebut sudah tinggal masyarakat adat secara turun temurun jauh sebelum PT. TPL diberi konsesi oleh pemerintah. Jika masyarakat adat harus kehilangan sumber kehidupan, maka kita harus melawan penindasan ini," tegasnya.
Secara umum kata Dana, konflik agraria di Provinsi Sumatera Utara harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Pemerintahan harus benar-benar hadir, karena masyarakat sudah menyerahkan mandat kepada pemerintah atas sepenuhnya hak yang dijamin oleh konstitusi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara meminta agar pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi antara masyarakat adat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik. Melalui pernyataan tertulisnya kepada redaksi, Manajer Hukum Walhi Sumut, Golfrid Siregar mengatakan konflik berkepanjangan di lokasi tersebut terjadi karena dasar izin IUPHHK yang dimiliki oleh perusahaan tersebut telah mencederai hak masyarakat adat dan masyarakat lokal yang mempunyai kehidupan atas wilayah tersebut yang.
"Disana ada tanaman pisang, durian, alpokat dan haminjon yang menjadi sumber pengahsilan bagi masyarakat Desa Sihaporas," katanya, Jumat (17/5/2019).
Berkaitan dengan sengketa yang terjadi ia juga meminta aparat keamanan unsur TNI dan Polri selaku pengayom masyarakat agar tidak bersikap reaktif dan menunjukkan keberpihakan terhadap TPL. Sebab izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dinilai mencederai UUD 1945 pasal 33.
"Bagaimana masyarakat yang seharusnya mempunyai sumber kehidupan dari kegiatan berladang tidak diberikan hak atas pemanfaatan lokasi, namun pemerintah memberikan Hak Kelola terhadap perusahaan, dimana kemakmuran rakyat yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 jika Hak Kelola masyarakat ternyata dirampas oleh Konstitusi atas Terbitnya Izin IUPHHK- HTI," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan mengatakan IUPHHK-HTI tidak boleh mengambil hak hidup masyarakat adat Sihaporas. Walhi Sumut menurutnya sangat mengecam tindakan perusahaan yang melibatkan aparat untuk memberikan tekanan psikologis kepada masyarakat adat.
"Dilokasi konsesi tersebut sudah tinggal masyarakat adat secara turun temurun jauh sebelum PT. TPL diberi konsesi oleh pemerintah. Jika masyarakat adat harus kehilangan sumber kehidupan, maka kita harus melawan penindasan ini," tegasnya.
Secara umum kata Dana, konflik agraria di Provinsi Sumatera Utara harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah pusat. Pemerintahan harus benar-benar hadir, karena masyarakat sudah menyerahkan mandat kepada pemerintah atas sepenuhnya hak yang dijamin oleh konstitusi.