Selain sanksi hukum yang berat, sanksi sosial kepara para pelaku korupsi merupakan hal yang perlu untuk menghilangkan kebiasaan korupsi. Hal ini mengemuka dalam webminar Forhati Sumatera Utara 'kekuatan perempuan/KAHMI menanamkan nilai anti korupsi', yang digelar Minggu (21/6) lalu. Dalam seminar ini, KAHMI Forhati menghadirkan narasumber utama yakni Abdullah Hehamahua yang merupakan penasehat KPK 2005-2013. "Masyarakat perlu memberikan sanksi sosial yang tegas kepada koruptor, seperti menolak memiliki relasi dengan keluarga koruptor, tidak menghadiri undangan perhelatan para koruptor bahkan masyarakat tidak usah melayat koruptor yang meninggal. Keluarga sangat penting untuk melakukan penyelamatan negara dari kehancuran akibat korupsi. Logikanya karena Korupsi adalah kejahatan luar biasa maka seharusnya pencegehan dan pemberatasannya harus luar biasa pula," kata Abdullah Hehamahua. Abdullah mengatakan, bahaya yang ditimbulkan dari perilaku korupsi sangat besar. Ia bahkan memprediksi tahun 2050 mendatang, indonesia akan hilang dari bumi atau menjadi jajahan negara lain karena perilaku yang korup tersebut. Pencegahan ini menurutnya harus dimulai dari kebijakan politik. "Hulunya ada di partai politik. Yang harus diselesaikan adalah partai politik terutama terkait anggaran partai. Tawarannya adalah partai diberikan anggaran atau yang paling aman seperti luar negeri yaitu partai memiliki usaha yang tidak berkaitan dengan anggaran negara," ujarnya. Hal yang sama disampaikan ahli hukum pidana DR. Mamud Mulyadi. Ia sepakat penyelesaian korupsi harusnya dilakukan melalui sistem politik. "Saat ini anggota parlemen adalah partai yang berbagi kekuasaan dan tidak berpihak kepada rakyat. Kepentingan dan bagi-bagi kekuasaan ini berimbas pada penegakan hukum. “Orang yang mengkritik hukum “dihabisin” sedangkan orang yang paham tata negara tidak berperan dengan baik," ungkap Dosen Fakultas Hukum USU yang pernah menjadi ahli pra pengadilan Setya Novanto ini. Seminar ini dibuka oleh Ketua KAHMI Sumut, Ir. Murlan Tamba MM. Menurutnya korupsi adalah ekstraordinary crime yang mana setiap orang bisa menjadi pelaku atau korban tanpa dia sadari. Korupsi juga terstruktur sedemikan luas, sehingga menjadi kajian mendalam bagi KAHMI secara terstruktur dan punya konsep. "Membangun kesadaran masyarakat terhadap pencegahan korupsi adalah peran organisasi masyarakat. Oleh karena itu KAHMI Sumut menganggap apa yang dilakukan Forhati saat ini sangat stategis. Perempuan menjadi benteng utama melawan korupsi melalui keluarga dan terbangunnya gerakan anti korupsi di Indonesia," pungkasnya.[R]
Selain sanksi hukum yang berat, sanksi sosial kepara para pelaku korupsi merupakan hal yang perlu untuk menghilangkan kebiasaan korupsi. Hal ini mengemuka dalam webminar Forhati Sumatera Utara 'kekuatan perempuan/KAHMI menanamkan nilai anti korupsi', yang digelar Minggu (21/6) lalu. Dalam seminar ini, KAHMI Forhati menghadirkan narasumber utama yakni Abdullah Hehamahua yang merupakan penasehat KPK 2005-2013. "Masyarakat perlu memberikan sanksi sosial yang tegas kepada koruptor, seperti menolak memiliki relasi dengan keluarga koruptor, tidak menghadiri undangan perhelatan para koruptor bahkan masyarakat tidak usah melayat koruptor yang meninggal. Keluarga sangat penting untuk melakukan penyelamatan negara dari kehancuran akibat korupsi. Logikanya karena Korupsi adalah kejahatan luar biasa maka seharusnya pencegehan dan pemberatasannya harus luar biasa pula," kata Abdullah Hehamahua. Abdullah mengatakan, bahaya yang ditimbulkan dari perilaku korupsi sangat besar. Ia bahkan memprediksi tahun 2050 mendatang, indonesia akan hilang dari bumi atau menjadi jajahan negara lain karena perilaku yang korup tersebut. Pencegahan ini menurutnya harus dimulai dari kebijakan politik. "Hulunya ada di partai politik. Yang harus diselesaikan adalah partai politik terutama terkait anggaran partai. Tawarannya adalah partai diberikan anggaran atau yang paling aman seperti luar negeri yaitu partai memiliki usaha yang tidak berkaitan dengan anggaran negara," ujarnya. Hal yang sama disampaikan ahli hukum pidana DR. Mamud Mulyadi. Ia sepakat penyelesaian korupsi harusnya dilakukan melalui sistem politik. "Saat ini anggota parlemen adalah partai yang berbagi kekuasaan dan tidak berpihak kepada rakyat. Kepentingan dan bagi-bagi kekuasaan ini berimbas pada penegakan hukum. “Orang yang mengkritik hukum “dihabisin” sedangkan orang yang paham tata negara tidak berperan dengan baik," ungkap Dosen Fakultas Hukum USU yang pernah menjadi ahli pra pengadilan Setya Novanto ini. Seminar ini dibuka oleh Ketua KAHMI Sumut, Ir. Murlan Tamba MM. Menurutnya korupsi adalah ekstraordinary crime yang mana setiap orang bisa menjadi pelaku atau korban tanpa dia sadari. Korupsi juga terstruktur sedemikan luas, sehingga menjadi kajian mendalam bagi KAHMI secara terstruktur dan punya konsep. "Membangun kesadaran masyarakat terhadap pencegahan korupsi adalah peran organisasi masyarakat. Oleh karena itu KAHMI Sumut menganggap apa yang dilakukan Forhati saat ini sangat stategis. Perempuan menjadi benteng utama melawan korupsi melalui keluarga dan terbangunnya gerakan anti korupsi di Indonesia," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved