Penegasan ini dikemukakan sehubungan dihapusnya ketentuan penayangan iklan kampanye Pemilu 2019 melalui media dalam jaringan (Daring) atau media siber pada keputusan KPU terbaru. Artinya, iklan kampanye hanya melalui media cetak dan elektronik.
Ia menyatakan kebijakan KPU ini jelas mendikotomikan antar media sehingga rentan menimbulkan pecah belah dan adu domba pers.
\"Kita tidak menafikan, iklan kampanye Pemilu tentu bernilai ekonomis secara legal bagi media. Oleh sebab itu dengan dikotomi media dan mendiskriminasi media siber, rentan muncul kecemburuan antar media,\" ujarnya.
Oleh sebab itu SMSI Sumut meminta agar keputusan baru KPU tersebut dicabut karena keputusan tersebut secara otomatis memutus mata rantai kerjasama pemberitaan media Siber seluruh Indonesia dengan KPU. \"Untuk ini SMSI Sumut mendukung gugatan SMSI Pusat kepada KPU,\" tegasnya.
Zulfikar memaparkan sebagai penyelenggara pesta demokrasi KPU sudah diamanatkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam kampaye dapat melibatkan media dalam jaringan. Jadi kenapa kemudian media siber ditinggalkan. \"KPU selayaknya menghindari gesekan yang tidak sehat saat ada pesta demokrasi seperti pilpres dan pileg, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini,\" ujarnya.
KPU berkewajiban sekecil mungkin untuk menghindari persoalan atau gesekan akibat kebijakan yang tidak berimbang, dengan meninggalkan media siber. \"Kita minta KPU lebih bijaksana. Jangan buat keputusan yang ini bisa menimbulkan kegaduhan,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Penegasan ini dikemukakan sehubungan dihapusnya ketentuan penayangan iklan kampanye Pemilu 2019 melalui media dalam jaringan (Daring) atau media siber pada keputusan KPU terbaru. Artinya, iklan kampanye hanya melalui media cetak dan elektronik.
Ia menyatakan kebijakan KPU ini jelas mendikotomikan antar media sehingga rentan menimbulkan pecah belah dan adu domba pers.
\"Kita tidak menafikan, iklan kampanye Pemilu tentu bernilai ekonomis secara legal bagi media. Oleh sebab itu dengan dikotomi media dan mendiskriminasi media siber, rentan muncul kecemburuan antar media,\" ujarnya.
Oleh sebab itu SMSI Sumut meminta agar keputusan baru KPU tersebut dicabut karena keputusan tersebut secara otomatis memutus mata rantai kerjasama pemberitaan media Siber seluruh Indonesia dengan KPU. \"Untuk ini SMSI Sumut mendukung gugatan SMSI Pusat kepada KPU,\" tegasnya.
Zulfikar memaparkan sebagai penyelenggara pesta demokrasi KPU sudah diamanatkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam kampaye dapat melibatkan media dalam jaringan. Jadi kenapa kemudian media siber ditinggalkan. \"KPU selayaknya menghindari gesekan yang tidak sehat saat ada pesta demokrasi seperti pilpres dan pileg, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini,\" ujarnya.
KPU berkewajiban sekecil mungkin untuk menghindari persoalan atau gesekan akibat kebijakan yang tidak berimbang, dengan meninggalkan media siber. \"Kita minta KPU lebih bijaksana. Jangan buat keputusan yang ini bisa menimbulkan kegaduhan,\" pungkasnya."/>
Penegasan ini dikemukakan sehubungan dihapusnya ketentuan penayangan iklan kampanye Pemilu 2019 melalui media dalam jaringan (Daring) atau media siber pada keputusan KPU terbaru. Artinya, iklan kampanye hanya melalui media cetak dan elektronik.
Ia menyatakan kebijakan KPU ini jelas mendikotomikan antar media sehingga rentan menimbulkan pecah belah dan adu domba pers.
\"Kita tidak menafikan, iklan kampanye Pemilu tentu bernilai ekonomis secara legal bagi media. Oleh sebab itu dengan dikotomi media dan mendiskriminasi media siber, rentan muncul kecemburuan antar media,\" ujarnya.
Oleh sebab itu SMSI Sumut meminta agar keputusan baru KPU tersebut dicabut karena keputusan tersebut secara otomatis memutus mata rantai kerjasama pemberitaan media Siber seluruh Indonesia dengan KPU. \"Untuk ini SMSI Sumut mendukung gugatan SMSI Pusat kepada KPU,\" tegasnya.
Zulfikar memaparkan sebagai penyelenggara pesta demokrasi KPU sudah diamanatkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam kampaye dapat melibatkan media dalam jaringan. Jadi kenapa kemudian media siber ditinggalkan. \"KPU selayaknya menghindari gesekan yang tidak sehat saat ada pesta demokrasi seperti pilpres dan pileg, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini,\" ujarnya.
