Keputusan MA yang tetap memvonis mati predator anak Herry Wirawan akan menjadi rujukan baik bagi kepolisian, kejaksaan dan hakim (pengadilan) dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.
- Kejati Sumut Tahan Dua Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Bank Sumut
- Kasus Antigen Bekas di Bandara Kualanamu, Eks Manager Kimia Farma Dijatuhi Vonis 10 Tahun Bui dan Denda 1 M
- Bersaksi Di PN Kisaran, Pakar Hukum Agraria: Identitas Yang Tertulis Dalam Dokumen Pelepasan Hak Tanah Adalah Perikatan Sah, Klaim Pihak Lain Tidak Sah
Baca Juga
Demikian disampaikan Anggota DPD RI, Fahira Idris menanggapi putusan tersebut.
“Saya berharap, putusan ini menjadi rujukan dan standar para penegak hukum dalam mengusut dan mengadili kasus kekerasan seksual terhadap anak," katanya, Kamis (5/1).
Menurut Fahira, fakta-fakta persidangan secara jelas dan menyakinkan membuktikan bahwa kejahatan Herry layak diberikan sesuai Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo Pasal 76D UU 17/2016 tentang Perubahan atas 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, yaitu hukuman mati.
Apalagi kekerasan seksual predator anak Herry Wirawan korbannya lebih dari satu, dilakukan secara sistematik, berulang-ulang dan berdampak luas bagi korban. Bagi Fahira, tindakan biadab Herry masuk kategori kejahatan luar biasa dengan tuntutan hukuman maksimal adalah hukuman mati.
“Putusan-putusan tegas terhadap predator anak seperti ini adalah cara paling baik untuk mengatakan tidak ada tempat bagi predator anak di Indonesia," tutupnya.
- Hukuman Mati Herry Wirawan Peringatan Keras untuk Predator Seks
- Cabut Izin Pesantren Predator Herry Wirawan, Begini Penjelasan Kemenag
- Muncul Predator Anak, Pengamat: Keamanan Di Medan Sedang Gawat