Ia menambahkan, berbagai isu kerusakan lingkungan yang disebut juga akan mengancam kepunahan orangutan juga tidak masuk akal. Sebab lingkup wilayah proyek sangat kecil dibanding luas hutan yang menjadi habitat orangutan tersebut.
\"Selama ini masyarakat disini juga selalu menjaga orangutan. Mereka tidak pernah terlibat konflik dengan satwa dilindungi tersebut. Yakinlah warga disini sangat paham terhadap pelestarian lingkungan, kami tidak akam merusak kampung kami,\" tegasnya.
Sementara itu pihak YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) memberikan tanggapan terkait pernyataan masyarakat Batangtoru yang menyebut mereka sebagai alat kepentingan asing untuk mencegah kemandirian energi Indonesia dan mencegah kesejahteraan mereka. Manager Harian Program Pelestarian Hutan Tapanuli, Burhanuddin mengatakan pihaknya memang sangat fokus dengan isu pelestarian lingkungan. Namun menurutnya mereka tetap mendukung pemerintah terkait pembangunan energi baru terbarukan.
\"Kami (YEL-red) pembangunan yang berkelanjutan didukung, kalau yang tidak berkelanjutan tentunya kami berpihak pada pelestarian alam,\" katanya.
Buhanuddin juga menyampaikan YEL sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan misi konservasi. Hal ini karena pekerjaan konservasi yang mereka lakukan juga berada pada lingkup lingkungan yang secara hukum merupakan hak pengelolaan negara dalam hal ini pemerintah. Termasuk fokus mereka dalam menyelamatkan orangutan.
\"Kami tugasnya membantu pemerintah kalau konservasi itu kan bagian dari pemerintah, kami mendukung, bahwa orangutan juga bagian yang dilindungi kami melindungi orangutan itu undang-undang. Kalau pemerintah meminta perusahaan melakukan kajian Amdal PLTA Batangtoru sebaiknya juga dilakukan,\" ujarnya.
Sejauh ini permintaan untuk mengkaji ulang Amdal PLTA Batangtoru sendiri tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Gugatan Walhi Sumatera Utara atas kajian Amdal yang dianggap bermasalah sendiri ditolak oleh PTUN Medan beberapa waktu lalu. Walhi Sumut merupakan satu-satunya pihak yang menggugat SK Gubernur Sumatera Utara terkait pembangunan PLTA tersebut dengan alasan merusak lingkungan dan kajian Amdalnya bermasalah. Hakim PTUN Medan Jimmy Claus Pardede dalam putusannya pada Senin (4/3/2019) lalu menyatakan penerbitak SK tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
\"Penerbitan SK objek sengketa baik ditinjau dari aspek kewenangan, prosedur formal maupun substansi materil telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan azas umum pemerintahan yang baik. Sebagaimana UU nomor 9 tahun 2004 yang diubah dengan UU nomor 51 tahun 2009 tentang ta TUN. Dengan demikian gugatan penggugat agar menerbitkan surat menyatakan SK sengketa objek menjadi batal dan tidak sah, tidak memiliki dasar hukum,\" ujarnya.[R]" itemprop="description"/>
Ia menambahkan, berbagai isu kerusakan lingkungan yang disebut juga akan mengancam kepunahan orangutan juga tidak masuk akal. Sebab lingkup wilayah proyek sangat kecil dibanding luas hutan yang menjadi habitat orangutan tersebut.
\"Selama ini masyarakat disini juga selalu menjaga orangutan. Mereka tidak pernah terlibat konflik dengan satwa dilindungi tersebut. Yakinlah warga disini sangat paham terhadap pelestarian lingkungan, kami tidak akam merusak kampung kami,\" tegasnya.
Sementara itu pihak YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) memberikan tanggapan terkait pernyataan masyarakat Batangtoru yang menyebut mereka sebagai alat kepentingan asing untuk mencegah kemandirian energi Indonesia dan mencegah kesejahteraan mereka. Manager Harian Program Pelestarian Hutan Tapanuli, Burhanuddin mengatakan pihaknya memang sangat fokus dengan isu pelestarian lingkungan. Namun menurutnya mereka tetap mendukung pemerintah terkait pembangunan energi baru terbarukan.
\"Kami (YEL-red) pembangunan yang berkelanjutan didukung, kalau yang tidak berkelanjutan tentunya kami berpihak pada pelestarian alam,\" katanya.
Buhanuddin juga menyampaikan YEL sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan misi konservasi. Hal ini karena pekerjaan konservasi yang mereka lakukan juga berada pada lingkup lingkungan yang secara hukum merupakan hak pengelolaan negara dalam hal ini pemerintah. Termasuk fokus mereka dalam menyelamatkan orangutan.
