Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mengingatkan PT Lhoong Setia Mining (PT LSM) untuk melakukan reklamasi lahan sebelum melanjutkan eksploitasi.
Hal ini menurut mereka menjadi kewajiabn dari perusahaan untuk memperbaiki kerusakan yang muncul selama operasi perusahaan bijih besi tersebut.
"Kami juga meminta pemerintah Aceh mengevaluasi izin PT LSM yang beroperasi di Kecamatan Lhoong Aceh Besar. Mengingat ada sejumlah persoalan yang belum diselesaikan oleh perusahaan bijih besi tersebut," ujar Direktur WALHI Aceh, Ahmad Salihin dalam keterangan tertulis dilansir RMOLAceh, Rabu (30/11/2022).
Sebelum kewajiban tersebut dipenuhi, Walhi meminta agar PT LSM berhenti dulu beroperasi. Ahmad Salihin mengungkapkan, pasca peralihan kepemilikan PT LSM pada pemilik baru, informasi yang diperoleh dari sejumlah nelayan di Desa Jantang dalam beberapa pertemuan, meminta jaminan kepada manajemen perusahaan agar ada jaminan tidak memperparah kerusakan lingkungan seperti yang terjadi sebelumnya.
"Hingga sekarang belum ada titik temu, termasuk permintaan jaminan tertulis tidak merusak lingkungan dari perusahaan tersebut," ujar Ahmad Salihin.
Ditambahkannya, informasi yang diperoleh WALHI dari nelayan setempat, pihak perusahaan baru sebatas memberikan jaminan secara lisan. Sementara nelayan meminta secara tertulis, karena berkaca dari pengalaman sebelumnya tidak ada jaminan.
Padahal kata Ahmad Salihin, kewajiban perusahaan menerima usulan dan masukan dari warga terdampak sangat jelas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pada pasal 28 ayat 3 dalam peraturan itu disebutkan masyarakat yang terkena dampak langsung sebagaimana dimaksud ayat 1 berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
Kemudian dipertegas lagi pada ayat 7 disebutkan, saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat yang diolah sebagaimana pada ayat (6) wajib digunakan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana masukan dalam pengisian Formulir Kerangka Acuan.
“Jadi nelayan minta hitam di atas putih perjanjian tersebut, agar ada pegangan bagi nelayan, tidak ada alasan pihak perusahaan tidak menyetujuinya,” ujar Ahmad Salihin.
Ahmad Salihin mengatakan, permintaan nelayan ada kesepakatan secara tertulis agar tidak merusak lingkungan bukan tanpa alasan. Berdasarkan hasil observasi ke lapangan, WALHI Aceh menemukan fakta lapangan terdapat sejumlah persoalan pasca eksploitasi tahap pertama.
"Salah satunya sungai Krueng Sob sudah dangkal dan biodiversity yang ada di sungai tersebut sudah hilang," ujar Ahmad Salihin.
Menurut Ahmad Salihin, Hulu Sungai Krueng Sob yang melintasi langsung lokasi penambangan bijih besi tersebut dangkal akibat lumpur bekas eksploitasi menumpuk di hilir yang muaranya langsung ke laut, berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi operasi tambang bijih besi tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved