Sesuai dengan pasal 41 ayat 2 huruf e UU No 10 Tahun 2016 dan PKPU No 3 Tahun 2017, berdasarkan jumlah DPT pada Pemilu terakhir jika jumlah DPT diatas 1 juta, maka jumlah dukungan diambil sebanyak 6,5 persen dari jumlah DPT dan jumlah dukungan harus tersebar di 50 persen lebih jumlah kecamatan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Untuk Kota Medan sendiri misalkan terdiri dari 21 kecamatan sehingga sebaran dukungan minimal tersebar di 11 kecamatan dengan jumlah dukungan sebanyak 104.954 dukungan atau 6,5 persen dari jumlah DPT pada pemilu 2019
Syarat ini tentunya bukan hal yang mudah bagi calon perseorangan untuk bisa melenggang merebut kursi Kepala Daerah, selain syarat dan sebaran dukungan tersebut harus terpenuhi bakal pasangan calon perseorangan juga harus melakukan pengumpulan dokumen dukungan berupa surat pernyataan dengan menggunakan formulir model B.1-KWK Perseorangan, selain itu calon perseorangan juga harus mengumpulkan Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Mengingat beratnya syarat dukungan kiranya mustahil bagi calon perseorangan bisa lolos dan bersaing dengan paslon lain yang diusung oleh partai politik, sebab, setelah semua dokumen yang diserahkan ke KPU, maka akan dilakukan pengecekan kembali terkait keabsahan data-data dukungan melalui verifikasi faktual, di tahapan ini biasanya calon perseorangan sulit untuk keluar dari lobang jarum dengan ditemukannya kegandaan syarat dukungan yaitu KTP Elektronik, berkaca pada pilkada 2018 kemarin di Kabupaten Deli Serdang bagaimana calon perseorangan gugur dalam tahapan verifikasi faktual. Ini membuktikan bahwa kesulitan calon perseorangan dalam mengumpulkan KTP Elektronik
Hal lain yang menjadi perhatian kita bersama adalah tentang mekanisme dukungan melalui surat pernyataan yang menggunakan formulir B.1-KWK perseorangan yang harus melampirkan foto copy KTP Elektronik/surat keterangan dari Disdukcapil, memang ketentuan ini dianggap untuk menutup peluang pemalsuan data dukungan tapi setidaknya bagi calon perseorangan hal ini terlalu berat, apalagi faktanya saat ini orang tidak lagi sembarangan untuk memberikan KTPnya kepada orang lain kalau pun itu bisa didapatkan tentu harus mengeluarkan sedikit biaya.
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat(JPPR) Sumut tetap mendorong adanya calon perseorangan maju dalam kontestasi pilkada serentak 2020, dengan kehadiran bakal calon perseorangan dalam pentas pilkada pesta demokrasi lokal akan semakin menarik dengan adanya figur-figur alternatif diluar calon usungan partai politik, maka kami berpesan kepada bakal calon perseorangan di 23 kab/kota di sumut agar meminta dukungan secara ikhlas dari masyarakat untuk melakukan pengumpulan KTP, dengan cara ini mungkin bakal calon perseorangan bisa lolos dari verifikasi faktual, selain itu calon perseorangan juga harus benar-benar menjadi pilihan yang tidak membosankan bagi masyarakat selain jalur partai politik, mengingat hasil pilkada Kota Medan jalur partai politik tahun 2005, 2010 dan 2015 selalu mengantarkan walikotanya kedalam jeruji besi lantaran peraoalan Korupsi, untuk itu Kota Medan sangat membutuhkan adanya calon perseorangan sebagai pilihan alternatif.[R]
Penulis Adalah Darwin Sipahutar yang menjabat Koordinator Daerah Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Sumut
" itemprop="description"/>Sesuai dengan pasal 41 ayat 2 huruf e UU No 10 Tahun 2016 dan PKPU No 3 Tahun 2017, berdasarkan jumlah DPT pada Pemilu terakhir jika jumlah DPT diatas 1 juta, maka jumlah dukungan diambil sebanyak 6,5 persen dari jumlah DPT dan jumlah dukungan harus tersebar di 50 persen lebih jumlah kecamatan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Untuk Kota Medan sendiri misalkan terdiri dari 21 kecamatan sehingga sebaran dukungan minimal tersebar di 11 kecamatan dengan jumlah dukungan sebanyak 104.954 dukungan atau 6,5 persen dari jumlah DPT pada pemilu 2019
Syarat ini tentunya bukan hal yang mudah bagi calon perseorangan untuk bisa melenggang merebut kursi Kepala Daerah, selain syarat dan sebaran dukungan tersebut harus terpenuhi bakal pasangan calon perseorangan juga harus melakukan pengumpulan dokumen dukungan berupa surat pernyataan dengan menggunakan formulir model B.1-KWK Perseorangan, selain itu calon perseorangan juga harus mengumpulkan Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Mengingat beratnya syarat dukungan kiranya mustahil bagi calon perseorangan bisa lolos dan bersaing dengan paslon lain yang diusung oleh partai politik, sebab, setelah semua dokumen yang diserahkan ke KPU, maka akan dilakukan pengecekan kembali terkait keabsahan data-data dukungan melalui verifikasi faktual, di tahapan ini biasanya calon perseorangan sulit untuk keluar dari lobang jarum dengan ditemukannya kegandaan syarat dukungan yaitu KTP Elektronik, berkaca pada pilkada 2018 kemarin di Kabupaten Deli Serdang bagaimana calon perseorangan gugur dalam tahapan verifikasi faktual. Ini membuktikan bahwa kesulitan calon perseorangan dalam mengumpulkan KTP Elektronik
Hal lain yang menjadi perhatian kita bersama adalah tentang mekanisme dukungan melalui surat pernyataan yang menggunakan formulir B.1-KWK perseorangan yang harus melampirkan foto copy KTP Elektronik/surat keterangan dari Disdukcapil, memang ketentuan ini dianggap untuk menutup peluang pemalsuan data dukungan tapi setidaknya bagi calon perseorangan hal ini terlalu berat, apalagi faktanya saat ini orang tidak lagi sembarangan untuk memberikan KTPnya kepada orang lain kalau pun itu bisa didapatkan tentu harus mengeluarkan sedikit biaya.
