Mantan anggota KPU Sumut ini mengaku sangat paham mengenai besarnya harapan dari masyarakat kepada seorang anggota DPD. Hal ini terlihat dari jumlah suara yang mendukung mereka untuk menjadi wakil menyuarakan aspirasi. Bahkan dalam beberapa kasus jika disandingkan dengan anggota DPR RI yang lolos dari Sumut perolehan suaranya sangat jauh dibawah jumlah suara dukungan untuk DPD RI.
\"Padahal menurut saya anggota DPD inilah pihak yang benar-benar menjadi wakil masyarakat karena tidak mewakili kepentingan partai politik. Melainkan kepentingan daerah. Dan kewenangannya ini diatur dalam undang-undang,\" sebutnya.
Anggota DPD RI Parlindungan Purba mengakui apa yang disampaikan Nazir tersebut merupakan tantangan besar yang mereka hadapi dalam meloloskan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan dalam berbagai kebijakan mereka memang memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
\"Persoalannya kami anggota DPD sering macam \'minta-minta\' padahal apa yang kita bawa ke pemerintah pusat itu benar-benar aspirasi dari masyarakat dari daerah yang kita wakili,\" ungkapnya.
Parlindungan mencontohkan dalam berbagai aspek mereka selalu mendorong agar program pembangunan pemerintah pusat juga dilakukan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur yang kini masih terus berlangsung di Sumatera Utara.
\"Penyampaian aspirasi itu terus kami lakukan dan kami juga senantiasa mengawasi jalannya kebijakan pemerintah khususnya di Sumatera Utara,\" sebutnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Rurita Nigrum mengatakan kebijakan pengawasan pembangunan memang menjadi persoalan ketika kewenangan anggota DPD RI masih terkesan \'dianaktirikan\'. Karena itu menurutnya perlu suara dari masyarakat agar kebijakan mengenai tugas dan fungsi yang layak.
\"Memang pengawasan dari masyarakat juga diperlukan dalam berbagai penggunaan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran dalam pembangunan infrastruktur benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Mantan anggota KPU Sumut ini mengaku sangat paham mengenai besarnya harapan dari masyarakat kepada seorang anggota DPD. Hal ini terlihat dari jumlah suara yang mendukung mereka untuk menjadi wakil menyuarakan aspirasi. Bahkan dalam beberapa kasus jika disandingkan dengan anggota DPR RI yang lolos dari Sumut perolehan suaranya sangat jauh dibawah jumlah suara dukungan untuk DPD RI.
\"Padahal menurut saya anggota DPD inilah pihak yang benar-benar menjadi wakil masyarakat karena tidak mewakili kepentingan partai politik. Melainkan kepentingan daerah. Dan kewenangannya ini diatur dalam undang-undang,\" sebutnya.
Anggota DPD RI Parlindungan Purba mengakui apa yang disampaikan Nazir tersebut merupakan tantangan besar yang mereka hadapi dalam meloloskan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan dalam berbagai kebijakan mereka memang memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
\"Persoalannya kami anggota DPD sering macam \'minta-minta\' padahal apa yang kita bawa ke pemerintah pusat itu benar-benar aspirasi dari masyarakat dari daerah yang kita wakili,\" ungkapnya.
Parlindungan mencontohkan dalam berbagai aspek mereka selalu mendorong agar program pembangunan pemerintah pusat juga dilakukan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur yang kini masih terus berlangsung di Sumatera Utara.
\"Penyampaian aspirasi itu terus kami lakukan dan kami juga senantiasa mengawasi jalannya kebijakan pemerintah khususnya di Sumatera Utara,\" sebutnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Rurita Nigrum mengatakan kebijakan pengawasan pembangunan memang menjadi persoalan ketika kewenangan anggota DPD RI masih terkesan \'dianaktirikan\'. Karena itu menurutnya perlu suara dari masyarakat agar kebijakan mengenai tugas dan fungsi yang layak.