KPU berkewajiban sekecil mungkin untuk menghindari persoalan atau gesekan akibat kebijakan yang tidak berimbang, dengan meninggalkan media siber. \"Kita minta KPU lebih bijaksana. Jangan buat keputusan yang ini bisa menimbulkan kegaduhan,\" pungkasnya."/>
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Utara (Sumut) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan memecahbelah dan mendikotomikan pers dengan mendiskriminasi media siber dalam kebijakan iklan kampanye.
"Pers Indonesia saat ini cukup kondusif dan bersahabat tanpa membedakan wadah profesinya, baik media cetak, media elektronik maupun media siber, semuanya pers persatuan. Jadi jangan dipecahbelah," tegas Ketua SMSI Sumut Zulfikar Tanjung, Senin (25/2).
Penegasan ini dikemukakan sehubungan dihapusnya ketentuan penayangan iklan kampanye Pemilu 2019 melalui media dalam jaringan (Daring) atau media siber pada keputusan KPU terbaru. Artinya, iklan kampanye hanya melalui media cetak dan elektronik.
Ia menyatakan kebijakan KPU ini jelas mendikotomikan antar media sehingga rentan menimbulkan pecah belah dan adu domba pers.
"Kita tidak menafikan, iklan kampanye Pemilu tentu bernilai ekonomis secara legal bagi media. Oleh sebab itu dengan dikotomi media dan mendiskriminasi media siber, rentan muncul kecemburuan antar media," ujarnya.
Oleh sebab itu SMSI Sumut meminta agar keputusan baru KPU tersebut dicabut karena keputusan tersebut secara otomatis memutus mata rantai kerjasama pemberitaan media Siber seluruh Indonesia dengan KPU. "Untuk ini SMSI Sumut mendukung gugatan SMSI Pusat kepada KPU," tegasnya.
Zulfikar memaparkan sebagai penyelenggara pesta demokrasi KPU sudah diamanatkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam kampaye dapat melibatkan media dalam jaringan. Jadi kenapa kemudian media siber ditinggalkan. "KPU selayaknya menghindari gesekan yang tidak sehat saat ada pesta demokrasi seperti pilpres dan pileg, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
KPU berkewajiban sekecil mungkin untuk menghindari persoalan atau gesekan akibat kebijakan yang tidak berimbang, dengan meninggalkan media siber. "Kita minta KPU lebih bijaksana. Jangan buat keputusan yang ini bisa menimbulkan kegaduhan," pungkasnya.
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Utara (Sumut) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan memecahbelah dan mendikotomikan pers dengan mendiskriminasi media siber dalam kebijakan iklan kampanye.
"Pers Indonesia saat ini cukup kondusif dan bersahabat tanpa membedakan wadah profesinya, baik media cetak, media elektronik maupun media siber, semuanya pers persatuan. Jadi jangan dipecahbelah," tegas Ketua SMSI Sumut Zulfikar Tanjung, Senin (25/2).
Penegasan ini dikemukakan sehubungan dihapusnya ketentuan penayangan iklan kampanye Pemilu 2019 melalui media dalam jaringan (Daring) atau media siber pada keputusan KPU terbaru. Artinya, iklan kampanye hanya melalui media cetak dan elektronik.
Ia menyatakan kebijakan KPU ini jelas mendikotomikan antar media sehingga rentan menimbulkan pecah belah dan adu domba pers.
"Kita tidak menafikan, iklan kampanye Pemilu tentu bernilai ekonomis secara legal bagi media. Oleh sebab itu dengan dikotomi media dan mendiskriminasi media siber, rentan muncul kecemburuan antar media," ujarnya.
Oleh sebab itu SMSI Sumut meminta agar keputusan baru KPU tersebut dicabut karena keputusan tersebut secara otomatis memutus mata rantai kerjasama pemberitaan media Siber seluruh Indonesia dengan KPU. "Untuk ini SMSI Sumut mendukung gugatan SMSI Pusat kepada KPU," tegasnya.
Zulfikar memaparkan sebagai penyelenggara pesta demokrasi KPU sudah diamanatkan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam kampaye dapat melibatkan media dalam jaringan. Jadi kenapa kemudian media siber ditinggalkan. "KPU selayaknya menghindari gesekan yang tidak sehat saat ada pesta demokrasi seperti pilpres dan pileg, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
KPU berkewajiban sekecil mungkin untuk menghindari persoalan atau gesekan akibat kebijakan yang tidak berimbang, dengan meninggalkan media siber. "Kita minta KPU lebih bijaksana. Jangan buat keputusan yang ini bisa menimbulkan kegaduhan," pungkasnya.