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat(JPPR) Sumut tetap mendorong adanya calon perseorangan maju dalam kontestasi pilkada serentak 2020, dengan kehadiran bakal calon perseorangan dalam pentas pilkada pesta demokrasi lokal akan semakin menarik dengan adanya figur-figur alternatif diluar calon usungan partai politik, maka kami berpesan kepada bakal calon perseorangan di 23 kab/kota di sumut agar meminta dukungan secara ikhlas dari masyarakat untuk melakukan pengumpulan KTP, dengan cara ini mungkin bakal calon perseorangan bisa lolos dari verifikasi faktual, selain itu calon perseorangan juga harus benar-benar menjadi pilihan yang tidak membosankan bagi masyarakat selain jalur partai politik, mengingat hasil pilkada Kota Medan jalur partai politik tahun 2005, 2010 dan 2015 selalu mengantarkan walikotanya kedalam jeruji besi lantaran peraoalan Korupsi, untuk itu Kota Medan sangat membutuhkan adanya calon perseorangan sebagai pilihan alternatif.[R]
Penulis Adalah Darwin Sipahutar yang menjabat Koordinator Daerah Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Sumut
"/>Sesuai dengan pasal 41 ayat 2 huruf e UU No 10 Tahun 2016 dan PKPU No 3 Tahun 2017, berdasarkan jumlah DPT pada Pemilu terakhir jika jumlah DPT diatas 1 juta, maka jumlah dukungan diambil sebanyak 6,5 persen dari jumlah DPT dan jumlah dukungan harus tersebar di 50 persen lebih jumlah kecamatan yang ada di kabupaten/kota tersebut. Untuk Kota Medan sendiri misalkan terdiri dari 21 kecamatan sehingga sebaran dukungan minimal tersebar di 11 kecamatan dengan jumlah dukungan sebanyak 104.954 dukungan atau 6,5 persen dari jumlah DPT pada pemilu 2019
Syarat ini tentunya bukan hal yang mudah bagi calon perseorangan untuk bisa melenggang merebut kursi Kepala Daerah, selain syarat dan sebaran dukungan tersebut harus terpenuhi bakal pasangan calon perseorangan juga harus melakukan pengumpulan dokumen dukungan berupa surat pernyataan dengan menggunakan formulir model B.1-KWK Perseorangan, selain itu calon perseorangan juga harus mengumpulkan Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Elektronik.
Mengingat beratnya syarat dukungan kiranya mustahil bagi calon perseorangan bisa lolos dan bersaing dengan paslon lain yang diusung oleh partai politik, sebab, setelah semua dokumen yang diserahkan ke KPU, maka akan dilakukan pengecekan kembali terkait keabsahan data-data dukungan melalui verifikasi faktual, di tahapan ini biasanya calon perseorangan sulit untuk keluar dari lobang jarum dengan ditemukannya kegandaan syarat dukungan yaitu KTP Elektronik, berkaca pada pilkada 2018 kemarin di Kabupaten Deli Serdang bagaimana calon perseorangan gugur dalam tahapan verifikasi faktual. Ini membuktikan bahwa kesulitan calon perseorangan dalam mengumpulkan KTP Elektronik
Hal lain yang menjadi perhatian kita bersama adalah tentang mekanisme dukungan melalui surat pernyataan yang menggunakan formulir B.1-KWK perseorangan yang harus melampirkan foto copy KTP Elektronik/surat keterangan dari Disdukcapil, memang ketentuan ini dianggap untuk menutup peluang pemalsuan data dukungan tapi setidaknya bagi calon perseorangan hal ini terlalu berat, apalagi faktanya saat ini orang tidak lagi sembarangan untuk memberikan KTPnya kepada orang lain kalau pun itu bisa didapatkan tentu harus mengeluarkan sedikit biaya.
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat(JPPR) Sumut tetap mendorong adanya calon perseorangan maju dalam kontestasi pilkada serentak 2020, dengan kehadiran bakal calon perseorangan dalam pentas pilkada pesta demokrasi lokal akan semakin menarik dengan adanya figur-figur alternatif diluar calon usungan partai politik, maka kami berpesan kepada bakal calon perseorangan di 23 kab/kota di sumut agar meminta dukungan secara ikhlas dari masyarakat untuk melakukan pengumpulan KTP, dengan cara ini mungkin bakal calon perseorangan bisa lolos dari verifikasi faktual, selain itu calon perseorangan juga harus benar-benar menjadi pilihan yang tidak membosankan bagi masyarakat selain jalur partai politik, mengingat hasil pilkada Kota Medan jalur partai politik tahun 2005, 2010 dan 2015 selalu mengantarkan walikotanya kedalam jeruji besi lantaran peraoalan Korupsi, untuk itu Kota Medan sangat membutuhkan adanya calon perseorangan sebagai pilihan alternatif.[R]
Penulis Adalah Darwin Sipahutar yang menjabat Koordinator Daerah Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Sumut
"/>