\"Memang pengawasan dari masyarakat juga diperlukan dalam berbagai penggunaan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran dalam pembangunan infrastruktur benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat,\" pungkasnya."/>
Mantan anggota KPU Sumut ini mengaku sangat paham mengenai besarnya harapan dari masyarakat kepada seorang anggota DPD. Hal ini terlihat dari jumlah suara yang mendukung mereka untuk menjadi wakil menyuarakan aspirasi. Bahkan dalam beberapa kasus jika disandingkan dengan anggota DPR RI yang lolos dari Sumut perolehan suaranya sangat jauh dibawah jumlah suara dukungan untuk DPD RI.
\"Padahal menurut saya anggota DPD inilah pihak yang benar-benar menjadi wakil masyarakat karena tidak mewakili kepentingan partai politik. Melainkan kepentingan daerah. Dan kewenangannya ini diatur dalam undang-undang,\" sebutnya.
Anggota DPD RI Parlindungan Purba mengakui apa yang disampaikan Nazir tersebut merupakan tantangan besar yang mereka hadapi dalam meloloskan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan dalam berbagai kebijakan mereka memang memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
\"Persoalannya kami anggota DPD sering macam \'minta-minta\' padahal apa yang kita bawa ke pemerintah pusat itu benar-benar aspirasi dari masyarakat dari daerah yang kita wakili,\" ungkapnya.
Parlindungan mencontohkan dalam berbagai aspek mereka selalu mendorong agar program pembangunan pemerintah pusat juga dilakukan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur yang kini masih terus berlangsung di Sumatera Utara.
\"Penyampaian aspirasi itu terus kami lakukan dan kami juga senantiasa mengawasi jalannya kebijakan pemerintah khususnya di Sumatera Utara,\" sebutnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Rurita Nigrum mengatakan kebijakan pengawasan pembangunan memang menjadi persoalan ketika kewenangan anggota DPD RI masih terkesan \'dianaktirikan\'. Karena itu menurutnya perlu suara dari masyarakat agar kebijakan mengenai tugas dan fungsi yang layak.
\"Memang pengawasan dari masyarakat juga diperlukan dalam berbagai penggunaan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran dalam pembangunan infrastruktur benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat,\" pungkasnya."/>
Kerumitan yang dialami oleh para calon anggota DPD RI untuk duduk menjadi wakil rakyat seharusnya direspon dengan memberikan kewenangan yang sama dengan kalangan anggota DPR RI. Hal ini mengemuka dalam diskusi 'Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pemerataan Pembangunan Infrastruktur di Sumatera Utara' yang digelar oleh Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumut di Amora Cafe, Komplek J City, Medan.
Direktur JaDI Sumut, Nazir Salim Manik mengatakan bahkan dalam beberapa kasus pada saat pemilu, justru kerumitan yabg dialami oleh calon DPD jauh lebih besar terkait suara dukungan yang mereka harus miliki untuk duduk menjadi anggota DPD RI.
"Rata-rata anggota DPD RI yang duduk dari Sumatera Utara itu mewakili 365 ribu suara. Bagaimana pula kewenangannya bisa 'dianaktirikan' dalam berbagai kebijakan khususnya penganggaran. Ini aneh namanya," ujarnya, Sabtu (23/3/2019).
Mantan anggota KPU Sumut ini mengaku sangat paham mengenai besarnya harapan dari masyarakat kepada seorang anggota DPD. Hal ini terlihat dari jumlah suara yang mendukung mereka untuk menjadi wakil menyuarakan aspirasi. Bahkan dalam beberapa kasus jika disandingkan dengan anggota DPR RI yang lolos dari Sumut perolehan suaranya sangat jauh dibawah jumlah suara dukungan untuk DPD RI.
"Padahal menurut saya anggota DPD inilah pihak yang benar-benar menjadi wakil masyarakat karena tidak mewakili kepentingan partai politik. Melainkan kepentingan daerah. Dan kewenangannya ini diatur dalam undang-undang," sebutnya.
Anggota DPD RI Parlindungan Purba mengakui apa yang disampaikan Nazir tersebut merupakan tantangan besar yang mereka hadapi dalam meloloskan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan dalam berbagai kebijakan mereka memang memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
"Persoalannya kami anggota DPD sering macam 'minta-minta' padahal apa yang kita bawa ke pemerintah pusat itu benar-benar aspirasi dari masyarakat dari daerah yang kita wakili," ungkapnya.