\"Kami tugasnya membantu pemerintah kalau konservasi itu kan bagian dari pemerintah, kami mendukung, bahwa orangutan juga bagian yang dilindungi kami melindungi orangutan itu undang-undang. Kalau pemerintah meminta perusahaan melakukan kajian Amdal PLTA Batangtoru sebaiknya juga dilakukan,\" ujarnya.
Sejauh ini permintaan untuk mengkaji ulang Amdal PLTA Batangtoru sendiri tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Gugatan Walhi Sumatera Utara atas kajian Amdal yang dianggap bermasalah sendiri ditolak oleh PTUN Medan beberapa waktu lalu. Walhi Sumut merupakan satu-satunya pihak yang menggugat SK Gubernur Sumatera Utara terkait pembangunan PLTA tersebut dengan alasan merusak lingkungan dan kajian Amdalnya bermasalah. Hakim PTUN Medan Jimmy Claus Pardede dalam putusannya pada Senin (4/3/2019) lalu menyatakan penerbitak SK tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
\"Penerbitan SK objek sengketa baik ditinjau dari aspek kewenangan, prosedur formal maupun substansi materil telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan azas umum pemerintahan yang baik. Sebagaimana UU nomor 9 tahun 2004 yang diubah dengan UU nomor 51 tahun 2009 tentang ta TUN. Dengan demikian gugatan penggugat agar menerbitkan surat menyatakan SK sengketa objek menjadi batal dan tidak sah, tidak memiliki dasar hukum,\" ujarnya.[R]"/>
Ia menambahkan, berbagai isu kerusakan lingkungan yang disebut juga akan mengancam kepunahan orangutan juga tidak masuk akal. Sebab lingkup wilayah proyek sangat kecil dibanding luas hutan yang menjadi habitat orangutan tersebut.
\"Selama ini masyarakat disini juga selalu menjaga orangutan. Mereka tidak pernah terlibat konflik dengan satwa dilindungi tersebut. Yakinlah warga disini sangat paham terhadap pelestarian lingkungan, kami tidak akam merusak kampung kami,\" tegasnya.
Sementara itu pihak YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) memberikan tanggapan terkait pernyataan masyarakat Batangtoru yang menyebut mereka sebagai alat kepentingan asing untuk mencegah kemandirian energi Indonesia dan mencegah kesejahteraan mereka. Manager Harian Program Pelestarian Hutan Tapanuli, Burhanuddin mengatakan pihaknya memang sangat fokus dengan isu pelestarian lingkungan. Namun menurutnya mereka tetap mendukung pemerintah terkait pembangunan energi baru terbarukan.
\"Kami (YEL-red) pembangunan yang berkelanjutan didukung, kalau yang tidak berkelanjutan tentunya kami berpihak pada pelestarian alam,\" katanya.
Buhanuddin juga menyampaikan YEL sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan misi konservasi. Hal ini karena pekerjaan konservasi yang mereka lakukan juga berada pada lingkup lingkungan yang secara hukum merupakan hak pengelolaan negara dalam hal ini pemerintah. Termasuk fokus mereka dalam menyelamatkan orangutan.
\"Kami tugasnya membantu pemerintah kalau konservasi itu kan bagian dari pemerintah, kami mendukung, bahwa orangutan juga bagian yang dilindungi kami melindungi orangutan itu undang-undang. Kalau pemerintah meminta perusahaan melakukan kajian Amdal PLTA Batangtoru sebaiknya juga dilakukan,\" ujarnya.
Sejauh ini permintaan untuk mengkaji ulang Amdal PLTA Batangtoru sendiri tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Gugatan Walhi Sumatera Utara atas kajian Amdal yang dianggap bermasalah sendiri ditolak oleh PTUN Medan beberapa waktu lalu. Walhi Sumut merupakan satu-satunya pihak yang menggugat SK Gubernur Sumatera Utara terkait pembangunan PLTA tersebut dengan alasan merusak lingkungan dan kajian Amdalnya bermasalah. Hakim PTUN Medan Jimmy Claus Pardede dalam putusannya pada Senin (4/3/2019) lalu menyatakan penerbitak SK tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
\"Penerbitan SK objek sengketa baik ditinjau dari aspek kewenangan, prosedur formal maupun substansi materil telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan azas umum pemerintahan yang baik. Sebagaimana UU nomor 9 tahun 2004 yang diubah dengan UU nomor 51 tahun 2009 tentang ta TUN. Dengan demikian gugatan penggugat agar menerbitkan surat menyatakan SK sengketa objek menjadi batal dan tidak sah, tidak memiliki dasar hukum,\" ujarnya.[R]"/>
RMMDukungan masyarakat Tapanuli Selatan terhadap pembangunan PLTA Batangtoru masih berlanjut hingga hari ini, Rabu (5/1/2019). Dukungan ini mereka lakukan dengan melakukan aksi damai di Jembatan Trikora, Pasar Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Dalam aksi ini puluhan pengunjuk rasa memampangkan berbagai spanduk yang berisi penolakan mereka terhadap pihak-pihak LSM yang menolak pembangunan proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 MW yang juga menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut. Menurut mereka LSM-LSM tersebut menjadi 'alat' kepentingan asing yang berniat mencegah kemandirian energi di Indonesia.
