Dalam berbagai kesempatan, saya sering mendengar ucapan dari Edy Rahmayadi yang mengatakan "ini rakyatku, kalau ada apa-apa dengan mereka saya yang bertanggung jawab".
Sungguh ungkapan itu saya kira menunjukkan Edy Rahmayadi adalah sosok pemimpin yang sangat peduli dengan berbagai persoalan dan keresahan yang ada di Sumatera Utara.
Tulisan ini, saya ketik ketika saya mengingat persis bagaimana ekspresi dari mantan Pangkostrad ini memastikan dirinya akan selalu hadir bagi rakyat dan bahkan rela berkorban (baca-menggunakan kewenangan) untuk memastikan semua berjalan baik, sesuai aturan dan tidak memicu polemik.
Pada sisi lain, mungkin tulisan ini melanjutkan beberapa seruan saya kepada pak Gubernur terkait polemik yang muncul seputar pemilihan calon komisioner. Yang pertama dulu adalah soal pemilihan Komisi Informasi Publik (KIP) Sumatera Utara (baca: Ironi Sumut Bermartabat dan Jadwal Seleksi yang Serba Rahasia).
Kali ini sepertinya kembali harus berseru soal seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara. Karena nyatanya, seleksi calon anggota KPID Sumut ini juga memunculkan polemik, bahkan lebih panas dari polemik seleksi KIP.
Tentu saya memposisikan diri sebagai bagian dari 'Rakyat' yang disebut oleh pak Edy Rahmayadi. Seruan saya tak jauh dari visi misi pak Edy yang kondang dengan tagline 'Sumut Bermartabat'. Perlu diingat, kinerja KPID Sumut nantinya akan ikut menentukan apakah Sumut Bermartabat itu bisa berlangsung mulus. Sebab, pekerjaan mengawasi siaran yang berkali-kali diminta oleh Pak Gub agar menayangkan 'Wajah Sumut' yang baik akan bergantung kepada mereka. Dan tentu ini harus dijalankan oleh sosok-sosok berkualitas dan terbaik diantara para peserta. Tolak ukurnya tentu kemampuan akademis masing-masing yang tolak ukurnya jelas.
Polemik yang muncul seputar KPID Sumut adalah karena tolak ukur yang tidak jelas pada tahapan akhir di Komisi A DPRD Sumut. Ini sudah menjadi pertanyaan umum yang saya tulis sebelumnya (baca: Hasil Seleksi KPID, Kompetensi atau Rekonsiliasi). Peringkat akademis dari tim seleksi seolah dinafikan saat para peserta melalui tahapan uji kepatutan dan kelayakan.
Apa iya, 10 terbaik yang diajukan oleh tim seleksi tiba-tiba disalip oleh para peringkat terbawah? Saya tidak mengatakan itu tidak mungkin. Kebetulan saya suka menonton tinju, perolehan angka seorang petinju yang sudah memimpin jauh sekalipun, tiba-tiba bisa berakhir kekalahan ketika sebuah pukulan lawan membuatnya KO. Kalau itu yang kita buat perumpamaannya, ya tolong dijelaskan yang membuat orang-orang terbaik itu tiba-tiba KO di seleksi ini.
Saya kira, meski pun ini adalah gawean di lembaga legislatif, tapi hasil akhirnya akan bermuara ke Pak Gubernur Sumatera Utara. Karena itu, sekali lagi Pak Gub Bersuaralah***
© Copyright 2024, All Rights Reserved