Parlindungan mencontohkan dalam berbagai aspek mereka selalu mendorong agar program pembangunan pemerintah pusat juga dilakukan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur yang kini masih terus berlangsung di Sumatera Utara.
"Penyampaian aspirasi itu terus kami lakukan dan kami juga senantiasa mengawasi jalannya kebijakan pemerintah khususnya di Sumatera Utara," sebutnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Rurita Nigrum mengatakan kebijakan pengawasan pembangunan memang menjadi persoalan ketika kewenangan anggota DPD RI masih terkesan 'dianaktirikan'. Karena itu menurutnya perlu suara dari masyarakat agar kebijakan mengenai tugas dan fungsi yang layak.
"Memang pengawasan dari masyarakat juga diperlukan dalam berbagai penggunaan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran dalam pembangunan infrastruktur benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat," pungkasnya.
Kerumitan yang dialami oleh para calon anggota DPD RI untuk duduk menjadi wakil rakyat seharusnya direspon dengan memberikan kewenangan yang sama dengan kalangan anggota DPR RI. Hal ini mengemuka dalam diskusi 'Peran Dewan Perwakilan Daerah Dalam Pemerataan Pembangunan Infrastruktur di Sumatera Utara' yang digelar oleh Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumut di Amora Cafe, Komplek J City, Medan.
Direktur JaDI Sumut, Nazir Salim Manik mengatakan bahkan dalam beberapa kasus pada saat pemilu, justru kerumitan yabg dialami oleh calon DPD jauh lebih besar terkait suara dukungan yang mereka harus miliki untuk duduk menjadi anggota DPD RI.
"Rata-rata anggota DPD RI yang duduk dari Sumatera Utara itu mewakili 365 ribu suara. Bagaimana pula kewenangannya bisa 'dianaktirikan' dalam berbagai kebijakan khususnya penganggaran. Ini aneh namanya," ujarnya, Sabtu (23/3/2019).
Mantan anggota KPU Sumut ini mengaku sangat paham mengenai besarnya harapan dari masyarakat kepada seorang anggota DPD. Hal ini terlihat dari jumlah suara yang mendukung mereka untuk menjadi wakil menyuarakan aspirasi. Bahkan dalam beberapa kasus jika disandingkan dengan anggota DPR RI yang lolos dari Sumut perolehan suaranya sangat jauh dibawah jumlah suara dukungan untuk DPD RI.
"Padahal menurut saya anggota DPD inilah pihak yang benar-benar menjadi wakil masyarakat karena tidak mewakili kepentingan partai politik. Melainkan kepentingan daerah. Dan kewenangannya ini diatur dalam undang-undang," sebutnya.
Anggota DPD RI Parlindungan Purba mengakui apa yang disampaikan Nazir tersebut merupakan tantangan besar yang mereka hadapi dalam meloloskan aspirasi masyarakat. Ia menyebutkan dalam berbagai kebijakan mereka memang memiliki tugas untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
"Persoalannya kami anggota DPD sering macam 'minta-minta' padahal apa yang kita bawa ke pemerintah pusat itu benar-benar aspirasi dari masyarakat dari daerah yang kita wakili," ungkapnya.
Parlindungan mencontohkan dalam berbagai aspek mereka selalu mendorong agar program pembangunan pemerintah pusat juga dilakukan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur yang kini masih terus berlangsung di Sumatera Utara.
"Penyampaian aspirasi itu terus kami lakukan dan kami juga senantiasa mengawasi jalannya kebijakan pemerintah khususnya di Sumatera Utara," sebutnya.
Sementara itu, pengamat anggaran Rurita Nigrum mengatakan kebijakan pengawasan pembangunan memang menjadi persoalan ketika kewenangan anggota DPD RI masih terkesan 'dianaktirikan'. Karena itu menurutnya perlu suara dari masyarakat agar kebijakan mengenai tugas dan fungsi yang layak.
"Memang pengawasan dari masyarakat juga diperlukan dalam berbagai penggunaan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran dalam pembangunan infrastruktur benar-benar berpihak bagi kepentingan masyarakat," pungkasnya.