'Tolak Peran Walhi dan YEL di Batang Toru, sebagai alat kepentingan NGO diduga dibiayai pihak luar negeri. Kepada warga batang toru agar jangan mau dihasut menghambat priyek strategis nasional PLTA BAtang toru' demikian salah satu isi spanduk yang mereka pampangkan.
Dalam orasinya Wansanudin Sibagariang mengaku masyarakat pada 3 kecamatan yang berada pada kawasan pembangunan proyek PLTA Batangtoru sangat mendukung pembangunan tersebut. Sebab pembangunan ini mereka yakini akan meningkatkan kesejahteraan mereka mengingat kebutuhan listrik menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan perekonomian. Karenanya, mereka mengaku heran dengan aksi LSM-LSM yang justru menolak pembangunan tersebut dengan alasan merusak lingkungan.
"Pembangkit listrik tenaga air justru merupakan pembangkit yang ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin. Ini jauh berbeda dibanding dengan pembangkit listrik tenaga diesel yang memakai BBM sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Lantas mengapa mereka menolak itu?," ujarnya.
Ia menambahkan, berbagai isu kerusakan lingkungan yang disebut juga akan mengancam kepunahan orangutan juga tidak masuk akal. Sebab lingkup wilayah proyek sangat kecil dibanding luas hutan yang menjadi habitat orangutan tersebut.
"Selama ini masyarakat disini juga selalu menjaga orangutan. Mereka tidak pernah terlibat konflik dengan satwa dilindungi tersebut. Yakinlah warga disini sangat paham terhadap pelestarian lingkungan, kami tidak akam merusak kampung kami," tegasnya.
Sementara itu pihak YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) memberikan tanggapan terkait pernyataan masyarakat Batangtoru yang menyebut mereka sebagai alat kepentingan asing untuk mencegah kemandirian energi Indonesia dan mencegah kesejahteraan mereka. Manager Harian Program Pelestarian Hutan Tapanuli, Burhanuddin mengatakan pihaknya memang sangat fokus dengan isu pelestarian lingkungan. Namun menurutnya mereka tetap mendukung pemerintah terkait pembangunan energi baru terbarukan.
"Kami (YEL-red) pembangunan yang berkelanjutan didukung, kalau yang tidak berkelanjutan tentunya kami berpihak pada pelestarian alam," katanya.
Buhanuddin juga menyampaikan YEL sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan misi konservasi. Hal ini karena pekerjaan konservasi yang mereka lakukan juga berada pada lingkup lingkungan yang secara hukum merupakan hak pengelolaan negara dalam hal ini pemerintah. Termasuk fokus mereka dalam menyelamatkan orangutan.
"Kami tugasnya membantu pemerintah kalau konservasi itu kan bagian dari pemerintah, kami mendukung, bahwa orangutan juga bagian yang dilindungi kami melindungi orangutan itu undang-undang. Kalau pemerintah meminta perusahaan melakukan kajian Amdal PLTA Batangtoru sebaiknya juga dilakukan," ujarnya.
Sejauh ini permintaan untuk mengkaji ulang Amdal PLTA Batangtoru sendiri tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Gugatan Walhi Sumatera Utara atas kajian Amdal yang dianggap bermasalah sendiri ditolak oleh PTUN Medan beberapa waktu lalu. Walhi Sumut merupakan satu-satunya pihak yang menggugat SK Gubernur Sumatera Utara terkait pembangunan PLTA tersebut dengan alasan merusak lingkungan dan kajian Amdalnya bermasalah. Hakim PTUN Medan Jimmy Claus Pardede dalam putusannya pada Senin (4/3/2019) lalu menyatakan penerbitak SK tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
"Penerbitan SK objek sengketa baik ditinjau dari aspek kewenangan, prosedur formal maupun substansi materil telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan azas umum pemerintahan yang baik. Sebagaimana UU nomor 9 tahun 2004 yang diubah dengan UU nomor 51 tahun 2009 tentang ta TUN. Dengan demikian gugatan penggugat agar menerbitkan surat menyatakan SK sengketa objek menjadi batal dan tidak sah, tidak memiliki dasar hukum," ujarnya.[R]
RMMDukungan masyarakat Tapanuli Selatan terhadap pembangunan PLTA Batangtoru masih berlanjut hingga hari ini, Rabu (5/1/2019). Dukungan ini mereka lakukan dengan melakukan aksi damai di Jembatan Trikora, Pasar Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Dalam aksi ini puluhan pengunjuk rasa memampangkan berbagai spanduk yang berisi penolakan mereka terhadap pihak-pihak LSM yang menolak pembangunan proyek pembangkit listrik berkapasitas 510 MW yang juga menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut. Menurut mereka LSM-LSM tersebut menjadi 'alat' kepentingan asing yang berniat mencegah kemandirian energi di Indonesia.
