Video mengenai aksi-aksi personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) pada kegiatan ‘Apel Gelar Pasukan dan Ceramah Umum dalam Rangka Kesiapan Menjaga Ketentraman dan Ketertiban Umum Perlindungan Masyarakat (Trantibum Linmas) Sumut Tahun 2022’ di Lapangan Astaka, Gedung Serbaguna Sumut, Jalan Pancing/Willem Iskandar, Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang pada 7 Desember 2022 lalu membuat saya tercengang.
Tercengang karena dua hal, pertama kemampuan personil Satpol PP yang luar biasa dalam hal bela diri dan kedua tercengang karena beringasnya mereka dengan kemampuannya itu. Dua hal ini tersaji pada aksi yang dipertontonkan dihadapan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan unsur Forkopimda Sumatera Utara.
Pada video di media sosial yang diproduksi oleh Dinas Kominfo Sumatera Utara, para personil Satpol PP termasuk Kasatpol PP Sumatera Utara Mahfullah Daulay menunjukkan kemampuan fisik yang luar biasa.
Terlepas dari komentar netizen yang ternyata jeli melihat hebel (semacam bata yang terbuat dari adonan pasir silika, gypsum, batu kapur, semen, air dan aluminium bubuk) yang sudah digergaji setengah sebelum dipatahkan oleh Mahfullah menggunakan siku, namun saya menilai lewat aksi itu sosok yang akrab disapa Ipunk ini ingin menunjukkan jika ia dan personilnya mempunyai kemampuan personal yang luar biasa.
Belum lagi kala melihat aksi ramai-ramai pertunjukan cara menggunakan double stik, pertarungan satu lawan satu melawan orang bersenjata hingga aksi menggorok leher lawan dengan pisau. Sungguh membuat tercengang.
Apa personil Satpol PP perlu menggorok leher? pertanyaan itu menggiring saya berselancar di dunia maya mengenai siapa Satpol PP. Jawabannya ketemu di Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Disitu lengkap mengenai dasar hukum pembentukan mereka, tugas fungsi dan wewenang dan seluruh tetek bengek yang berkaitan dengan mereka.
Banyak sekali pasal-pasalnya yang kalau diambil garis besarnya ternyata mengarah pada fungsi mereka yakni menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta penyelenggaraan perlindungan masyarakat. Itu tercatat di pasal 7 tentang kewenangan.
Saya sempat berfikir mungkin inilah yang membuat mereka melatih kemampuan personil dalam bela diri hingga aksi menggorok leher.
Tapi kemudian pada pasal berikutnya dijelaskan bahwa dalam hal menemukan adanya pelanggaran, mereka melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Pada Pasal 12 disebutkan pula, ‘Dalam melaksanakan tugas ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, Satpol PP dapat meminta bantuan personel dan peralatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia dalam melaksanakan tugas yang memiliki dampak sosial yang luas dan risiko tinggi’.
Bagi saya soal tindakan administratif terhadap pelanggar perda atau perkada sudah jelas bukanlah tindakan represif sebagaimana yang tersaji dalam video tersebut. Toh, dalam eskalasi tingg mereka juga dapat meminta bantuan Polri dan TNI.
Saya menduga, para netizen yang mengecam aksi di video itu sudah lebih dulu membaca Permen 16 tahun 2018 tentang Satpol PP dibanding saya.
Dugaan saya ini muncul karena komentar mereka begitu tajam dan menyebut aksi itu berlebihan dan kurang kerjaan. Sebab, kata mereka penegakan Perda nggak harus sampai aksi pecah-pecahin batu pakai tangan maupun gorok leher. Apalagi kata netizen yang banyak berurusan dengan Satpol PP adalah Pedagang Kaki Lima.
Saya tentu tidak dalam kapasitas membenarkan netizen tapi kritik mereka menurut saya masuk akal. Penegakan perda tak perlu juga mecah-mecahin hebel atau bahkan menggorok lawan. Terlalu seram dan kejam.***
© Copyright 2024, All Rights Reserved