Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu mempunyai tanggung jawab hukum/konstitusional, tanggung jawab politik dan tanggung jawab sosial dalam mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil.
Namun begitu, yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah seluruh jajaran penyelenggara Pemilu 2019 KPU dan Bawaslu benar-benar punya komitmen untuk berlaku secara jujur dan netral dalam pelaksanaannya.
Salah satu poin krusial yang dikhawatirkan masyarakat (publik) dalam proses tahapan Pemilu saat ini adalah kepercayaan terhadap kejujuran, integritas dan netralitas KPU dan Bawaslu dari pusat sampai di petugas KPPS nanti,†kata Guru Besar FH USU dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Harapan Medan Prof. Dr. Hasim Purba kepada Kantor Berita RMOLSumut, Minggu (10/3).
Hasyim juga mempertanyakan sejauh mana keberanian dan ketahanan jajaran KPU dan Bawaslu atas intervensi dan tekanan dari berbagai pihak, terutama pihak petahana dan partai pengusungnya.
"Ini semua tentunya masih menjadi tanda tanya besar bagi publik," kata Hasim.
Pengamat hukum dan kebijakan publik ini juga mengemukakan sejumlah isu yang beredar dan belum mendapat klarifikasi yang tuntas dari jajaran KPU dan Bawaslu.
"Isu tentang DPT yang bermasalah dengan masuknya WNA pemegang e-KTP yang dikhawatirkan diduga akan ikut menggunakan hak pilih untuk memenang Capres tertentu belum terjawab secara jelas," bebernya.
"Selain itu, adanya indikasi money politic, penyalahgunaan jabatan oleh Aparat Pejabat Negara dan keberpihakan ASN dan aparatur pemerintahan yang merupakan pelanggaran Undang-undang Pemilu No.7 Tahun 2017 ternyata belum mendapat penanganan yang serius dari Bawaslu maupun KPU," lanjut Ketua Umum Korps Alumni HMI (KAHMI) Medan itu. [hta]
© Copyright 2024, All Rights Reserved