'Tolak Peran Walhi dan YEL di Batang Toru, sebagai alat kepentingan NGO diduga dibiayai pihak luar negeri. Kepada warga batang toru agar jangan mau dihasut menghambat priyek strategis nasional PLTA BAtang toru' demikian salah satu isi spanduk yang mereka pampangkan.
Dalam orasinya Wansanudin Sibagariang mengaku masyarakat pada 3 kecamatan yang berada pada kawasan pembangunan proyek PLTA Batangtoru sangat mendukung pembangunan tersebut. Sebab pembangunan ini mereka yakini akan meningkatkan kesejahteraan mereka mengingat kebutuhan listrik menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan perekonomian. Karenanya, mereka mengaku heran dengan aksi LSM-LSM yang justru menolak pembangunan tersebut dengan alasan merusak lingkungan.
"Pembangkit listrik tenaga air justru merupakan pembangkit yang ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin. Ini jauh berbeda dibanding dengan pembangkit listrik tenaga diesel yang memakai BBM sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Lantas mengapa mereka menolak itu?," ujarnya.
Ia menambahkan, berbagai isu kerusakan lingkungan yang disebut juga akan mengancam kepunahan orangutan juga tidak masuk akal. Sebab lingkup wilayah proyek sangat kecil dibanding luas hutan yang menjadi habitat orangutan tersebut.
"Selama ini masyarakat disini juga selalu menjaga orangutan. Mereka tidak pernah terlibat konflik dengan satwa dilindungi tersebut. Yakinlah warga disini sangat paham terhadap pelestarian lingkungan, kami tidak akam merusak kampung kami," tegasnya.
Sementara itu pihak YEL (Yayasan Ekosistem Lestari) memberikan tanggapan terkait pernyataan masyarakat Batangtoru yang menyebut mereka sebagai alat kepentingan asing untuk mencegah kemandirian energi Indonesia dan mencegah kesejahteraan mereka. Manager Harian Program Pelestarian Hutan Tapanuli, Burhanuddin mengatakan pihaknya memang sangat fokus dengan isu pelestarian lingkungan. Namun menurutnya mereka tetap mendukung pemerintah terkait pembangunan energi baru terbarukan.
"Kami (YEL-red) pembangunan yang berkelanjutan didukung, kalau yang tidak berkelanjutan tentunya kami berpihak pada pelestarian alam," katanya.
Buhanuddin juga menyampaikan YEL sejalan dengan pemerintah dalam melaksanakan misi konservasi. Hal ini karena pekerjaan konservasi yang mereka lakukan juga berada pada lingkup lingkungan yang secara hukum merupakan hak pengelolaan negara dalam hal ini pemerintah. Termasuk fokus mereka dalam menyelamatkan orangutan.
"Kami tugasnya membantu pemerintah kalau konservasi itu kan bagian dari pemerintah, kami mendukung, bahwa orangutan juga bagian yang dilindungi kami melindungi orangutan itu undang-undang. Kalau pemerintah meminta perusahaan melakukan kajian Amdal PLTA Batangtoru sebaiknya juga dilakukan," ujarnya.
Sejauh ini permintaan untuk mengkaji ulang Amdal PLTA Batangtoru sendiri tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah. Gugatan Walhi Sumatera Utara atas kajian Amdal yang dianggap bermasalah sendiri ditolak oleh PTUN Medan beberapa waktu lalu. Walhi Sumut merupakan satu-satunya pihak yang menggugat SK Gubernur Sumatera Utara terkait pembangunan PLTA tersebut dengan alasan merusak lingkungan dan kajian Amdalnya bermasalah. Hakim PTUN Medan Jimmy Claus Pardede dalam putusannya pada Senin (4/3/2019) lalu menyatakan penerbitak SK tersebut sudah sesuai dengan prosedur.
"Penerbitan SK objek sengketa baik ditinjau dari aspek kewenangan, prosedur formal maupun substansi materil telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan azas umum pemerintahan yang baik. Sebagaimana UU nomor 9 tahun 2004 yang diubah dengan UU nomor 51 tahun 2009 tentang ta TUN. Dengan demikian gugatan penggugat agar menerbitkan surat menyatakan SK sengketa objek menjadi batal dan tidak sah, tidak memiliki dasar hukum," ujarnya.