Reformasi undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menjadi hal yang wajib direformasi. Sebab, banyak aturan yagn didalamnya dinilai tidak lagi selaras dengan perkembangan yang ada saat ini terkait dunia industri dan ketenagakerjaan yang ada. Hal ini disampaikan pengusaha muda Kota Medan, Palacheta Subies Subianto dalam Webminar "Penerapan Omnibus Law Dalam memperkuat Pertumbuhan Perekonomian Nasional Melalui Perbaikan Ekosistem Investasi dan Daya Saing Indonesia", Rabu (15/7). "Reformasi UU ketenagakerjaan sangat kita butuhkan. Karena kami yakin itu akan membuat hubungan industrial antara pengusaha dan tenaga kerja kita akan lebih baik kedepannya," katanya. Palacheta Subianto menjelaskan, saat ini UU Omnibus Law yang sedang ramai diperbincangkan merupakan momentun yang tepat untuk mengkaji kembali berbagai aturan yang ada dalam UU ketenagakerjaan. Artinya, ada beberapa persoalan yang harus direvisi demi harmonisasi hubungan pengusaha dan pekerja. "Kami pengusaha pasti patuh terhadap aturan pemerintah. Namun saya contohkan, dalam urusan PHK misalnya, pengusaha pasti mematuhi aturan. tapi terlalu banyak tetek bengek yang kemudian bisa membuat pengusaha repot. Terutama seperti saat sekarang ini akibat imbas pandemi covid-19," ujarnya. Namun kata Palacheta, jika ditanya apakah ia akan mendukung UU Omnibus Law, hal ini menurutnya belum dapat dijawabnya. Sebab, didalamnya sangat banyak aturan yang terdapat dan yang sudah disorotinya masih hanya soal aturan ketenagakerjaan saja. "Kita belum baca secara keseluruhan jadi kalau soal apakah mendukung Omnibus Law tentu saya belum bisa jawab," ungkapnya. Sementara itu Kabid Hubungan Indsutrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sumatera Utara, Maruli Silitonga mengatakan pada dasarnya UU Omnibus Law merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. UU tersebut dirancang untuk mengefisiensikan berbagai peraturan yang selam aini banyak tumpang tindih. "Misalnya ada temuan kami satu perusahaan yang izinnya sampai 21. Ini tentu akan memberatkan dunia usaha, dan memperlambat niat investasi," sebutnya. Akibat dari tumpang tindih aturan untuk membuat usaha ini, iklim investasi menurutnya menjadi lamban. Sebab, para investor sesungguhnya sangat menginginkan berbagai kemudahan dalam menanamkan investasinya. "Kalau sudah disahkan kita berharap investor lebih mudah untuk masuk yang pada akhirnya juga akan berdampak pada pengurangan pengangguran. Tanpa investasi, bagaimana kita menaikkan pendapatan masyarakat," ungkapnya. Ditambahkan Maruli, bidang ketenagakerjaan hanya satu diantara sekitar 11 kluster yang dibahas dalam UU Omnibus Law tersebut. Namun seluruhnya memiliki semangat untuk mempersingkat birokrasi termasuk menghapus aturan yang tumpang tindih. "Tentu dengan UU Omnibus law akan hilang yang namanya tumpang tindih undang-udnang, efisiensi proses perizinan, dan akan menghilangkan ego sektoral," demikian Maruli. Webminar ini diikuti oleh berbagai kalangan mulai dari kalangan pengusaha, beberapa pengurus organisasi buruh, kalangan pemerhati ketenagakerjaan dan juga para jurnalis.[R]
Reformasi undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menjadi hal yang wajib direformasi. Sebab, banyak aturan yagn didalamnya dinilai tidak lagi selaras dengan perkembangan yang ada saat ini terkait dunia industri dan ketenagakerjaan yang ada. Hal ini disampaikan pengusaha muda Kota Medan, Palacheta Subies Subianto dalam Webminar "Penerapan Omnibus Law Dalam memperkuat Pertumbuhan Perekonomian Nasional Melalui Perbaikan Ekosistem Investasi dan Daya Saing Indonesia", Rabu (15/7). "Reformasi UU ketenagakerjaan sangat kita butuhkan. Karena kami yakin itu akan membuat hubungan industrial antara pengusaha dan tenaga kerja kita akan lebih baik kedepannya," katanya. Palacheta Subianto menjelaskan, saat ini UU Omnibus Law yang sedang ramai diperbincangkan merupakan momentun yang tepat untuk mengkaji kembali berbagai aturan yang ada dalam UU ketenagakerjaan. Artinya, ada beberapa persoalan yang harus direvisi demi harmonisasi hubungan pengusaha dan pekerja. "Kami pengusaha pasti patuh terhadap aturan pemerintah. Namun saya contohkan, dalam urusan PHK misalnya, pengusaha pasti mematuhi aturan. tapi terlalu banyak tetek bengek yang kemudian bisa membuat pengusaha repot. Terutama seperti saat sekarang ini akibat imbas pandemi covid-19," ujarnya. Namun kata Palacheta, jika ditanya apakah ia akan mendukung UU Omnibus Law, hal ini menurutnya belum dapat dijawabnya. Sebab, didalamnya sangat banyak aturan yang terdapat dan yang sudah disorotinya masih hanya soal aturan ketenagakerjaan saja. "Kita belum baca secara keseluruhan jadi kalau soal apakah mendukung Omnibus Law tentu saya belum bisa jawab," ungkapnya. Sementara itu Kabid Hubungan Indsutrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sumatera Utara, Maruli Silitonga mengatakan pada dasarnya UU Omnibus Law merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. UU tersebut dirancang untuk mengefisiensikan berbagai peraturan yang selam aini banyak tumpang tindih. "Misalnya ada temuan kami satu perusahaan yang izinnya sampai 21. Ini tentu akan memberatkan dunia usaha, dan memperlambat niat investasi," sebutnya. Akibat dari tumpang tindih aturan untuk membuat usaha ini, iklim investasi menurutnya menjadi lamban. Sebab, para investor sesungguhnya sangat menginginkan berbagai kemudahan dalam menanamkan investasinya. "Kalau sudah disahkan kita berharap investor lebih mudah untuk masuk yang pada akhirnya juga akan berdampak pada pengurangan pengangguran. Tanpa investasi, bagaimana kita menaikkan pendapatan masyarakat," ungkapnya. Ditambahkan Maruli, bidang ketenagakerjaan hanya satu diantara sekitar 11 kluster yang dibahas dalam UU Omnibus Law tersebut. Namun seluruhnya memiliki semangat untuk mempersingkat birokrasi termasuk menghapus aturan yang tumpang tindih. "Tentu dengan UU Omnibus law akan hilang yang namanya tumpang tindih undang-udnang, efisiensi proses perizinan, dan akan menghilangkan ego sektoral," demikian Maruli. Webminar ini diikuti oleh berbagai kalangan mulai dari kalangan pengusaha, beberapa pengurus organisasi buruh, kalangan pemerhati ketenagakerjaan dan juga para jurnalis.© Copyright 2024, All Rights Reserved