Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Demokrat Sumatra Utara (DPD KNPD Sumut), organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu mendorong agar perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual masuk dalam kategori tanggungan BPJS Kesehatan.
Untuk mewujudkan hal itu, ia meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dijelaskannya, pasal 52 Ayat (r ) dari Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa korban tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual merupakan pihak yang tidak termasuk mendapatkan jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
"Kita menyayangkan hal itu. Sebab, sebenarnya banyak warga yang mengalami penganiayaan serta kekerasan seksual dan umumnya mereka adalah kaum perempuan dengan kondisi ekonomi lemah," katanya kepada wartawan, Selasa (27/4/2021).
Kasus yang dialami oleh Rina Simanungkalit (29 tahun), warga Jalan Tangguk Bongkar VI Medan, yang menjadi korban penganiayaan menjadi salah satu contoh pentingnya kalangan ini menjadi tanggungan BPJS Kesehatan.
Suryani Paskah Naiborhu sendiri mengakus udah menjenguk korban tersebut dan melihat adanya kebutuhan perawatan terhadap Rina akibat gangguan psikis dan kondisi fisik yang butuh perawatan akibat penganiayaan.
"Kami dari KNPD tergerak untuk memberikan bantuan kepada Rina. Kami juga berinisiatif untuk membawa dia ke Rumah Sakit Madani di Jalan AR Hakim, Medan, untuk memperoleh perawatan dan pengobatan. Dari penjelasan yang kami peroleh, Rina juga peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan," ujarnya.
Namun pihaknya terkejut ketika sampai di rumah sakit tersebut, perawat menjelaskan bahwa Rina Simanungkalit tidak termasuk pihak yang berhak mendapat layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan, karena diduga korban penganiayaan.
"Pihak rumah sakit maupun perwakilan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Madani menjelaskan bahwa Rina Simanungkalit tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan karena merupakan korban penganiayaan dan hal itu sesuai dengan ketentuan dari Pasal 52 Ayat (r) pada Perpres No 82 Tahun 2018," ujarnya.
Ditambahkannya, bahwa jaminan kesehatan untuk perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual tidak bisa dipindahkan penjaminannya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) , karena masyarakat umum sudah lazim dengan keberadaan BPJS Kesehatan yang sudah ada di tiap fasilitas kesehatan hingga pelosok desa .
"Ketika kita mengatakan bahwa negara menghormati hak-hak warga negaranya dan melindungi kaum perempuan, pada kenyataannya hal itu terlewatkan bagi korban penganiayaan dan kekerasan seksual untuk memperoleh layanan BPJS Kesehatan. Kita sangat menyayangkan ini," sebutnya.
"Pemda di Sumut dapat belajar dari Pemprov DKI Jakarta yang telah melakukan hal itu. Mereka membantu penyembuhan dan pemulihan para korban penganiayaan dan kekerasan seksual," tuturnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved