Indonesia didorong untuk mampu menempatkan diri sebagai negara yang akan menjadi alternatif kekuatan ditengah ketegangan antara blok Australia, United Kingdom dan Amerika Serikat (AUKUS) dengan blok Belt and Road Initiative (BRI) yang diinisiasi China.
Dorongan ini disampaikan pengamat politik Asia Timur yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Teguh Santosa saat berbicara dalam webinar internasional bertema “ASEAN-Korea Cooperation Onwards: Outlining ROK’s Advanced Policy in ASEAN” di Roemah Djan, Jalan Talang, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/11/2021).
“Indonesia akan mudah diterima sebagai juru damai di kawasan. Indonesia dapat diterima dengan baik karena dianggap tulus dan tidak memiliki kepentingan langsung dengan kawasan,” ujarnya.
Menurut Teguh, Indonesia harus memiliki kebijakan tersendiri dalam rangka memastikan bahwa kepentingan bangsa akan berjalan dengan baik diantara ketegangan dua blok kekuatan dunia tersebut. Salah satunya yakni dengan tetap menjalin kerjasama yang baik dengan berbagai negara lain yang juga tidak menjadi bagian dari blok tersebut seperti Republik Korea.
"Letak Indonesia dan kebijakan politik luar negerinya sangat menguntungkan. Saya kira, sudah saatnya kita memperkuat kerjasama saja dengan negara-negara sahabat kita seperti Korea Selatan seperti dalam kerjasama pembuatan pesawat tempur KFX/IFX misalnya. Saya kira itu lebih konkrit dibanding harus terus membicarakan ketegangan dua blok tersebut yang kita juga tidak tau kapan ujungnya," ujarnya.
Kebijakan New Southern Policy (NSP) dari Republik Korea menurutnya telah menunjukkan betapa ASEAN menjadi kawasan penting bagi berbagai negara lain. Dan inilah yang menurut Teguh menjadi keuntungan bagi Indonesia untuk mengambil peran vital apalagi tahun 2023 Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN.
"Jadi saya kira sudah saatnya kita fokus pada kepentingan kita dan negara-negara sahabat kita," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved