- Lantik Komisioner KPID Sumut 2022-2025, Edy Rahmamyadi: Harus Jadi Filter Informasi
- Polda Sumut Harus Segera Ungkap Dugaan Korupsi KPID Sumut
- Digugat 7 Calon Komisioner KPID, Hendro Susanto: Tim Seleksi dan Ketua DPRD Sumut Juga Harusnya Digugat
Baca Juga
(Bagian Pertama)
Faktor utama yang mengharuskan pembatalan hasil rapat pleno Komisi A DPRD Sumut sudah jelas. Dorongan dan desakannya makin deras. Argumentasinya tak terpatahkan.
Tak cuma datang secara bertubi-tubi penuh strategi dari sisi Calon Anggota KPID Sumut, tapi juga dari sejumlah aktivis dan akedemisi. Seleksi yang digelar di Komisi A DPRD Sumut terindikasi mengabaikan peraturan. Tidak melaksanakan tahap uji publik dan bikin uji kelayakan dan kepatutan (fit and propor test) tanpa metode dan kriteria yang jelas.
Bahkan, ada indikasi kuat, perpanjangan masa tugas tiga orang Komisioner KPID Sumut tanpa Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara. Dari yang tiga orang itu, satu masuk Tim Seleksi, yaitu Mutia Aiqah dan dua orang maju jadi calon petahana, yaitu Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang.
Jika memang keanggotaan dua orang calon itu illegal, sejatinya mereka juga tak punya hak untuk disebut petahana (inkamben). Tragisnya, Komisi A menilai kedua inkamben itu termasuk “calon terpilih”.
Namun, dorongan dan desakan itu juga mungkin masih mambutuhkan hitungan untung-rugi. Karenanya, saya coba memunculkan beberapa pertimbangan. Kiranya bisa menguatkan sikap dan keputusan pihak-pihak berwenang ke arah yang lebih baik dan win win solution.
Matematika Kemungkinan
Matematika “kocok ulang” gawean Komisi A itu bisa kita hitung dari kemungkinan yang bakal terjadi. Mungkin saja, Komisi A terus mempertahankan hasil pleno-nya. Konsekuensinya, cukup berat. Jelas, indikasi pelanggarannya berpotensi menimbulkan hukuman pidana.
Setidaknya, sembilan dari 14 orang Calon Anggota KPID Sumut yang “dikalahkan”, termasuk saya, masih terus menyusun strategi dan taktik.
Kami sudah membuat permohonan audiensi dengan Komisi A DPRD Sumut. Tetapi, Komisi A tak memberikan tanggapan. Selanjutnya, kami juga sudah mengadukan sikap dan tindakan Ketua Komisi A ke Badan Kehormatan Dewan DPRD Sumut dan mengadukan dugaan pelanggaran dalam prosesi Komisi A kepada Ombudsman RI melalui Perwakilan Sumut.
Kemudian, kami sudah audiensi dengan Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting.
Pada saat berbincang resmi di Ruang Rapat Ketua DPRD Sumut, Baskami Ginting menyampaikan dua hal: 1) berharap agar penyelesaian masalah ini tidak sampai ke jalur hukum; 2) belum menerima laporan atau berita acara rapat dari Komisi A; dan 3) berjanji untuk tidak akan mengeluarkan surat rekomendasi pengangkatan “calon terpilih” ke Gubsu sebelum masalahnya jelas.
Kami juga berencana untuk:
1) Membuat somasi agar Ketua DPRD Sumut membatalkan hasil pleno Komisi A tempo hari;
2) Mendaftarkan perkara ini ke Pengadilan Negeri (PN);
3) Terus mengikuti dan mencermati perkembangan penangan kasus ini di Ombudsman RI,
4) Terus membuat pemberitaan tentang perkembangan kasus seleksi ini;
5) Membuat pengaduan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan upaya lain yang kami anggap relevan dan signifikan.
Banyak lagi konsekuensi lainnya yang bakal terjadi jika Komisi A masih ngotot dengan hasil sidangnya: 1) Person-person Komisi A sendiri bisa-bisa lalai dan gagal menguatkan eksistensi diri dan lembaganya serta abai membangun citra positif. Ini sangat merugikan kita semua.
Apalagi jika hasil rapat hingga tengah malam itu berlanjut ke peng-SK-an “calon terpilih” oleh Gubsu, berarti Anggota Legislatif tingkat Sumut yang ada di Komisi A nampaknya bakal gagal lagi membersihkan kesan-kesan buruk yang muncul dan menempel, utamanya dari proses Seleksi KPID Sumut pada dua-tiga periode yang lalu.
Jika masih bersikeras, berarti ada juga oknum Anggota Komisi A yang terkesan coba-coba menegakkan benang basah dan nyata-nyata tidak punya itikad baik untuk mengurai benang kusutnya.
Kalau memang Komisi A masih ngotot dan seumpama Pimpinan DPRD Sumut pun meng-iya-kan, berarti secara umum, orientasi dan capaian legislasi di Sumut masih ‘jauh panggang dari api’ dan justru semakin kusut.
Suara Sumbang
Betul sekali, ada juga kalangan yang justru mendesak Gubernur Sumatera Utara untuk segera melantik tujuh nama yang disebut sebagai "calon terpilih" itu. Namun, kalau kita cermati, desakan itu bersifat premature, tanpa pemahaman yang mumpuni.
Opini publik tentang seleksi KPID Sumut 2021-2024 yang terus menguat menjadi desakan untuk membatalkan hasil prosesi “seksi” dalam seleksi itu, melainkan juga karena faktor argumentasi yang rapuh dan alur logika jungkir-balik di pihak yang bersuara sumbang itu.
Tampak jelas, narasumbernya sama sekali tidak memahami problem seleksi pada periode ini secara holisitik dan spesifik.(Bersambung)
*Penulis adalah Anggota DPRD Mandailing Natal periode 2014-2019 dan Calon Anggota KPID Sumut 2021-2024
- Lantik Komisioner KPID Sumut 2022-2025, Edy Rahmamyadi: Harus Jadi Filter Informasi
- Polda Sumut Harus Segera Ungkap Dugaan Korupsi KPID Sumut
- Digugat 7 Calon Komisioner KPID, Hendro Susanto: Tim Seleksi dan Ketua DPRD Sumut Juga Harusnya Digugat