Meski menjadi salah satu hal yang kerap banyak dibicarakan oleh orang, namun kalangan media harus menghindari pembicaraan tentang aib orang lain atau yang kerap dinamakan gosip.
Begitu dijelaskan Ustaz Abdul Somad saat memberikan tausiah bertajuk 'Kode Etik Jurnalistik Dalam Perspektif Islam" yang digelar dalam acara Ulang Tahun Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) pertama, Senin (8/2).
"Islam tidak membenarkan adanya ghibah atau gosip. Dalam sebuah hadist ada perintah bagi umat Islam agar tidak membicarakan aib orang lain," ujarnya.
Sementara mengenai profesi wartawan, UAS memiliki cerita tersendiri saat dirinya masih kecil. Di mana ada stereotipe terhadap wartawan yang terkesan buruk. Padahal, hal ini karena orang-orang sulit membedakan mana gosip mana fakta.
"Ada ungkapan silakan jadi polisi, dll, jangan jadi wartawan karena menceritakan aib orang saja. Jadi mereka tidak bisa membedakan kapan orang memberitakan sesuatu dan kapan ghibah," ujarnya.
Maka dari itu, UAS menyebut, dalam hukum Islam, setelah diteliti, orang boleh mengungkapkan sesuatu yang tidak baik dengan 3 alasan.
Pertama, hakim di pengadilan bertanya kepada saksi. Jadi tidak dikatakan ghibah.
Kedua, saat orang ingin bertanya suatu hukum. Ini tidak ghibah atau gosip. Karena bagaimana mungkin kita bisa menjawab pertanyaan.
Ketiga, menunjukkan bahwa mana yang haq dan bathil. Menurutnya, di titik inilah peran media dibutuhkan. Yaitu memberikan kabar mengenai suatu kebathilaan dan menunjukkan bahwa kebathilan itu salah.
"Jadi ketika sahabat-sahabat dari JMSI memberikan suatu kebathilan sesungguhnya, dia tidak sedang melakukan gosip, tapi dia sedang menunjukkan bahwa yang bathil itu salah. Yang haq itu haq dan yang hoaks itu bathil,” tegasnya.
“Siapa yang bisa menjelaskan itu? Media, karena ini orang mendapatkan berita dari media," demikian UAS.
© Copyright 2024, All Rights Reserved